Hnews.id | Penelitian studi kasus menawarkan kepada peneliti suatu pendekatan dimana suatu fenomena dapat diselidiki dari berbagai perspektif dalam konteks yang terbatas, yang memungkinkan peneliti untuk memberikan gambaran yang ‘mendalam’ tentang fenomena tersebut (Taylor & Thomas-Gregory, 2015).
Sebagai metodologi kualitatif, penelitian studi kasus mencakup lebih banyak kompleksitas daripada laporan kasus biasa dan sering kali menggabungkan beberapa aliran data yang digabungkan dengan cara yang kreatif. Kedalaman dan kekayaan deskripsi studi kasus membantu pembaca memahami kasus dan apakah temuan mungkin dapat diterapkan di luar konteks tersebut (Alpi & Evans, 2019).
Untuk mengetahui penerapan studi kasus dalam sebuah penelitian. Berikut adalah salah satu contoh penelitian yang menggunakan pendekatan studi kasus dengan judul “The influence of power and actor relations on priority setting and resource allocation practices at the hospital level in Kenya: a case study”.
Hasil dan Pembahasan Artikel yang ditulis oleh Barasa, Cleary, English, & Molyneux (2016) ini bertujuan untuk untuk mengetahui pengaruh hubungan kekuasaan di antara berbagai aktor pada implementasi pengaturan prioritas dan proses alokasi sumber daya di rumah sakit umum di Kenya. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Peneliti menilai bagaimana pengaturan prioritas dan alokasi sumber daya di dua rumah sakit di Kenya.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam pada pemangku kebijakan pada level nasional, manager rumah sakit, dan frontliner yang berjumlah 72 responden serta reviu dokumen yang meliputi perencanaan dan anggaran, risalah rapat dan pencatatan akuntasi dan observasi non partisipan pada kurun 7 bulan terakhir. Peneliti menggunakan kombinasi dari 2 framework yaitu actor interface analysis Norman Long’s dan expressions of power framework VeneKlasen and Miller’s untuk untuk menguji dan menafsirkan hasil temuan.
Dalam penelitian studi kasus pengambilan data dilakukan untuk mengetahui bukti dari berbagai sumber. Sumber tersebut dapat berupa dokumen maupun responden.
Dalam telaah yang dilakukan oleh Prihatsanti & Hendriani (2018) memaparkan bahwa peneliti dapat menggunakan berbagai sumber bukti diantaranya (1) dokumen (bisa berupa surat, memorandum, agenda, dokumen administrasi, artikel surat kabar, atau dokumen apapun) yang berkaitan dengan penelitian. Triangulasi bukti melalui dokumen berfungsi untuk menguatkan bukti dari sumber lain. Dokumen juga dapat digunakan untuk membuat kesimpulan pada suatu peristiwa, mengarah pada petunjuk palsu jika peneliti tidak berpengalaman. Dokumen dapat berbentuk arsip, seperti catatan layanan, catatan organisasi, daftar nama, hasil survei. (2) Wawancara, merupakan sumber paling penting. Bentuk wawancara terbuka, yaitu partisipan berkomentar tentang peristiwa tertentu, mereka dapat mengusulkan solusi atau memberikan wawasan atas suatu peristiwa, menguatkan bukti dari sumber lain.
Peneliti harus menghindari ketergantungan pada satu partisipan, dan perlu mencari data yang sama dari sumber lain untuk memverifikasi kebenarannya. Wawancara terfokus/terstuktur digunakan dalam situasi di mana partisipan diwawancarai untuk jangka waktu tertentu untuk menjawab pertanyaan yang ditentukan. (3) Observasi langsung dilakukan ketika kunjungan lapangan selama studi kasus dan lebih handal jika dilakukan lebih dari satu orang. Pengamatan partisipan dapat dilakukan untuk membuat peneliti terlibat aktif. (4) Artefak, berupa bukti fisik lain yang dikumpulkan selama pengambilan data lapangan. Sedangkan Stake (1995) menyarankan penggunaan observasi, wawancara dan telaah dokumen dalam penelitian studi kasus.
Pada penelitian ini peneliti menggunakan tiga sumber data yaitu dokumen, wawancara serta observasi. Dokumen yang dipilih sebagai sumber data penelitian adalah dokumen perencanaan 5 tahunan, rencana kerja tahunan, anggaran, risalah rapat dari komite rumah sakit, komite eksekutif ekspenditur, komite pengobatan dan terapi, serta dokumen akuntansi. Sumber data primer melalui wawancara kepada responden dilakukan secara purposif berdasarkan pada individu yang memiliki pengetahuan tentang PSRA serta terlibat dalam lingkup kegiatan tersebut. Responden diwawancara hingga tingkat kejenuhan tercapai. Responden secara keseluruhan berjumlah 72 orang yang terdiri dari 35 orang dari RS A, 32 orang dari RS B dan 5 orang dari Kementerian Pusat.
Penerapan teori untuk mengetahui hubungan kekuasaan di RS melalui studi kasus ini, peneliti mengintegrasikan dan menggunakan dua kerangka kerja yang melengkapi dari hubungan kekuasaan dan actor. Teori pertama analisis aktor interface Norman Long’s yang berpendapat bahwa dinamika kekuasaan sering memecah sistem sosial yang membedakan satu kelompok dengan kelompok lain berdasarkan perbedaan kekuatan mereka. Analisis interface bertujuan untuk menjelaskan diskontinuitas sosial untuk mengeksplorasi sarana budaya dan organisasi untuk mengubah dan mereproduksi mereka. Konsep ini dipilih karena memungkinkan peneliti mengidentifikasi ruang-ruang dimana hubungan kekuasaan antar actor dilaksanakan. Kerangka kerja kedua yaitu expressions of power framework VeneKlasen and Miller’s. kerangka kerja ini menggambarkan kekuasaan diekspresikan dalam empat bentuk utama yaitu kekuasaan di atas, kekuasaan untuk, kekuasaan dengan dan kekuasaan di dalam. Keuntungan dari kerangka kerja ini adalah dapat menggali atribut positif dari kekuasaan dan kemungkinan aktir melihat kekuasaan sebagai sesuatu yang positif yang dapat mereka miliki.
