Hnews.id | Masa pandemi Covid-19 satu hal jadi tantangan besar Indonesia adalah stunting atau kondisi gagal tumbuh anak balita akibat kekurangan gizi kronis. Prevalensi stunting berdasarkan hasil survey Status Gizi Balita pada tahun 2019 masih di angka 27,67%. Walaupun mengalami penurunan dari angka kejadian tahun sebelumnya, prevalensi ini masih tergolong tinggi dan belum memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh organisasi kesehatan dunia WHO yaitu dibawah 20%. Stunting disebabkan oleh tidak terpenuhinya asupan gizi pada 1000 hari pertama kehidupan bayi/janin, yang berakibat terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan kognitif anak. Faktor yang melatarbelakangi kejadian tersebut umumnya adalah pola asuh yang kurang baik, terbatasnya akses layanan kesehatan, kurangnya akses keluarga terhadap makanan bergizi, serta akses terhadap air bersih dan sanitasi.
Stunting masuk kedalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019-2024 dalam mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan berdaya saing. Presiden Joko Widodo betul-betul menaruh perhatian khusus terhadap stunting ini,dengan membentuk Strategi Nasional Percepatan Penurunan Stunting di Indonesia, yang melibatkan berbagai aktor, mulai dari pemerintah, swasta, akademisi, masyarakat, dan berbagai media massa serta dikoordinasikan langsung dibawah pengawasan Wakil Presiden. Kenapa harus ada strategi khusus stunting? Menurut penulis stunting sangat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia suatu Negara. Stunting akan berdampak pada menurunnya tingkat kecerdasan anak, yang kemudian akan memperbesar kemungkinan memperoleh pendapatan yang rendah, dan lebih tinggi kemungkinannya untuk hidup dalam lingkaran kemiskinan. Berbagai upaya dan kebijakan telah banyak dilakukan pemerintah dan swasta untuk mendukung penurunan angka stunting tersebut. Namun kondisi pandemi Covid 19 saat ini tentunya menjadi tantangan dan kesulitan tersendiri dalam melaksanakan program-program yang telah ada. Terbatasnya akses ke sarana kesehatan, dan realokasi anggaran guna penanganan dan pencegahan penyebaran virus Covid-19, juga berdampak pada strategi penanganan Stunting di Indonesia.
Lalu, apa yang telah dilakukan pemerintah sebagai upaya penanganan stunting di tengah kondisi pandemi Covid 19 saat ini agar tetap berjalan optimal? Terlebih lagi Presiden Joko Widodo telah menetapkan target penurununan angka stunting hingga 14% pada tahun 2024, dimana angka tersebut bahkan lebih tinggi dari yang telah ditetapkan oleh Bappenas yang sebesar 19%.
Ditengah kondisi pandemi Covid-19 saat ini, dimana protokol pembatasaan sosial masih terus berlaku dan layanan kesehatan yang berfokus pada pengobatan dan pencegahan penularan virus Covid-19, tentunya menyebabkan program penanggulangan stunting sedikit terhambat. Terlebih lagi masyarakat banyak mengalami kesulitan pekerjaan, pengurangan gaji bahkan kekhawatiran pemutusan hubungan kerja, karena pekerjaan tidak dapat berjalan normal seperti biasanya, akan menjadi hal yang dapat mempengaruhi kemungkinan meningkatnya angka kejadian stunting. Pendapatan yang menurun menyebabkan kemampuan keluarga dalam pemenuhan gizi ibu dan anak menurun. Pemerintah tentunya paham dengan kondisi seperti ini, oleh karena itu beberapa kali ada program pemberian bantuan keuangan bagi masyarakat yang tidak mampu, yang datanya terdaftar diwilayahnya. Namun lagi-lagi program ini belum berjalan secara maksimal, karena masih terdapat kesalahan penyaluran, dimana orang yang seharusnya lebih berhak menerima bantuan tetapi tidak mendapat bantuan akibat kurang efektifnya pendataan yang dilakukan. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak juga telah melakukan upaya percepatan penanggulangan stunting dengan memberlakukan mekanisme fleksibilitas bekerja dari rumah (work from home), termasuk bagi perempuan yang menyusui dan yang mempunyai anak dengan usia dibawah 3 tahun, sehingga kebutuhan gizi bagi tumbuh kembang anak tetap terpenuhi, kemudian menghadirkan Layanan Kesehatan Jiwa Nasional (SEJIWA) yang dapat diakes melalui nomor telepon 119 ext.8, untuk memenuhi hak-hak perempuan dan anak yang terdampak Covid-19, termasuk bagi ibu hamil dan menyusui.
Menurut hemat penulis, didalam penanganan stunting, poin yang krusial adalah mengenai pemantauan gizi/surveilans pada bayi, balita dan ibu hamil, sehingga jika ada kemungkinan terjadi stunting dapat segera terdeteksi dan di intervensi sesegera mungkin. Namun karena kondisi pandemi saat ini, kegiatan tersebut sedikit terhambat. Oleh karena itu Pemerintah perlu memastikan agar puskesmas serta posyandu telah berjalan dengan semestinya, khususnya melakukan pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, bayi dan balita juga melakukan layanan kunjungan rumah bagi ibu hamil dan yang memiliki bayi atau balita, serta pemberian suplemen gizi.
Selain itu sebagai pencegahan stunting di situasi pandemi saat ini, penulis sarankan agar dilakukan promosi kesehatan dan kampanye gizi melalui media-media sosial, edukasi dan konseling melalui SMS atau Whatsapp serta pemberdayaan masyarakat agar masyarakat lebih mengenal stunting dan mengetahui apa yang perlu dilakukan apabila muncul dugaan atau gejala yang mengarah pada terjadinya stunting agar bisa segera di intervensi. Oleh karena itu, agar target penurunan stunting dapat tercapai, penulis berharap perlu adanya modifikasi strategi serta kebijakan dalam penangan stunting dan pastinya keterlibatan berbagai sektor sangat dibutuhkan.