Hnews.id | Manajemen McDonald’s dapat dikatakan sebagai manajemen fast food chain terbaik di industrinya. Strategi pemasaran global McDonald’s merupakan salah satu strategi pemasaran global yang banyak dibahas oleh para scholar. McDonald’s dapat dikatakan sebagai pioneer dalam strategi pemasaran global, yang menerapkan sistem-sistem tertentu, yang disesuaikan dengan wilayah dari cabang McDonald’s itu berada. Sebelumnya, penulis akan membahas mengenai manajemen itu sendiri.
Manajemen adalah perencanaan yang dilakukan perusahaan untuk mengorganisir dan mengkontrol sumber dayanya (Fayol dalam Riaz, 2016). Manajemen dapat membantu perusahaan untuk mencapai tujuannya. Dengan manajemen yang baik, perusahaan akan mendapatkan keuntungan maksimal dengan modal yang disesuaikan. Tujuan dari adanya manajemen ini memang untuk memaksimalkan keuntungan dan meminimalisir kerugian. Dalam kasus McDonald’s, manajemen yang digunakan sudah dalam tingkat global, namun setiap negara di mana McDonald’s berada memiliki kebijakan yang berbeda dalam strategi manajemennya. Kebijakan yang merupakan salah satu komponen proses strategi ini menjadi kunci dari manajemen global McDonald’s. Persaingan dalam industri makanan cepat saji ini sudah semakin ketat, seperti persaingan harga di mana salah satu merek makanan cepat saji, Wendy’s sudah memiliki menu termurah untuk menu value meal (Siehoyono dan Giang, tt.). Persaingan ini yang menjadikan perusahaan-perusahaan dengan industri kerja yang sama harus memiliki nilai tambah untuk menjadi distinct.
Bisnis internasional memiliki karakteristik tersendiri, dimana pada umumnya perlu untuk melakukan adaptasi ke lingkungan bisnis lokal negara tujuan (Business Teacher, 2020). Internasionalisasi ini sendiri menurut Neale et al (2018) merupakan proses yang dilakukan oleh perusahaan untuk mengembangkan produk dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan dan preferensi budaya lokal negara tujuan. McDonald’s mampu untuk mengembangkan produknya dengan kemampuannya tentang strategi internasionalisasinya (Continent dan Ojala, 2012). Strategi internasionalisasi ini menurut penulis juga dapat disebut sebagai strategi lokalisasi, yaitu menjadikan produk yang asing menjadi lokal dan sesuai dengan kebiasaan yang ada di negara-negara tujuan McDonald’s. Penulis melihat strategi internasionalisasi yang paling nampak dari McDonald’s adalah membuat menu yang sesuai dengan budaya dan makanan khas negara tujuan bisnisnya. Penulis melihat strategi tersebut merupakan strategi yang efektif dan efisien.
Dengan menciptakan menu yang sesuai dengan negara tujuan, pembeli akan merasakan rasa familiar dengan menu yang ada. Selain itu strategi tersebut akan mengundang rasa penasaran dari calon pelanggan. Hal ini yang menjadikan McDonald’s berbeda dengan fast food chain yang lain, walaupun tidak sedikit terdapat fast food chain lokal yang juga ada di negara-negara tujuan.
Selain karena menu makanannya, McDonald’s mampu bertahan dan menjadi fast food chain terbaik di industrinya dapat diteliti menggunakan analisis PESTLE (political, economical, socio-cultural, technology, legal, dan environmental) (anonim, tt.). Dalam sektor politik, dicontohkan Pemerintah India mengalami perubahan yang berdampak pada peningkatan rasa percaya diri McDonald’s dalam berbisnis di India. Akibatnya McDonald’s mendapatkan peningkatan keuntungan dari kebijakan pemerintahan India.
Sektor ekonomi McDonald’s tidak selalu untung karena ketika terjadi peningkatan harga bahan baku, McDonald’s yang harga setiap menunya cenderung sama di berbagai negara, juga harus menyesuaikan harga makanannya. Contohnya ketika terjadi peningkatan harga minyak bumi di Tiongkok pada tahun 2009. Akibat dari naiknya harga minyak bumi tersebut, McDonald’s mengalami peningkatan dalam biaya produksi dan supply. Selain itu, ada juga kasus di Amerika di mana masyarakatnya mengalami peningkatan pemasukan sehingga masyarakatnya lebih banyak yang mulai makan di luar dan meningkatkan penjualan. Dari segi sosial budaya, McDonald’s sempat harus meningkatkan biaya operasional karena adanya kesadaran masyarakat untuk makan makanan yang lebih sehat. McDonald’s juga harus mengalami penurunan penjualan karena hasil laporan CDC di Amerika Serikat menyatakan bahwa 90% remaja dan orang dewasa mengkonsumsi garam yang sudah melebihi tingkat yang direkomendasikan dan menyarankan untuk mengurangi konsumsi garam, terutama dari makanan siap saji.
