Berpikir Kritis Untuk Atasi Hoaks di Tengah Pandemi Covid-19

Hnews.idfoto/2021

Hnews.id | Saat ini arus informasi mengalir dengan cepat, datang silih berganti. Benar salah informasi yang diterima, masyarakat mesti sigap dalam memilah memilih dan memastikan informasi yang diterima benar adanya, agar yang namanya “hoaks” bisa terhindarkan. Masyarakat harus berpikir kritis dalam menerima informasi yang ada di tengah pandemi covid-19 ini. Dengan berpikir kritis dan mempertahankan pikiran positif menjadi sangat penting, agar masyarakat tidak dipengaruhi oleh informasi yang hoaks, masyarakat semakin optimis dan siap menghadapi ketidakpastian yang terjadi akibat pandemi Covid-19.

Jadi apa sebaiknya yang harus dilakukan masyarakat agar bisa menilai informasi yang benar dan sifatnya hoaks di saat pandemi Covid19?

Hoaks seperti dijelaskan di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bahwa itu informasi bohong. Pada Oxford English Dictionary, ‘hoaks’ dijabarkan sebagai ‘malicious deception’ atau ‘kebohongan yang dibuat dengan tujuan jahat’. Perihal berita Covid-19 dari Februari sampai akhir Maret 2021, berdasarkan informasi dari Tenaga Ahli Menkominfo (Menteri Komunikasi dan Informatika), Donny Budi Utoyo, maka rata-rata ada 4-5 hoaks baru yang beredar setiap hari. Seperti yang dinyatakan oleh Ketua Presidium MAFINDO (Masyarakat Anti Fitnah Indonesia), Septiaji Eko Nugroho, “Hoaks memang dikemas dengan memikat melalui judul-judul yang sensasional”. Isu Covid-19 ini diikuti semua kalangan, berbeda dengan isu politik dan pemilu yang dimana tidak semua masyarakat mengikutinya.

“Masyarakat yang terliterasi informasi adalah masyarakat yang mengetahui bahwa mereka membutuhkan, memperoleh, dan melakukan evaluasi mutu informasi,” jelas Cutts dan Lau (2008). Bahwa masyarakat Indonesia cenderung lebih cepat percaya berita yang beredar dengan tidak mengkonfirmasi kebenaran atau menyebarkan berita langsung di media sosial. Menurut Dosen Psikologi Media Universitas Indonesia, Laras Sekarasih, ada dua alasan yang mendasari orang lebih cepat percaya pada hoaks. Pertama adalah opini atau sikap seseorang sama dengan informasi yang beredar dan yang kedua adalah keterbatasan pengetahuan seseorang tentang informasi yang diperoleh.

Pemerintah melalui Kementerian Kominfo telah melakukan tindakan pemblokiran terhadap sekitar 6000 situs yang terindikasi sebagai penyebar hoaks (Ronald, 2017), namun publik atau masyarakat mesti menjadi pengendali utama arus informasi. Untuk mencegah maraknya penyebaran hoaks, sangat diperlukan tindakan bahu-membahu meningkatkan literasi informasi masyarakat. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kasubdit Pemberdayaan Kapasitas TIK Kominfo, Aris Kurniawan dalam acara Webinar Merajut Nusantara yang disiarkan secara live streaming, Sabtu (25/04/2020), menurut beliau bahwa penanganan hoaks tidak hanya harus menyoal pemblokiran, tapi lebih penting lagi untuk jangka panjang ialah bagaimana menyiapkan SDM Indonesia agar memiliki imun terhadap hoaks.

Sekurang-kurangnya ada tujuh hal atau upaya mengatasi hoaks terkait Covid-19, yaitu; 1. Berhati-hati dengan berita provokatif dan sensasional. 2. Cermati sumber berita. 3. Periksa faktanya. 4. Cek keaslian foto atau video. 5. Ikuti akun atau forum terkait aktivitas cek fakta dan dapat gunakan aplikasi terkait layanan informasi resmi dari pemerintah terkait Covid-19. 6. Terbuka dan sabar 7. Kurangi asupan informasi yang membuat ragu, selalu optimis, dan lakukan halhal produktif.

Penulis berharap tentunya kita semua harus selalu waspada dan bijak dalam menyikapi setiap informasi yang beredar. Pastikan kita patuh terhadap protokol kesehatan, lakukan 3M yaitu memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.

Related posts