Di masa Pandemi, Layanan Kesehatan Mental Perlu Diperkuat

Kemkes.go.id/foto2021

Hnews.id | Masalah kesehatan mental merupakan bagian dari masalah kesehatan masyarakat. Belakangan ini dengan adanya kejadian Covid-19, sedikit banyaknya menyebabkan tingginya angka kecemasan pada masyarakat. Terjadinya peningkatan kecemasan ini akan menjadi pemicu depresi pada masyarakat, yang nantinya akan mengganggu kesehatan mental secara keseluruhan. Kesehatan mental sudah diatur dalam UU nomor 18 tahun 2014 yang menjelaskan mengenai kondisi individu yang sudah berkembang secara fisik, mental, spiritual sehingga sudah menyadari kemampuannya dan dapat mengatasi masalah serta bekerja dengan produktif. Pertanyaannya adalah apakah program kesehatan mental di Indonesia sudah berjalan dengan baik atau justru sebaliknya.

Kasus masalah kesehatan mental atau masalah kejiwaan, dapat dialami siapa saja dan dari kalangan mana saja, baik tua maupun muda. Namun, beberapa data dari riset kesehatan dasar mengungkapkan bahwa gangguan kecemasan seperti depresi terjadi pada anak usia 15 tahun ke atas dengan skala 6,1% dari jumlah warga Indonesia. Tentu, ini sangat miris di mana remaja yang rentan mengalami masalah gangguan kejiwaan. Kemudian pada anak remaja di usia 15 hingga 24 tahun memiliki skala presentase 6,2% dengan tipe depresi berat hingga menyebabkan self harm atau menyakiti diri sendiri, dan mencoba untuk melakukan bunuh diri, bahkan mirisnya lagi hampir 80-90% terjadi kasus bunuh diri akibat dari depresi.

Pemicu utama munculnya depresi adalah perasaan tertekan, cemas, khawatir berlebihan, bullying, dan masalah ekonomi.  Jika kita membahas seputar kebijakan kesehatan mental, bagi beberapa orang awam tak terlalu memiliki pengetahuan yang cukup. Tak jarang dengan adanya seseorang yang mengalami keterbelakangan mental membuat masyarakat berstigma negatif, salah satunya mencela dan menganggap sebagai aib keluarga sehingga tak diurus. Inilah penyebab seseorang yang memiliki gangguan mental cenderung diam dan tak bersikap terbuka, sehingga pihak ahli jiwa pun kebingungan untuk berkomunikasi dan meringankan beban mereka.

Beberapa rekomendasi penguatan program kesehatan mental yang bisa dilakukan selama masa pandemi, diantaranya; dengan melakukan perluasan jangkauan pelayanan, membangun hubungan harmonis dan menjamin kesinambungan pelayanan kesehatan mental, dan juga memberikan fasilitas untuk setiap orang yang mengalami gangguan jiwa, dan juga memberikan dukungan penuh beserta akses untuk mengakses informasi melalui teknologi yang tersedia. Selain itu perlu pemberian bimbingan dan konseling kesehatan mental secara langsung bersama para psikiater dan psikolog ahli, lalu memberikan sedikit ruang supaya bisa meredakan tekanan, serta memberikan motivasi, menanamkan nilai positif agar tak depresi yang mengakibatkan self harm atau percobaan bunuh diri.

Yang perlu diperhatikan menurut penulis adalah layanan kesehatan mental haruslah dilakukan secara rutin, mengingat jika layanan kesehatan mental terputus, maka secara tak langsung hal ini akan meningkatkan resiko kekambuhan penyakit tersebut. Karena setiap gangguan jiwa harus benar-benar dirawat secara rutin agar bisa sembuh total. Maka dari itu, kebijakan pemerintah mengenai masalah ini haruslah dipertegas dengan memberikan pelayanan terbaik bagi seluruh masyarakat yang membutuhkannya, menyediakan seseorang ahli jiwa di setiap Rumah Sakit ataupun Puskemas, dan melakukan penyuluhan rutin terhadap masyarakat yang memiliki keterbatasan akses informasi. Dengan demikian seluruh masalah kejiwaan bisa terminimalisir dengan baik.

Related posts