Untuk analisis teknologi, penggunaan teknologi seperti Kanada yang sudah sistem pembayaran terautentifikasi (ECG) telah memberikan opsi pembayaran baru. Hal tersebut mampu meningkatkan penjualan tetapi juga meningkatkan biaya produksi karena mengadopsi sistem pembayaran tersebut. Sektor legal dari implementasi strategi manajemen mengalami kendala ketika adanya kebutuhan untuk peningkatan pelatihan mengenai kebersihan makanan di Britania Raya. Hal tersebut menyebabkan McDonald’s harus meningkatkan biaya operasionalnya. Selain itu sektor lingkungan juga sering membawa dampak yang cukup merugikan untuk McDonald’s. Tiongkok memiliki goal untuk menurunkan emisi gas karbon hingga 9.0% di tahun 2011 , yang mana tentunya ini menyebabkan peningkatan pada biaya operasional, demi mengikuti praktik penggunaan energi yang efisien. Penulis melihat kemampuan McDonald’s dalam memenuhi kebutuhan dan kebijakan negara tujuannya menjadi cara McDonald’s untuk mempertahankan eksistensinya di industri makanan cepat saji ini. Menurut Mujtaba dan Patel (2007), para pemimpin McDonald’s sangat mempercayai orang-orangnya sebagai sumber daya yang berharga untuk bersaing dengan fast food chain nasional dan internasional besar lainnya. Mereka rela mengeluarkan biaya untuk memberikan pelatihan untuk pegawainya agar dapat menjadi pegawai yang lebih baik. Sudah menjadi komitmen dari McDonald’s untuk memberikan pendidikan terhadap pegawainya (Mujtaba dan Patel, 2007).
Peningkatan pendidikan untuk pegawainya ini tidak lain dipengaruhi oleh pentingnya sumber daya manusia sebagai komponen proses manajemen strategis. Loyalitas konsumen dapat dikembangkan melalui departemen sumber daya manusia dan personil perusahaan (Mujtaba dan Patel, 2007). Masalah sumber daya manusia yang dialami oleh McDonald’s adalah manajemen sumber daya manusia dalam skala internasional. Faktor-faktor seperti bahasam perpajakan internasional, relokasi, orientasi hingga hubungan dengan pemerintahan menjadi kunci penting untuk manajemen sumber daya manusia internasional (Mujtaba dan Patel, 2007). Manajemen ini penting karena dalam strateginya, McDonald’s akan melakukan pertukaran pegawai yang memiliki keterampilan dan pengetahuan mengenai kebijakan-kebijakan mereka.
Menurut penulis kesuksesan McDonald’s juga sedikit banyak dipengaruhi oleh adanya globalisasi. Globalisasi yang banyak berpengaruh pada semakin terbukanya negara sehingga mempermudah jalannya pertukaran budaya. Pertukaran budaya ini yang kemudian mempengaruhi peningkatan rasa penasaran dari masyarakat. Penulis juga melihat bahwa globalisasi ini menyebabkan masyarakat sendiri lebih terbuka dan suka mencoba hal yang baru. Terlepas dari adanya kemungkinan masyarakat untuk mencoba hal yang baru, McDonald’s juga memiliki moto “think globally, act locally” (Vignali, 2001). Moto tersebut yang mendasari cara McDonald’s dalam menjalankan bisnisnya. Menu yang mereka buat pun dapat dikatakan dibuat berdasarkan moto tersebut.
McDonald’s meraih kesuksesannya dalam industri makanan cepat saji karena kemampuan adaptasinya. Dari kemampuan itu, McDonald’s sering menghindari konfrontasi politik dengan pemerintahan lokal. Seperti di India, di mana hampir 80% warganya beragama Hindu dan tidak memakan daging sapi, McDonald’s menyesuaikan dengan aturan tersebut dan tetap mendapatkan keuntungan yang tinggi dari penjualan di India (Mujtaba dan Patel, 2007). Selain itu, McDonald’s juga memiliki strategi untuk kepegawaiannya. McDonald’s terkenal sering mendorong masyarakat lokal negara tujuannya untuk menjadi bagian dari tim McDonald’s. Kebijakan lokal juga sudah menjadi pedoman McDonald’s dalam bisnisnya di negara tujuan (Mujtaba dan Patel, 2007). Hal lain yang menarik dalam strategi bisnis McDonald’s adalah cara McDonald’s menentukan harga produknya. McDonald’s berusaha untuk menyamakan harga produknya di setiap negara tujuannya. Mereka sepertinya berusaha untuk menjaga jangkauan harga produknya, yang didasarkan pada lokasi dan distribusi pendapatan (Mujtaba dan Patel, 2007). McDonald’s memiliki manajemen yang baik, yang terbukti dari kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan konsumennya di berbagai pasar, melalui penyesuaian terhadap iklan, proyek, hingga proses pekerjaan (Mujtaba dan Patel, 2007).
