Hnews.id | Penularan virus Covid 19 dalam waktu yang sangat cepat, membuat beberapa negara akhirnya mngeluarkan kebijakan dengan memberlakukan lockdown, yakni dalam upaya mencegah penularan Covid-19. Pemerintah terus memberikan himbauan kepada masyarakat, untuk tetap taat menerapkan protokol kesehatan, guna memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19, sehingga tidak menyebar luas ke berbagai wilayah di Indonesia. Pemerintah mengeluarkan ketetapan hukum yang mendasari (Pembatasan Sosial Berskala Besar-PSBB) sebagai upaya karantina kesehatan atau wilayah dalam upaya penanganan virus Covid 19.
Setelah WHO menetapkan Covid-19 sebagai kedaruratan kesehatan masyarakat yang meresahkan dunia (Public Health Emergency of International Concern), Indonesia mengambil langkah cepat, menetapkan Covid-19 sebagai penyakit menular yang meresahkan masyarakat. Seiring meluasnya Covid-19 tersebut, tentunya Indonesia tidak tinggal diam menyikapi meluasnya virus Covid-19 tersebut. Covid-19 memicu risiko gangguan kesehatan dan penyebaran penyakit, yang berpotensi menimbulkan kedaruratan kesehatan masyarakat. Pemerintah mengeluarkan kebijakan melalui Permenkes Nomor 9 Tahun 2020. Dalam Pasal 13 diatur berbagai aktivitas yang dibatasi oleh PSBB yaitu: a. peliburan sekolah dan tempat kerja; b. pembatasan kegiatan keagamaan; c. dipantaunya kegiatan di tempat atau fasilitas umum. d. pembatasan kegiatan sosial dan budaya; e. pembatasan moda transportasi; f. Cek point terkait aspek pertahanan dan keamanan.
Beberapa langkah-langkah dasar dalam penerapan PSBB yaitu dengan anjuran sebagai berikut: 1) Social/physical distancing; 2) Penggunaan masker (sakit maupun sehat), disinfektan, hand sanitizer, serta Alat Pelindung Diri/APD (khusus untuk garda terdepan tenaga kesehatan lainnya 3) Bekerja/belajar/beribadah via online; 4) ditutupnya sementara waktu fasilitas publik secara bertahap; 5) Cek point pintu akses masuk antar kota secara bertahap.
Implementasi kebijakan new normal sebagai respon pemerintah menangani dampak akibat wabah Covid-19. Dengan new normal yang digagas WHO, merujuk pada kebutuhan untuk menciptakan dan mewujudkan protokol baru berbasis standar kesehatan yang dibutuhkan dalam masa transisi, sebelum aktivitas ekonomi dan sosial berfungsi kembali. Protokol kesehatan meliputi seperti pola hidup dan kebiasaan yang dapat mencegah Covid-19 menjadi prasyarat yang harus diterapkan oleh semua individu. New normal Indonesia, berawal pada pertengahan Juni 2020, untuk mempersiapkan kebiasaan hidup baru yaitu berdampingan dengan Covid-19. Sebagaimana halnya gagasan WHO, new normal dalam pandangan pemerintah yaitu mekanisme transisi untuk mendorong kembali aktivitas ekonomi dan sosial. Pemerintah melihat pertimbangan ekonomi sebagai alasan utama dibuatnya new normal di tengah situasi pandemi virus Covid-19 yang masih terus meningkat di Indonesia. Wabah Covid-19 secara jelas telah merusak aktivitas perekonomian dan membawa implikasi besar bagi perekonomian di Indonesia.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menjelaskan beberapa alasan penerapan new normal terkait dampak pandemi ini terhadap ekonomi, yang dianggap sudah begitu mengkhawatirkan. Sehingga jika tidak dengan segera diterapkan, maka akan ada lebih banyak pekerja yang menjadi korban pandemi. Bukan cuma itu, meningkatnya pengangguran sekaligus berkorelasi terhadap pemasukan konsumsi dalam negeri, jika tidak di adanya PSBB konsumsi yang biasanya menjadi penyumbang terbesar Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia memicu keanjlokan dan berdampak dapat memicu konflik sosial. Bila kondisi ini dibiarkan, negara tak akan sanggup terus-menerus memberikan bantuan sosial kepada masyarakat mengingat kemampuan keuangan negara juga terbatas.
New normal bukanlah terminologi baru, muncul sebagai respon atas Covid-19. Secara umum, istilah ini merujuk pada hadirnya tatanan baru sebagai bentuk respon atau situasi krisis. Bentuk perubahan dengan adanya New normal merupakan perubahan yang dipicu oleh krisis dan adaptasi sistem baru, yang dapat mencegah untuk mempersiapkan diri menghadapi situasi krisis, agar tidak kembali terjadi. Tatanan baru masyarakat yang terbentuk sebagai akibat situasi krisis dan pelembagaan sistem manajemen kebencanaan yang lebih komprehensif (mulai dari mitigasi sampai dengan sistem pemulihan) adalah gambaran new normal.
Menurut penulis panduan protokol kesehatan saja tidak efektif, maka sebaiknya pemerintah membuat payung hukum yang konkrit, yang mengatur tentang kebijakan new normal serta sanksi yang dapat membuat efek jera. Tentunya dengan memperhatikan berbagai aspek hukum yaitu efektivitas (kegiatan harus mengenai sasaran) dan legitimitas (kegiatan jangan sampai menimbulkan heboh oleh karena tidak dapat diterima oleh masyarakat/lingkungan bersangkutan). Sebab adanya ketidakjelasan “ukuran” kebijakan yang mungkin saling bertentangan satu sama lain, dapat menjadi sumber ketidakpatuhan masyarakat pada hukum atau kebijakan itu sendiri.