Covid-19 dan Strategi Epidemiologi

Hnews.id | Penghujung tahun 2021 telah di depan mata, artinya sudah hampir setahun Covid-19 bercokol dan memporak porandakan kehidupan manusia. Bukan hanya sektor Kesehatan yang morat marit, perekonomian dunia juga terdampak. Banyak usaha jatuh dan bangkrut baik sektor swasta hingga badan usaha milik pemerintah. Semuanya tak ayal turut terkena imbas keberadaan virus yang ‘nakal’ ini.

Beberapa negara berhasil memenangkan pertarungan melawan virus ini. Beberapa yang lainnya sedang berjuang entah sampai kapan. Indonesia sendiri termasuk kelompok negara yang kedua. Indonesia yang secara geografis merupakan negara kepulauan, mempunyai kondisi yang spesifik dan memerlukan strategi khusus agar bisa segera lolos dari prahara pandemi ini.

Read More

Mari kita review strategi apa yang telah kita lakukan selama hampir satu tahun ini: Presiden Joko Widodo metetapkan kebijakan physical distancing pada bulan Maret 2020. Kemudian pada bulan April dimulailah sosialisasi strategi pemutusan rantai penularan Covid-19, sebagai penguatan kebijakan physical distancing. Strategi ini meliputi gerakan memakai masker, tracing kontak erat menggunakan rapid test, isolasi secara mandiri pada hasil tracing yang menunjukkan hasil tes reaktif, dan isolasi di Rumah Sakit yang dilakukan apabila isolasi mandiri tidak mungkin dilakukan.

Besar harapan terhadap keberhasilan strategi dan kebijakan pemerintah, apalagi dengan diterbitkannya beberapa surat edaran baik oleh pemerintah setempat maupun pemerintah pusat. Surat edaran tersebut berisi tentang ketentuan bekerja dari rumah, penutupan sementara tempat usaha tertentu, sekolah sistem daring, pelayanan online pada beberapa kantor pelayanan publik, dan seterusnya. Selain itu, beberapa daerah juga menerapkan PSBB atau Pembatasan Sosial Berskala Besar secara lokal hingga penerapan Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Hasilnya, beberapa kota mengalami penurunan kasus Covid 19, sebagian lainnya mendapatkan hasil yang nihil.

Artinya, hasil penerapan berbagai strategi dan kebijakan tidak semuanya sesuai dengan yang diharapkan. Ada yang memenuhi harapan yang ditandai dengan penurunan kasus, namun ada pula yang belum memenuhi harapan. Beberapa pihak pernah melakukan kajian tentang prediksi berakhirnya pandemi. Salah satu prediksi mengatakan bahwa puncak pandemi akan terjadi pada akhir bulan Juni 2020, setelah itu diharapkan lambat laun akan menurun dan berakhir. Namun, setelah setahun terlewati, mengapa prediksi tersebut meleset padahal sudah berlandaskan ilmu epidemiologi?

Untuk menelaah kegagalan berbagai srategi dan kebijakan ini, hal yang harus kita lakukan pertama kali adalah berbesar hati mengakui kegagalan tersebut. Langkah selanjutnya adalah mendorong semua komponen strategi dan kebijakan dengan cara memasukkan 7 pertanyaan, yakni what, why, when, where, how, who, how much/many/long. Dengan demikian, kita akan mampu menemukan kelemahan kebijakan tersebut, strategi-strategi efektif yang belum kita lakukan, hingga kebijakan yang akan mampu mencapai harapan kita semua.

Klaster Keluarga

Kecenderungan meningkatnya kasus pada klaster keluarga membuat kita perlu mencermati beberapa hal. Pertama, isolasi sebaiknya langsung diberlakukan terhadap orang yang kontak erat dengan kasus positif tanpa menunggu hasil swab keluar. Bila menunggu hasil keluar, akan meningkatkan kemungkinan penyebaran terlebih dahulu oleh suspek pada keluarga dan mungkin orang lain yang ia temui. Kedua, gerakan memakai masker bisa digalakkan pada anak-anak SD melalui para guru. Belajar dari keberhasilan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) di daerah Kab. Alor dan TTS Provinsi NTT, yang sukses mencanangkan STBM pada tahun 2013 dan 2014. Laskar Covid yang terdiri dari anak-anak SD bisa menjadi ujung tombak dalam lingkungan keluarga. Penurunan kasus pada klaster keluarga akan memberikan penurunan pertambahan kasus nasional yang cukup signifikan. Yang ketiga, monitoring dan evaluasi pelaksanaan strategi. Keempat, melakukan optimalisasi sistem pengawasan yang didukung oleh pelaksanaan konsekuensi yang harus ditanggung oleh para pelanggar.

