Mudik dan Aturannya

Hnews.id | Tradisi mudik di Indonesia, sebagai ajang berkumpul bersama keluarga dalam rangka merayakan Hari Raya Idul Fitri. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mudik memiliki arti berlayar atau pergi ke udik (hulu sungai, pedalaman). Penulis simpulkan mudik merupakan perjalanan mereka yang merantau untuk kembali ke kampung halamannya. Menurut Sosiolog Dwi Winarno, tradisi mudik di Indonesia bermula pada tahun 1970 sampai 1980 an, di mana saat itu kota-kota besar tumbuh di beberapa kota di Indonesia, umumnya pendatang yang berasal dari desa ke kota yang membangun kota besar tersebut. Maka dari itu, mudik saat hari Raya Idul Fitri dapat digambarkan sebagai ajang untuk menampakkan kesuksesan. Namun, saat ini tradisi mudik mengalami pergeseran makna yakni tidak lagi sebagai ajang untuk menunjukkan kesuksesan, tetapi sebagai ajang silaturahmi dan bertemu dengan keluarga, menurut Dwi.

Di masa pandemi Covid-19, pemerintah melakukan pembatasan-pembatasan interaksi sosial di tengah-tengah masyarakat, agar penularan virus tidak merajalela. Virus ini menyerang siapa saja terutama lansia (golongan usia lanjut), anak-anak, bayi, ibu hamil, ibu menyusui, dan orang dewasa.

Lebaran tahun 2021 ini, pemerintah mengeluarkan larangan mudik bagi yang tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Menurut data dari Badan Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Kementerian Perhubungan, Pada 2018 jumlah pemudik mencapai 21,6 juta orang. Jumlah pemudik selama masa lebaran tersebut mengalami peningkatan dalam lima tahun terakhir. Sebagai contoh di tahun 2017, jumlah pemudik  mengalami peningkatan sebanyak 20,3 juta orang pemudik. Tentunya tahun 2021 ini akan meningkat, jika mudik diperbolehkan.

Kementerian perhubungan resmi mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 13 Tahun 2021 mengenai Pengendalian Transportasi Selama Masa Idul Fitri 1442 H dalam Rangka Pencegahan Covid-19. Aturan ini mulai berlaku pada 6-17 Mei 2021. Menurut juru bicara Kemenhub Adita Irawati, di dalam Peraturan Menteri tersebut melarang dengan tegas penggunaan semua moda, mulai dari darat, udara, laut, dan kereta api. Meskipun begitu, dijelaskan mengenai pengecualian transportasi yang dapat melakukan perjalanan pada masa libur lebaran. Menurut Budi Setiyadi selaku Direktur Jenderal Perhubungan darat Kementerian Perhubungan, terdapat pengecualian untuk masyarakat yang melakukan perjalanan dinas aparatur sipil negara pada saat periode mudik lebaran, dengan menunjukkan surat perjalanan dinas dengan tanda tangan dan cap basah, juga pada masyarakat yang melakukan kunjungan pada keluarga yang sedang sakit, kunjungan duka, ibu hamil dengan satu pendamping dan pelayanan kesehatan. Beliau juga menjelaskan bahwa untuk mobil pemadam kebakaran, pimpinan tinggi negara, serta mobil angkutan barang masih boleh diperkenankan untuk melintas.

Namun, meskipun aturan ini diberlakukan sebagai upaya pemutusan rantai penyebaran COVID-19, berdasarkan survei yang dilakukan Kemenhub, diperkirakan akan ada sekitar 27 juta orang yang akan tetap melakukan mudik. Bapak Budi Setiyadi juga turut menjelaskan mengenai sanksi yang akan diberikan kepada pemudik yang tetap nekat yakni berupa arahan untuk memutar balik dan akan menilang kendaraan travel gelap yang tetap nekat.

Mudik adalah momen untuk berkumpul bersama keluarga. Penulis berharap jangan sampai hal tersebut dapat menjadikan kita sebagai pembawa virus ke kampung halaman kita. Jika mudik ini adalah sebuah tradisi, maka apakah lantas hal tersebut akan membuat kita membahayakan keluarga kita? Apalagi jika di dalam keluarga kita terdapat ibu hamil, lansia, dan anak-anak balita yang lebih rentan terpapar virus.

Related posts