Kerahasiaan Data Pasien Covid-19 dan Upaya Pemerintah

Hnews.id | Penanganan pandemi Covid-19 saat ini, banyak melibatkan pihak-pihak, yang tentunya berperan dalam upaya pengendalian wabah Covid-19. Para relawan, mahasiswa dan masyarakat turut melibatkan dirinya dalam menangani wabah Covid-19 ini. Atas semua ini, barangkali hal yang sering lalai terjadi dalam hal proses penanganan pasien Covid-19, adalah menjaga kerahasiaan data pasien Covid-19. Di satu sisi data tidak boleh dikeluarkan, namun di sisi yang lain untuk kebutuhan tracking Covid-19, maka diperlukan data pasien Covid-19 untuk pelacakan lebih lanjut.

Menjadi dilema memang, namun tuntutan terhadap pemerintah dalam hal transparasi di tengah wabah yang saat ini terjadi, sangat diperlukan dalam upaya percepatan panganan pandemi Covid-19. Muis, 2020 mengungkapkan bahwa pemerintah adalah manajemen sumber daya yang memerlukan trasnparansi dengan sifat keterbukaan, kebenaran dan akuntabilitas. Dalam hal tersebut bagaimana warga negara meminta pertanggungjawaban/akuntabilitas pemerintah dalam memberikan pelayanan untuk masyarakat. Sedangkan transparasi tidak akan berjalan jika masyarakat tidak terlibat dalam upaya untuk measure improvement. Didalam membangun strategi nasional, fungsi transparasi haruslah kuat, dikarenakan kepercayaan masyarakat pada kewenangan pemerintah. Jika pemerintah sudah menerapkan sistem transparasi di berbagai sektor maka hal selanjutnya adalah sudahkah pemerintah mengawasi keamanan dan kerahasiaan data  pasien warga negaranya sendiri baik di dalam negeri maupun ke luar negeri?

Pemerintah sudah mengupayakan pengawasan terhadap kerahasiaan data pasien dengan menerbitkan kode etik kedokteran pada tahun 2012 pada pasal 16 yang berisi “setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia”, Hampir sama dengan UU No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pasal 48 ayat 1. Selain itu pemertintah sudah menuangkan dalam Surat Keputusan Majelis Kehormatan Etika Kedokteran Nomor 015/PB/K.MKEK/03/2020 yang berisi rahasia medis yang terkait kepentingan pengumpulan informasi wabah, dapat dibuka dalam batasan dan kondisi tertentu (Agustin, 2020). Pemerintah sudah menegakkan perlindungan hukum bagi penderita atau pasien Covid-19. Pada Pasal 32 huruf I UU No.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang menjelaskan bahwa pasien, termasuk pasien Covid-19, mempunyai hak untuk mendapatkan privasi maupun kerahasiaan penyakit yang di deritanya. Bahkan tidak semua orang dapat mengakses data serta identitas pasien. Hal ini tertuang pada pasal 17 huruf h angka 2 UU No.14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik. Serta pemerintah sudah mengupayakan jika pasien Covid-19 ataupun keluarganya mengalami kerugian akibat dari kebocoran rahasia medis, dapat menggugat dengan pasal 1365 KUHPerdata yang berbunyi “tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

Walaupun pemerintah sudah berusaha mengupayakan antara transparasi serta pengendalian pandemi saat ini, menurut hemat penulis, perlu didukung oleh semua pihak agar upaya pemerintah tidak berjalan sendiri. Kepercayaan masyarakat juga penting kepada permerintah, terutama dalam pengawasan dan penjagaan kerahasiaan data diri pasien. Selain itu, kepercayaan masyarakat juga diperlukan, berikut pengetahuan lebih dari masyarakat, terhadap informasi data pasien atau keluarga pasien untuk mendata lebih rinci perluasan penyebaran pandemi Covid-19 saat ini. Stigma masyarakat yang selama ini ada, dapat di kurangi dengan cara mengedukasi masyarakat tentang informasi yang salah. Pemerintahpun perlu meningkatkan lagi perlindungan hukum bagi para pasien Covid-19 dengan sebaik-baiknya, agar data diri pasien Covid-19 tidak menjadi konsumsi banyak pihak, terutama pihak yang tidak bertanggung jawab.

Related posts