Hnews.id | Reinventing government adalah sebuah strategi birokrasi, yang mana secara manajemen akan disesuaikan supaya jalannya pemerintahan bertanggung jawab, responsif, punya nilai pemikiran yang baru, maju dan bekerja dengan outpu yang tinggi serta memiliki jiwa entrepreneur. Jiwa entrepreneur perlu dimiliki pemerintah daerah sebagai pemegang kekuasaan otonom untuk menciptakan spirit kewirausahaan agar berinovatif dalam aspek layanan dan bisa merespon keinginan public di zaman maju ini. Mewirausahakan birokrasi ini tidak berarti melakukan usaha dalam rangka mencari kelebihan yang setinggi-tingginya, akan tetapi mendayagunakan Lembaga sehingga kerja lebih efisien dan produktif dan seoptimal mungkin dapat diraih.
Konsep reinventing government mesti dipahami oleh para aparatur sipil negara di Indonesia, terutama para pejabat di daerah. Osborne dan Gaebler (1992) menuangkan buku yang bertitel “Reinventing Government: How the enterpreneurial spirit is transforming the public sector” menjelaskan bahwa terdapat 10 strategi agar terbentuk birokrasi-wirausaha, salah satunya adalah Pemerintahan Katalis. Pemerintahan Katalis ini dapat digambarkan dengan pemerintahan yang lebih mengarahkan daripada mengayuh. Pemerintah selaku menetapkan policy yang sifatnya strategis, mesti bersikap lebih menopang dan membina daripada dalam cara kerja kelompok teknis pelayanan, yang lebih dapat digambarkan sebagai pengayuh. Namun adanya pemerintah lebih berperan dalam mengarahkan maka dalam menjalankan tugasnya, lebih memerlukan personil yang punya kemampuan dalam menatap keseluruhan visi dan bermacam kebutuhan dan keinginan diseimbangkan. Sedangkan para pengayuh lebih diperuntukkan orang yang memiliki fokus akan satu misi dan memiliki pemikiran untuk selalu menyelesaikannya dengan baik.
Apakah prinsip pemerintahan katalis sudah diterapkan di Indonesia ?
Pengertian Pemerintahan katalis secara luas adalah pemberian ruang dan tugas kepada pemerintah untuk menjadikan birokrasi yang intinya sebagai manajer dan kontroler daripada sebagai pelaksana, yang berhadapan langsung dengan suatu pekerjaan dan pemberi layanan (steering rather than rowing). Bentuk pemerintahan ini adalah bentuk pemerintahan satu pintu, yang menjadikan birokrasi lebih sebagai regulator dan kontroler, dibandingkan, yang hanya bertindak pelaksana atau pekerja dari sebuah kegiatan.
Pemerintahan yang memberikan pengarahan satu pintu ini diharapkan dapat lebih memperkuat organisasi karena adanya satu pondasi arahan pemerintahan yang jelas. Pemerintah perlu untuk berfokus pada cara untuk membentuk komunitas, bangsa dan negara, membuat keputusan, menempatkan lembaga sosial dan ekonomi dalam implementasi dan meyakinkan dalam pelaksanaan layanan dan memenuhi kebutuhan masyarakat, dibandingkan pemerintah mesti terjun langsung dalam pelaksanaan pelayanan yang sudah dirancang melalui kebijakan.
Dengan adanya pembagian tugas antara pengarah dan pengayuh, model Pemerintahan Katalis akan menciptakan ruang pada masyarakat agar bersaing dengan seimbang atas ketersediaan sumber daya yang ada. Pemerintah dapat berhemat karena tidak perlu untuk mengeluarkan biaya pengayuh karena dapat memberikan kesempatan swasta, agar berpartisipasi dalam pengelolaan pemerintahan.
Melihat kenyataan sekarang, seiring berjalannya pemerintahan di Indonesia, maka kelihatan dalam kehidupan masyarakat pasti diikuti aspek-aspek politis, tentunya akan berakibat langsung pada pemegang kekuasaan, yang merasa punya kewenangan besar dan luas pada setiap sektor kehidupan. Pemerintahan saat ini nampak seperti ahli dalam mengatur dan melaksanakan. Namun pada kenyataannya padahal dua hal tersebut sangat intens dan perlu perhatian lebih karena dampaknya terhadap perkembangan bangsa.
Menurut Drucker (1999), institusi/lembaga yang sukses mebedakan manajemen puncak dari operasi, punya peluang membuat manajemen puncak focus pada pengambilan keputusan dan pengarahan. Sedangkan operasi seharusnya lebih baik dilaksanakan oleh para staf tersendiri, yang mana dari tiap bagian mempunyai misi, ruang lingkup, sasaran, dan aksi serta otonomi sendiri. Jika tidak, para pengarah kehilangan akan sangat dipengaruhi dengan tugas-tugas operasional dan tidak bisa membuat keputusan dasar yang berorientasi mengarahkan.
Hingga saat ini dapat dibilang pemerintahan di Indonesia ini belum berbentuk Pemerintah Katalisator, yang menolong masyarakat terutama menguatkan infrastruktur para masyarakatnya. Padahal dengan strategi seperti ini, pemerintah akan bisa memberikan keleluasaan pada masyarakat untuk mencari jalan keluar atas masalahnya sendiri. Dengan kata lain, pemerintah yang akan mengkonsentrasikan di fungsi “pengarahan”, dan terlibat aktif akan banyak keputusan yang akan dibuat sehingga akan menggerakan institusi sosial dan ekonomi, bahkan lebih banyak mengatur daripada merekrut lebih banyak pegawai negeri sebagai pengayuh.
Dalam percepatan dalam meraih Pemerintahan Katalis, proses swastanisasi sangat penting sekali dikembangkan. Namun mesti senantiasa selalu ingat bahwa yang bisa dikontrakkan itu adalah dalam aspek layanan saja ke sektor swasta. Sedangkan pemerintahan (governance) sebaiknya tetap berada dalam kekuasaan pemerintahan negara. Selain itu, hal yang perlu diingat adalah tidak semua proses pemerintahan dapat dialihkan ke kelompok swasta. Swasta bisa melaksanakan berbagai hal yang lebih dari dari pemerintah, dan juga pemerintah, yang mana ada hal yang lebih baik daripada swasta. Contoh kapasitas pemerintah lebih baik jika dibandingkan swasta, contohnya poin-poin, seperti pengaturan policy, berbagai aturan, adanya jaminan kepastian hukum serta keadilan, pencegahan diskriminasi, dan kesinambungan pelayanan dan stabilitasnya lebih terjamin. Sedangkan swasta, akan lebih unggul, terutama penanganan tugas-tugas yang lebih bersifat ekonomi, inovasi, penanggulangan pengalaman, adaptasi perubahan yang cepat, penghentian aktivitas yang gagal dan sudah lama, serta implementasi yang sifatnya lebih detail.
Dengan demikian, penyerahan atas implementasi pelayanan masyarakat ke swasta, akan bisa efektif, efisien, adil maupun bertanggung jawab. Namun tetap perlu diperhatikan untuk tidak salah sangka pada ideologi besar dalam menswastakan pemerintah. Saat pemerintah mengadakan kontrak bisnis dengan swasta, bermacam kalangan akan sering punya purbasangka dan mengkritisi tanpa dasar, seolah pemerintah mengalihkan tanggung jawab pemerintah yang mendasar ke swasta.
Implementasi reinventing government bertujuan dalam rangka mencapai good governance melalui mendayagunakan para staf dan aparatnya. Menurut Osborne dan Plastrik (1997), yang mana ada 5 cara yang bisa dipakai dalam melaksanakan basic change, untuk meningkatkan kapasitas birokrasi yang lebih maju, efektif serta efisien, dan juga kapasitas adaptability, serta kapasitas untuk memperbaiki sistem dan organisasi masyarakat. Lima strategi tersebut adalah strategi inti “the core strategy”, strategi konsekuensi “the consequences strategy”, strategi pelanggan “the customers strategy”, strategi kontrol “the control strategy”, dan strategi budaya “the culture strategy”. Aparat daerah sangat diperlukan untuk lebih berdaya juang dalam bekerja, yang lebih kreatif inovatif dan mempunyai jiwa enterpreneur untuk peningkatan produktivitas dalam bekerja diorganisasi.
Implementasi reinventing government di Indonesia mesti searah dengan keadaan sosial, politik, ekonomi, dan budaya yang sudah ada. Serta perlu adanya kerja sama antara masyarakat, government, dan swasta sehingga dapat beroperasi dengan baik dan optimal. Pemerintah daerah sendiri harus mampu berkinerja yang tinggi, terutama terbaik dalam layanan untuk masyarakat dan partisipasi masyarakat berkebang dengan baik dan terjadi peningkatan dalam pembangunan, yang pada akhirnya akan menumbuhkan harmonis dalam bekerja sama antara pemerintah dengan masyarakat.
Dari beberapa faktor yang ada, maka yang tentunya akan jadi hambatan yang kuat dalam hal implementasi reinventing government di Indonesia, yakni disebabkan ciri khas dari birokrasi di Indonesia. Indonesia dalam hal birokrasi, memiliki ciri yang unik dan punya kemiripan birokrasi dengan beberapa negara negara dunia ketiga, dimana aspek paternalistik lebih mendominasi dan mind set mereka terhadap public atau masyarakat yang masih harus dilayani.