Isolasi sebagai Strategi Epidemiologi

Pada pelaksanaan 4 hal tersebut, kita dapat melihat keterkaitan di antara keempatnya. Penjelasannya begini, sebaik apapun pelaksanaan tracing, ia tidak bisa berdiri sendiri dalam memutus mata rantai penularan. Tracing yang baik harus ditindaklanjuti dengan pelaksanaan isolasi yang berkualitas. Yang dimaksud isolasi yang berkualitas adalah ketika sudah tepat sasaran pada 7 pertanyaan, yaitu siapa yang diisolasi, kapan harus dilakukan isolasi, berapa lama mereka diisolasi, di mana tempat isolasi, apa saja yang harus dilakukan selama mereka diisolasi, dan adakah yang mengawasi proses isolasi. Pada titik yang bisa disebut dengan titik kritis ini sangat diperlukan kerjasama lintas sektor. Sektor kesehatan saja tidak akan mampu menanganinya bila yang diinginkan adalah turunnya tingkat penularan dengan signifikan. Usaha penemuan kasus dengan cara screening pada wilayah-wilayah tertentu yang tinggi kasus positifnya akan sia-sia juga bila proses isolasi tidak maksimal. Bagaimana mengerahkan dan menyatukan berbagai sektor ini?

Kerjasama Lintas Sektor

Pengerahan berbagai sektor sangat tergantung pada kemauan dan kekuatan pimpinan daerah. Komponen pengawasan pelaksanaan isolasi sangat dianjurkan melibatkan pasukan pengamanan dari TNI maupun POLRI, serta organisasi di bawahnya, ditambah kearifan lokal, seperti di Provinsi Bali yang melibatkan pecalang, dll. Pada penyediaan logistik selama dilakukan isolasi mandiri, kita bisa melibatkan peran serta organisasi/institusi bidang sosial. Peran organisasi PKK, Dharma Wanita, maupun organisasi sosial lainnya seyogyanya dikerahkan dan bisa sangat membantu. Ketika berbagai institusi bersatu dengan berbagai organisasi sosial maupun organisasi massa lainnya, maka dampak positif bukan hanya akan terjadi pada proses isolasi, namun juga akan menghilangkan “stigma negatif” yang selama ini terjadi di beberapa wilayah. Terhapusnya stigma ini akan membantu kelancaran proses penelurusan maupun penemuan kasus serta kontak erat. Begitulah rantai kerja bersama ini akan meringankan beban pemerintah dalam penanganan wabah. Bukan pemerintah saja, bahkan masyarakat akar rumput yang terkena wabah akan merasa jauh lebih ringan dalam menjalani isolasi sebelum dinyatakan bebas atau sembuh.

Maka, sebagus dan sesempurna apapun strategi maupun kebijakan, diperlukan kesungguhan dalam pelaksanaannya. Selain itu, diperlukan pula keterlibatan seluruh lapisan masyarakat dan kerjasama lintas sektor untuk saling bahu membahu, melakukan monitoring, evaluasi serta memastikan pelaksanaan protokol kesehatan yang telah ditetapkan, juga dilengkapi dengan law enforcement sebagai bentuk konsekuensi jika ada pelanggaran.

Jika demikian, bolehlah kita berharap pandemi ini segera berlalu. Semoga tahun ini! Walahualam bisowab.

Oleh : Dr. Rosidi Roslan, S.IP., SKM., S.H., MPH., M.Si., M.AP., M.H
Penulis adalah Analis Kebijakan Publik/Konsultan Manajemen/Pengamat Politik, Hukum dan Sosial Kemasyarakatan/Praktisi Kesehatan Masyarakat

Related posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *