Hnews.id | Komisi IX DPR menggelar rapat bersama dengan Menteri Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), dan BPJS Kesehatan di awal Maret 2021. Salah satu pembahasan dalam rapat tersebut adalah mengenai kebijakan iuran peserta jaminan kesehatan nasional (JKN). Dalam rapat tersebut, Ketua DJSN Tubagus Achmad Choesni menjelaskan kronologis pembahasan besaran iuran BPJS Kesehatan dan masukan dari para anggota DPR. Setelah rapat berlangsung, peningkatan iuran BPJS menuai pro dan kontra. Hal tersebut menjadi beban tambahan saat ekonomi masyarakat yang masih belum pulih sepenuhnya karena pandemi virus COVID-19.
Kebijakan yang dikeluarkan saat di pandemi COVID-19 menimbulkan beragam tanggapan dari masyarakat. Dampak pandemi menurunkan daya beli masyarakat. Oleh karena itu, hal tersebut mendapat perhatian khusus dari pemerintah. Kebijakan ini menghadirkan pro kontra di masyarakat. Terdapat masyarakat yang merasa keberatan dengan adanya kenaikan iuran BPJS. Kebijakan yang dikeluarkan tidak tepat waktunya dan tidak optimal mempertimbangkan kemampuan ekonomi masyarakat saat ini. Di samping masyarakat, Ombudsman yang merupakan pengawas publik juga menyampaikan keberatannya yaitu pemerintah seharusnya mempertimbangkan kenaikan iuran agar tidak terlalu memberatkan mayarakat terutama yang membayar secara mandiri. Kenaikan tarif harus diimbangi dengan peningkatan pelayanan kesehatan agar tidak menambah kekecewaan masyarakat.
Lain halnya sisi lain, terdapat juga masyarakat yang pro terhadap kebijakan atau tidak merasa keberatan dengan kenaikan iuran yang telah ditetapkan. Sebagian masyarakat merasa mendapat banyak manfaat dan sangat terbantu dengan adanya BPJS. Sehingga BPJS juga dapat dijadikan sebagai bantuan bagi masyarakat yang lebih membutuhkan, terutama dalam kondisi pandemi COVID-19 saat ini. Beberapa pengamat kebijakan publik menilai bahwa kebijakan kenaikan iuran BPJS ini dapat menjadi upaya gotong royong yang dilakukan masyarakat di bidang kesehatan karena APBN yang tersedia belum mampu menutup kebutuhan pelayanan kesehatan. Masyarakat yang mendukung keputusan kenaikan tarif BPJS percaya bahwa pelayanan yang akan mereka terima akan lebih baik lagi dan dapat memenuhi harapan semua orang. Masyarakat yang pro tersebut sadar bahwa pengeluaran di bidang kesehatan selama ini telah sangat memberatkan keuangan negara.
Pemerintah memiliki berbagai alasan kuat yang disertai harapan untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat dalam menetapkan kebeijakan kenaikan iuran BPJS, selain itu pemerintah memiliki tujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan masyarakat terutama di masa pandemi virus COVID-19. Selanjutnya, upaya kenaikan BPJS ini ditujukkan untuk membangun ekosistem program jaminan kesehatan agar tetap berjalan dengan maksimal walaupun di masa pandemi.
Selain itu, pemerintah memiliki alasan lain yaitu untuk memperluas cakupan akses terhadap pelayanan kesehatan karena program JKN ini sudah mencapai 82% dari seluruh penduduk Indonesia. Sementara itu, pemerintah menargetkan 100% dari seluruh masyarakat terdaftar JKN ini berupa BPJS, agar tercipta pemerataan pelayanan kesehatan dan dalam upaya untuk mengurangi kesenjangan sosial antar masyarakat. Kenaikan iuran BPJS ini juga sebagai bentuk upaya pemerintah dalam menutup defisit anggaran yang dialami negara akibat pandemi juga karena pemerintah menanggung semua biaya perawatan pasien COVID-19 dan pemerintah juga memberikan vaksin secara gratis kepada masyarakat.
Meskipun didasari oleh kepentingan masyarakat, kenaikan iuran BPJS ini masih dinilai kurang tepat lantaran keputusannya diterapkan ditengah penyebaran wabah virus COVID-19. Pandemi ini membuat masyarakat mengalami penurunan pendapatan maupun PHK terutama dikalangan masyarakat bawah. Penulis menyarankan berbagai upaya yang dapat diterapkan oleh pemerintah seperti menambah tingkat disiplin masyarakat untuk membayar iuran, agar masyarakat tidak menunda dalam membayar iuran bulanan, upaya lainnya adalah meningkatkan efisiensi pelayanan kesehatan yang diberikan oleh Rumah Sakit.