Kepemimpinan Dalam Pengambilan Keputusan Klinis

Hnews.idfoto/2021

Hnews.id | Secara resmi, sejak Januari tahun 2014 pemerintah Indonesia mengoperasikan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dengan produknya yang bernama BPJS Kesehatan. Dalam menyelenggarakan jaminan sosial tersebut BPJS Kesehatan diatur oleh undang-undang (UU No.40 Tahun 2004). Dari program tersebut pemerintah mewajibkan bagi seluruh warga negara Indonesia untuk memiliki asuransi kesehatan. BPJS Kesehatan berlaku mulai dari jenjang penyelenggara fasilitas kesehatan pertama seperti puskesmas atau setara dengan klinik, sedangan untuk fasilitas penyelenggara kesehatan lanjutan, BPJS Kesehatan bekerja sama dengan Rumah Sakit mulai dari tipe D sampai dengan tipe A, baik Rumah Sakit Pemerintah  ataupun Rumah Sakit Swasta. BPJS Kesehatan menerapkan berbagai rangkaian aturan mengenai kepesertaan, hingga aturan dan tatacara pengklaiman di Rumah Sakit rekanan. Untuk menjalankan program JKN di Rumah Sakit maka Rumah Sakit membentuk sebuah badan yang disebut unit JKN Casemix, yang sebagai tim kendali mutu kendali biaya serta pemegang keputusan klinis mengenai pasien dengan jaminan BPJS.

Dari hal-hal yang disebutkan di atas, penulis mencoba memberikan gambaran kepemimpinan di ruang lingkup Rumah Sakit, khususnya pemimpin devisi atau unit JKN Casemix Rumah Sakit. Seperti yang telah diketahui bersama, bahwa dalam menjalankan fungsinya seorang pemimpin atau pemegang keputusan Casemix, harus memperhitungkan berbagai aspek seperti; Kendali Mutu dan Kendali Biaya agar cash flow Rumah Sakit berjalan dengan baik. Melihat sisi kemanusiaan saat menemukan kasus emergency, yang mengharuskan untuk mengambil keputusan mengenai tindakan yang akan dilakukan oleh tim medis kepada pasien, dengan cepat agar mengutamakan life saving dan tetap menjaga agar seluruh tindakan medis dan pengobatan tidak loss control dan merugikan Rumah Sakit. Dikarenakan adanya sistem Klaim INACBG sebagai sistem pembiayaan Rumah Sakit, yang dalam praktiknya merupakan serangkaian paket pembiayaan perawatan. Didalam sistem ini seluruh tindakan, biaya dokter, dan pengobatan sudah di grup oleh sistem INCBG dengan menggunakan kode tertentu untuk menghasilkan tarif klaim. Namun sistem klaim ini terkadang dianggap merugikan Rumah Sakit, dikarenakan seberapa lama dan seberapa besar tarif yang dikeluarkan Rumah Sakit untuk pasien. Tarif klaim yang diberikan oleh sistem ini akan tetap sama, terkecuali jika terdapat tindakan operatif dan tindakan medis seperti pemasangan oksigen, cateter, echocardiography dan lain sebagainya, yang bisa menaikan tarif.

Melihat dari sisi tersebut maka diperlukan seorang pemimpin untuk pengambilan keputusan yang memiliki jiwa kepemimpinan diantaranya; memiliki Jiwa empati terhadap pasien, memiliki engagement terhadap Rumah Sakit dan keputusan pemerintah terkait JKN agar dapat berjalan selalaras antara kebijakan dan realita yang ada di Rumah Sakit. Pemimpin diharuskan memiliki Jiwa adil akan memperlakukan pasien tanpa memandang hal tertentu, dan dapat bersikap serta berfikir tenang dalam kondisi mendesak, atau saat mendapat tekanan dari luar berupa; complain dan pengaduan dari keluarga pasien terhadap Rumah Sakit. Hal ini sejalan dengan karaketer kepemimpinan menurut Robinson (dalam Ginting, 1999). peranan yang perlu ditampilkan pemimpin, adalah:

  1. Mencetuskan ide atau sebagai seorang kepala
  2. Memberi informasi dan sebagai seorang perencana
  3. Memberi sugesti dan sebagai katalisator
  4. Mengaktifkan anggota
  5. Mengawasi kegiatan
  6. Memberi semangat untuk mencapai tujuan
  7. Mewakili kelompok
  8. Memberi tanggung jawab
  9. Menciptakan rasa aman, dan sebagai ahli dalam bidang yang dipimpinnya.

Berdasarkan karakter tersebut maka peran kepemimpinan dalam pengambil keputusan klinis sangat memiliki fungsi penting bagi Rumah Sakit, agar dapat berjalan dengan baik antara Rumah Sakit, peraturan pemerintah dan tentunya bagi para pasien.

Related posts