Hnews.id | Salah satu produk tembakau, adalah rokok. Rokok mengandung zat adiktif dan bahan yang berbahaya lainnya bagi kesehatan tubuh kita. Rokok dibuat dari daun tembakau, dimana daun tembakau tersebut menjadi bahan baku yang diolah dengan cara penggunaan dibakar, dihisap, dan dihirup atau dikunyah. Prevalensi perokok di Indonesia selalu meningkat tiap tahunnya. Selain itu, kematian akibat rokok maupun dari asap rokok di Indonesia juga mengalami peningkatan yang cukup signifikan, dan fakta ini jelas sangat mengkhawatirkan bagi Pemerintah dan kita semua. Diperkirakan pada tahun 2030 sebanyak 8 juta orang atau kematian per 6 detik di seluruh dunia. Sementara untuk di Indonesia, diperkirakan terdapat 600.000 kematian prematur setiap tahun akibat terpapar asap rokok, sebanyak 430.000 menimpa orang dewasa, dimana 64 % adalah perempuan dan 28% adalah anak-anak (sumber: P2PTM Kemenkes RI, 2017). Selain itu, produksi tembakau di Indonesia pada tahun 2015 menurut data Kementrian Pertanian sebanyak 363.000 ton degan produk rokok yang dihasilkan sebanyak 360 miliyar batang per tahun 2014.
Setiap batang rokok yang dibakar terdapat lebih dari 4.000 zat kimia, antara lain seperti nikotin yang bersifat karsinogenik (pemicu timbulnya kanker). Hal ini, harusnya bisa menjadi pukulan keras bagi kita masyarakat Indonesia yang sering kali masih abai dengan efek buruk bahayanya asap rokok. Padahal banyak gangguan kesehatan yang dapat muncul akibat dari asap rokok yang dihasilkan oleh perokok aktif tersebut, baik bagi dirinya sendiri ataupun bagi orang lain disekitarnya yang terpapar asap rokok. Kita harus jauh lebih peduli dan sadar akan bahaya dan dampak buruk yang disebabkan akibat rokok, baik bagi si perokok itu sendiri, maupun orang lain disekitarnya yang terpapar asap rokok. Hal ini juga jelas secara tidak langsung menunjukkan bahwa orang yang mnegkonsumsi rokok atau perokok aktif di Indonesia jumlahnya kian hari, kian bertambah.
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah selalu meningkatkan dan memperkuat dalam melakukan tindakan serta intervensi yang diperlukan untuk pengendalian terhadap masalah rokok. Misalnya saja melalui kebijakan : 1.Kawasan Tanpa Rokok (KTR), 2.Larangan terhadap iklan dan promosi secarang langsung terkait penjualan rokok, dan 3.Mendorong konvensi kerangka kerja pengendalian tembakau (Framework Convention on Tobacco Control- FCTC).
Indonesia termasuk salah satu negara yang belum menyetujui pengendalian tembakau melalui Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Hal ini jelas menjadikan Indonesia sebagai peluang besar bagi industri rokok untuk menjadikan pasar terbesar tembakau. Padahal FCTC merupakan suatu perangkat yang kuat dalam meyakinkan dukungan Internasional untuk melindungi masyarakat di suatu Negara, tak terkecuali di Negara Indonesia, agar masyarakatnya terlindung dari ancaman bahaya rokok maupun asap rokok.
Tingginya kematian yang ditimbulkan akibat rokok, perlu menjadi perhatian serius. Penulis berharap agar kita semua bisa mengakhiri sebagai perokok, dan pemerintah dapat mencari solusi yang tepat dalam mengurangi masalah-masalah gangguan kesehatan akibat rokok.