Larangan Mudik dan Pendapat Masyarakat

Hnews.id | Satuan tugas penanganan Covid-19 (satuan tugas penanganan Covid-19) menerbitkan addendum Surat Edaran Nomor 13 Tahun 2021 tentang Pelarangan Mudik di Bulan Suci Ramadhan 1442 Hijriyah. Ketua BNBP selaku ketua satuan tugas penanganan Covid-19, Doni Monardo menegaskan tujuan pencantuman (klausul tambahan) surat edaran tersebut. Hal itu untuk mengatur pengetatan persyaratan Agen Perjalanan Wisata Domestik (PPDN) pada Pelarangan H-14 Mudik (22 April – 5 Mei 2021) dan Pelarangan H +7 Mudik (18 Mei – 24 Mei 2021). Selama periode pelarangan Mudik dari 6-17 Mei 2021 dan  upaya penanggulangan Coronavirus Disease (COVID-19) 2019 menyebar selama bulan suci Ramadhan 1442 Hijriah, dalam arus penduduk yang berpotensi meningkatkan penularan kasus antarwilayah sebelum dan sesudah waktu Pelarangan mudik.

Bagaimana pendapat masyarakat atas kebijakan tersebut?

Adanya kebijakan pelarangan untuk kembali ke kampung halaman, memberikan pendapat positif dan negatif masyarakat, karena ingin berkumpul kembali dengan kerabatnya, sedangkan di sisi lain aktivitas di luar rumah dapat memicu penyebaran angka Covid-19. Salah satu gubernur, yakni Gubernur Jawa Timur mengimbau kepada seluruh wilayah Jawa Timur untuk menawarkan pelayanan observasi atau isolasi mandiri di tingkat desa, karena ia memperkirakan ada fenomena gelombang berulang dari desa-desa tersebut.

Respon positif diberikan oleh komisi V DPR RI  yang mendukung kebijakan pemerintah dalam pelarangan mudik selama hari raya idul fitri 1442 Hijriah, yang dapat meminimalisir penyebaran Covid-19 selama lebaran, dan dikhawatirkan makin merebak serta nanti akan memperberat tugas pemerintah maupun tenaga Kesehatan. Menurut Wakil Ketua Komisi V DPR RI Syarief Andulah Alkadrie, “Walau vaksinasi sudah berjalan, tapi masih mencapai separuh dari target, hingga kita belum aman dari ancaman pandemi. Kondisi penyebaran Covid-19 di Indonesia masih belum terkendali. Disisi lain, upaya menekan penyebaran pandemi, masih belum maksimal,”. Rata-rata merespon karena mungkin tahun lalu tidak mudik dan mungkin memang tahun ini waktu yang pas atau dengan keinginan yang tinggi oleh pemudik. Karena mudik adalah bagian dari nilai spiritual, kultural dan sosial.

Respon Ahli Epidemiologi dari Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI), Masdalina Pane mengatakan aturan larangan mudik pada tahun ini tetap akan meningkatkan kasus positif virus corona, jika kebijakan 3T yakni testing, tracing, dan treatment tidak terlaksana dengan baik. Menurutnya kebijakan mudik lebaran yang diberlakukan tidak dapat mencegah warga untuk tidak pulang kampung, bisa saja mereka pergi saat sebelum kebijakan diberlakukan atau saat sudah diberlakukan, mudah bagi mereka untuk berpergian melalui jalan tikus. Adapun solusi bila kebijakan tidak berjalan dengan baik yaitu dilakukan isolasi mandiri oleh masyarakat yang mudik selama 1 minggu untuk memutus rantai penyebaran virus Covid 19. Apabila terdapat warga yang teridentifikasi terpapar kasus Covid-19, maka satu keluarga melakukan perawatan inap di Puskesmas terdekat dan mendapat dana bantuan dari desa untuk kesehariannya.

Menurut penulis perlu ketegasan dari pemerintah dalam menindak para pelanggar kebijakan yang berlaku, seperti mencegat atau menyuruh memutarbalikan arah kendaraan pemudik yang lolos untuk kembali ke daerahnya. Masyarakat disarankan pada saat lebaran, bisa melakukan video call dengan sanak saudara yang ada dikampung, jadi tidak perlu mudik. Untuk mencegah kenaikan angka positif Covid-19, perlu kedisiplinan dari masing-masing individu itu sendiri, tetap selalu menerapkan protokol kesehatan dimanapun berada, untuk mengurangi penyebaran virus Covid-19.

Related posts