Analisis data dipimpin oleh penulis utama dengan melakukan pengkodean serta pembekalan kepada anggota penelitian untuk mengurangi bias. Data yang sudah dikode dilakukan pemeriksaan secara kritis berdasarkan kategori. Interpretasi data diperlukan untuk mengidentifikasi konsep kunci dan menjelaskan hubungan antar konsep tersebut. Peningkatan ketelitian dan tingkat kepercayaan melalui kombinasi dari penggunaan teori, beberapa studi kasus tunggal, pengumpulan data jangka Panjang (7 bulan), triangulasi metodelogi, pengecekan anggota untuk mendiskusikan temuan awal dan validasi data. Kegiatan tersebut senada dengan telaah yang dilakukan oleh Prihatsanti & Hendriani (2018) bahwa analisis data dalam penelitian studi kasus dapat menggunakan analisis kualitatif, maupun kuantitatif. Kuantitatif yang dimaksud adalah angka atau nomor yang mungkin digunakan sebagai diskripsi data. Yin (2002) mendefinisikan analisis “consists of examining, categorizing, tabulating, testing, or otherwise recombining both quantitative and qualitative evidence to address the initial propotions of a study”.
Yin merekomendasikan dalam analisis data dengan mengkategorikan data kemudian mengatur data dengan empat cara, yaitu pencocokan pola, membangun penjelasan, menemukan logika model, dan melakukan analisis timeseries. Teknik tambahan dilakukan ketika menggunakan beberapa kasus, disebut sebagai sintesis untuk mencari pengulangan dalam kasus. Produk akhirnya adalah narasi yang menceritakan tentang kasus, yang memungkinkan pembaca sepenuhnya menjadi paham pada pada kasus yang terjadi. Para peneliti yang menggunakan studi kasus perlu menjamin validitas data melalui beberapa hal, yaitu validitas konstruk yang didapatkan melalui triangulasi berbagai sumber bukti, rantai bukti dan pengecekan data. Validitas internal didapatkan melalui penggunaan teknik analitik yang telah ditetapkan seperti pencocokan pola. Validitas eksternal melalui generalisasi analitik dan reliabilitas melalui protokol atau tata cara urutan melakukan studi kasus.
Sebagai penutup berikut telaah yang dilakukan oleh Prihatsanti & Hendriani (2018) dalam mendesai penelitian studi kasus peneliti perlu melakukan rancangan penelitian dalam melaksanakan penelitian kualitatif yang menggunakan studi kasus. Beberapa langkah dan rencana praktis yang diperlukan dalam studi kasus penelitian di organisasi (Hartley, 2004), yaitu: Pertama, memilih studi kasus. Peneliti perlu menentukan organisasi apa yang dicari, harus sesuai dengan kriteria yang ditentukan, apa yang menjadi ciri khas atau fenomena yang dipelajari? apakah ada kasus yang ekstrim? Apakah peneliti memiliki sumber daya jika ingin melakukan lebih dari satu kasus? Peneliti dapat menghubungi keyperson untuk menentukan populasi dari organisasi yang mungkin menarik untuk studi kasus.
Kasus dapat dipilih dengan cara pertama, melakukan wawancara, misalnya pada serikat pekerja, pengusaha untuk mencari tahu tentang organisasi tertentu sebelum melakukan pendekatan langsung.
Kedua, memperoleh dan mempertahankan akses, peneliti perlu memastikan bahwa keyperson dalam organisasi memberikan akses. Bisa jadi lebih dari satu yang memiliki pengaruh untuk memutuskan apakah peneliti memperoleh ijin dalam akses data, dan berapa lama. Ketiga, memilih kerangka teoritis awal di mana peneliti perlu memiliki fokus untuk menghindari kewalahan olah data. Namun dalam prosesnya bisa saja kerangka teoritis awal tidak sama sampai akhir. Peneliti dapat menentukan pertanyaan penelitian sederhana dengan fokus “bagaimana” dan “mengapa”. Keempat, mengumpulkan data dengan sistematis, mengingat sumber data yang tersedia dari berbagai sumber. Peneliti perlu bertanya pada diri sendiri ‘apakah proses yang dilakukan berasal dari informan yang cukup luas? Adakah orang lain yang memiliki pandangan berbeda? Apakah ada data yang tidak mendukung? Apakah ada catatan dokumenter yang dapat diperiksa?. Kelima, mengelola pengumpulan data, peneliti menahan godaan untuk mengumpulkan data terus-menerus dengan pemikiran akan biaya dan pengelolaan data yang dikumpulkan. Apakah wawancara atau observasi akan menambah data dengan signifikan? Pada titik tertentu peneliti harus memutuskan berhenti mengumpulkan data. Keenam, menganalisis data, peneliti melakukan diskripsi cermat terhadap data, misalnya dengan melakukan pengelompokan dalam topik tertentu, tema utama, pertanyaan utama, menggunakan tabel untuk mencari pola. Ketujuh, menutup kasus, jika telah selesai, peneliti dapat membahas temuan dan rekomendasi dengan pemangku kepentingan dan membuat laporan penelitian.