Stunting Tetap Turun, Walaupun Pandemi Covid-19

Hnews.idfoto/2021

Hnews.id | Prevalensi stunting anak balita di Indonesia cenderung statis. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan prevalensi stunting di Indonesia sebesar 36,8%. Pada tahun 2010, terjadi sedikit penurunan menjadi 35,6%. Namun prevalensi stunting kembali meningkat pada tahun 2013, yaitu menjadi 37,2%. Persentase ini hampir sama dengan jumlah balita stunting di Ethiopia (sains.kompas. com, 18 Oktober 2019). Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2015, prevalensi stunting di Indonesia adalah 29%. Angka ini mengalami penurunan pada tahun 2016 menjadi 27,5%, namun kembali meningkat menjadi 29,6% pada tahun 2017 (Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI, 2019). Presiden RI Joko Widodo menargetkan untuk mengurangi stunting hingga dibawah 20 persen pada masa jabatan kedua pemerintahannya.

Namun pandemi yang belum pernah terjadi sebelumnya sangat mempengaruhi rencana ini. Seperti yang lainnya, pemerintah Indonesia telah dipaksa untuk berputar dan memberikan perhatian penuh untuk menangani Covid-19. Sangat sulit untuk mempertahankan tingkat stunting saat ini dalam tiga tahun kedepan. Kabar baiknya, Menteri kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa program terkait penghapusan stunting akan tetap menjadi prioritas di tengah pandemi.

Dalam rangka mencapai angka stunting sesuai target, para petugas kesehatan di daerah terus berupaya. Upaya yang harus dilakukan untuk mencegah stunting, intervensi nutrisi harus diberikan selama 1.000 hari pertama kehidupan.  Pemerintah mendorong pencegahan stunting melalui peningkatan program perlindungan yang dijalankan oleh kementerian sosial, seperti Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pegangan Non Tunai (BNPT). Pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar Rp. 695,2 triliun untuk respon Covid-19, dimana Rp. 203,9 triliun telah disisihkan untuk perlindungan sosial, termasuk PKH dan program sembako yang merupakan bagian dari BNPT. Pemerintah mengeluarkan Rp. 32,65 triliun melalui PKH kepada sepuluh juta keluarga tahun lalu dan akan terus ditingkatkan alokasinya untuk mengantisipasi dampak ekonomi dari Covid-19.

Sekarang penerima bantuan dapat mengklaim uang tunai setiap bulan. BNPT diberikan kepada keluarga penerima setiap bulan melalui mekanisme rekening elektronik. Bantuan non tunai hanya dapat digunakan untuk membeli makanan di merchant e-warung.  Jumlah penerima bantuan program sembako saat ini, akan meningkat dari 15,2 juta menjadi 20 juta rumah tangga, dan bantuan akan meninggkat dari Rp. 150.000 sampai Rp. 200.000 per bulan untuk mengatasi dampak pandemi Covid-19.

Namun masih banyak masalah yang harus ditangani pada jutaan anak balita, walaupun terbatasnya layanan kesehatan selama pandemi. Anak balita harus mendapatkan imunisasi dasar, suplementasi Vitamin A, pemantauan pertumbuhan dan pelayanan rutin lainnya, karena hal tersebut dapat mengganggu upaya penurunan angka stunting pada anak. Untuk itu, program pemulihan ekonomi harus dibarengi dengan penyediaan layanan kesehatan ibu dan anak sacara langsung.

Related posts