Dalam tulisan ini penulis akan mengambil contoh pembahasan McDonald’s di Tiongkok. McDonald’s memulai bisnisnya di distrik perekonomian Tiongkok pada 1990. Menurut Jie (2008), McDonald’s mampu bertahan di Tiongkok karena perubahan budaya dan gaya hidup masyarakat Tiongkok yang mulai tertarik dengan makanan barat. Masyarakat Tiongkok yang terkenal dengan makanan tradisionalnya, mulai mengembangkan dan mengubah gaya makanannya. Hal tersebut yang kemudian dimanfaatkan McDonald’s untuk meningkatkan penjualannya dengan mengumumkan akan melakukan penambahan cabang hingga 2000 cabang pada 2013 (Edwards, 2011). Hal tersebut termasuk dalam strategi manajemen global McDonald’s. Menurut Kaur Rajwinder (2015), cara McDonald’s dalam mengaplikasikan strateginya dan bagaimana strategi tersebut dapat berinteraksi dengan struktur dan lingkungan luar dari McDonald’s menjadi perhatian penting.
Penulis melihat hal tersebut dapat dianalisis melalui komponen dasar pada manajemen strategi, yaitu visi dan misi, dengan memperhatikan jangkauan goal dan objective, yang luas tapi dapat diukur. McDonald’s memiliki misi, yaitu untuk menjadi tujuan pertama calon pelanggan untuk makan dan minum (Meyer, 2015). Dari visi tersebut, penulis melihat bahwa adanya tekad dari McDonald’s untuk memberikan apa yang calon pelanggannya inginkan. Servis yang diberikan dalam usaha di bidang makanan ini merupakan penunjang penting untuk mendapatkan kepuasan pelanggan.
McDonald’s di Tiongkok tentu juga mengalami tantangan-tantangan yang didapatkan dari internal ataupun eksternal lingkungannya. Tiongkok yang juga terkenal banyak memiliki restoran cepat saji, menjadi kendala untuk McDonald’s di Tiongkok. Makanan cepat saji a la Tiongkok secara kesehatan lebih sehat dibanding McDonalds sehingga calon pelanggan yang ingin makanan yang lebih sehat tidak akan memilih McDonald’s (Kaur Rajwinder, 2015). Namun ada beberapa daerah sibuk di Tiongkok, yang mana masyarakatkan memiliki pendapatan yang cukup tinggi tetapi waktu yang sedikit, mereka akan tetap lebih memilih membeli makanan siap saji. Hal tersebut yang menjadi kesempatan dan tantangan untuk McDonald’s. Ragam fast food chain di Tiongkok sangatlah beragam, seperti KFC, Pizza Hut, Burger King, dan Subway. Merek-merek tersebut adalah beberapa merek besar yang sering menjadi kompetitor terbesar McDonald’s. Tantangan sebenarnya untuk McDonald’s adalah makanan cepat saji lokal.
McDonald’s mampu bertahan di Tiongkok karena kemampuan finansialnya yang sudah lama dimiliki dan pengalaman manajemen selama beberapa dekade, yang mana hal tersebut lebih berguna untuk berkompetisi dengan fast food chain asing besar lainnya (Kaur Rajwinder, 2015).
Dari penjelasan di atas, penulis menyimpulkan bahwa kesuksesan McDonald’s sebagai fast food chain tidak lain dipengaruhi oleh adanya globalisasi. Berawal dari Amerika Serikat dan kini sudah memiliki berbagai cabang di luar Amerika Serikat cukup membuktikan bahwa McDonald’s mampu bertahan dalam persaingan global. Strategi yang digunakan oleh McDonald’s didasarkan dari moto mereka, yaitu “think globally, act locally”.
Semua tindakan dan komponen dalam proses manajemen strategis mereka dipengaruhi oleh moto tersebut. Moto tersebut membantu McDonald’s untuk lebih beradaptasi sehingga dapat meminimalisir gesekan antara McDonald’s dengan faktor-faktor eksternal. McDonald’s di Tiongkok menjadi contoh bagaimana McDonald’s masih bisa bertahan di antara banyaknya restoran cepat saji di Tiongkok. Walaupun secara finansial, kemungkinan adanya bantuan dari kemampuan finansial McDonald’s yang sudah terkumpul sejak lama juga mempengaruhi kemampuan bertahan McDonald’s di Tiongkok. Tetapi penulis melihat bahwa kemampuan finansial yang dimiliki McDonald’s, apabila tidak mendapat dukungan dari manajemen yang baik di dalam organisasinya sendiri, tetap saja akan mempengaruhi stabilitas bisnisnya.