Hnews.id | Mudik adalah tradisi bagi sebagian masyarakat Indonesia, dilakukan saat menyambut hari raya idul fitri. Orang berbondong-bondong menuju kampung halamannya. Kata “mudik” juga singkatan dari mulih dhilik yang artinya pulang dalam waktu tidak lama. Jadi, mudik berarti berpindahnya seseorang dari kota untuk pulang ke desanya.
Ini kali kedua mudik dilarang oleh pemerintah, alasannya jelas menghentikan lajunya penyebaran virus Covid-19. Yang pertama larangan mudik melalui Peraturan Menteri Perhubungan No.25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi selama musim mudik idul fitri 1441 H dalam rangka pencegahan persebaran virus corona. Larangan mudik kedua melalui Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy, dengan tegas pemerintah mengeluarkan SKB tiga menteri untuk meniadakan mudik. Diperkuat dengan Surat Edaran (SE) Kepala Satgas Penanganan Covid-19 yakni No.13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Selama Bulan Ramadhan dan Libur Idul Fitri 1442 H yaitu pada tanggal 6 sampai 17 Mei 2021. Selain itu pemerintah juga menetapkan aturan tambahan dengan melakukan pengetatan untuk syarat-syarat melakukan perjalanan yang berlaku selama dua periode, yakni 22 April-5 Mei, dan 18-24 Mei 2021. Tujuannya untuk mencegah penularan dan penyebaran penyakit Covid-19.
Jelas bahwa, apabila tidak dilakukan pelarangan mudik, tingginya pergerakan masyarakat secara domestik, akan membuka daerah isolasi wabah dengan angka kesakitan tinggi ke daerah dengan angka kesakitan yang relatif rendah. Jadi masyarakat diminta untuk dapat merayakan Hari Raya Idul Fitri Tahun 2021 di rumah saja.
Namun pada kenyataannya, larangan mudik tersebut tidak mempengaruhi niat sejumlah masyarakat untuk tetap mudik Lebaran ke kampung halamannya masing-masing, meski ada penyekatan jalan di sejumlah titik mudik. Bahkan sempat dilaporkan, sejumlah pengendara nekat melakukan aksi berbahaya, demi tetap sampai ke kampung halaman mereka masing-masing. Selain itu masyarakatpun berbondong-bondong melakukan wisata di beberapa tempat wisata saat merayakan libur lebaran, sehingga menimbulkan kepadatan dan mengabaikan protokol kesehatan.
Berkaitan dengan ini, seorang Ahli Epidemiologi dari Universitas Airlangga Surabaya, Windhu Purnomo menjelaskan kebijakan pemerintah yang tidak eksplisit dalam melarang mudik membuat masyarakat mencari celah untuk tetap dapat mudik ke kampung halamannya. Meskipun sudah adanya adendum Surat Edaran (SE) Nomor 13 Tahun 2021, akan tetapi di surat tersebut tidak tertulis dilarang mudik selama 22 April hingga 17 Mei. Redaksinya hanya memperketat syarat perjalanan, sehingga pemudik tetap pergi karena yang diperketat syaratnya saja (Republika, Kamis 29/4/2021). “Selama masih ada virus maka tidak pernah ada keamanan ketika melakukan perjalanan. Perjalanan akan berisiko, baik itu kita yang menulari atau kita yang tertular,” ujar beliau. Dia menambahkan bahwa tujuan masyarakat mudik adalah untuk berinteraksi, sedangkan di masa belum aman seperti saat ini maka bisa terjadi penularan virus. Windhu mengingatkan jangan sampai Indonesia jadi seperti India. Kasus Covid-19 di negara Bollywood itu melonjak, karena penduduknya berinteraksi bersama mengikuti kampanye pemilihan umum, kemudian mengikuti festival keagamaan.
Penulis berpendapat pada intinya, mudik sangat berpotensi menjadi sumber penularan Covid-19 dari satu daerah ke daerah lain atau dari individu ke individu lainnya. Potensi endemik virus Corona di daerah tujuan mudik akan lebih cepat dan besar. Selain itu penulis menambahkan supaya penularan yang sudah terjadi dapat dihentikan, maka harus dilakukan intervensi terhadap penularan dan penyebaran tersebut, contohnya seperti PSBB secara maksimal, isolasi kasus harus tetap dijalankan dengan efektif dan pengawasan penerapan protokol kesehatan harus kuat dan ketat.