Hnews.id | Di era pandemi covid ini, diperlukan peran konkrit dari para pemimpin kita, tenaga kesehatan masyarakat, peran penyuluh KB dan para kader, agar terus meningkatkan upaya promotif dan preventif. Mengembangkan praktik kesehatan masyarakat terutama kesehatan reproduksi selama pandemi Covid-19, contohnya adalah strategi seorang pemimpin dalam pemilihan kontrasepsi bagi pasangan usia subur, pemilahan pelayanan kesehatan serta mengedukasi pendamping persalinan, pemantauan tumbuh kembang anak selama pandemi. Seperti kita tahu bahwa pandemi Covid-19 cukup berpengaruh terhadap kualitas hidup manusia dan terhadap kerentanan fisik serta kesehatan seseorang, khususnya terhadap ibu hamil, bayi dan balita, anak-anak serta para lansia.
Angka stunting prevalensinya sebesar 37,2%. Dalam skenarionya, perlu penurunan angka stunting pertahun sebesar 2%. Pada tahun 2024 harapannya sudah menurun sebesar 14%. Indonesia sendiri masih mengalami stunting. Berdasarkan data survey status gizi balita di Indonesia tahun 2019 menyebutkan, bahwa Indonesia angka stuntingnya sebesar 27,67%. Kendalanya di tahun 2020 adalah pandemi covid-19. Maka diperlukan upaya yang inovatif.
Stunting menjadi salah satu masalah kesehatan anak yang umum terjadi di daerah miskin dan berkembang termasuk Indonesia. Stunting adalah kondisi anak gagal tumbuh baik secara fisik/pendek maupun pikiran, yang mana biasanya terjadi di 1000 hari awal kehidupan (golden age) (suara.com). Kita mengira bahwa stunting hanya bertubuh pendek, tetapi lebih dari itu. Peran pemberian ASI dengan stunting sangatlah dibutuhkan selama 1000 hari pertama kehidupan. Peran tenaga kesehatan masyarakat sangat penting untuk mengedukasi kepada ibu menyusui agar memberikan ASI eksklusif.
Salah satu penyebab stunting adalah rendahnya nutrisi masa remaja, laktasi, infeksi pada ibu, ibu bertubuh pendek, atau juga kendala selama pandemi adalah imunisasi yang menurun karena menurunnya kontak pelayanan masyarakat dengan masyarakat itu sendiri, seperti posyandu sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan. Sehingga, cakupan imunisasi menurun sehingga juga berakibat pada stunting. Lima pilar percepatan penurunan stunting yang telah disepakati adalah:
- Komitmen pimpinan tertinggi yaitu Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota, Camat, Kepala Desa, Kepala Dusun, dan Kepala Rumah Tangga.
- Strategi perubahan perilaku yaitu perubahan perilaku pejabat, perubahan perilaku keluarga.
- Konvergensi K/L untuk mengeroyok percepatan penurunan stunting.
- Penjaminan ketersediaan pangan dan gizi untuk 1000 hari pertama kehidupan.
- Penguatan pemantauan dan evaluasi.
Dari 5 pilar ini, yang paling berpotensi untuk inovasi adalah pilar keempat yaitu penjaminan ketersediaan pangan dan gizi untuk 1000 hari pertama kehidupan. Misalnya saja ada ibu hamil diberikan inovasi. Deteksi dini seperti pemantauan tumbuh kembang secara rutin di pelayanan kesehatan penting, dalam mencegah terjadinya malnutrisi pada anak. Jika pemantauan kurang dan tidak cepat di deteksi melalui pengukuran, anak-anak bisa saja malnutrisi sehingga menjadi stunting. Inovasi dari tenaga kesehatan yaitu petugas kesehatan bisa memantau dengan cara mendatangi rumah-rumah warga selama pandemi, dengan mematuhi protokol kesehatan yang dibantu oleh kader-kader terlatih. Penutupan posyandu selama pandemi diharapkan bisa disiasati dengan menerapkan pola hidup bersih dan sehat selama di rumah. Ibu menyusui tetap memberikan ASI eksklusif kepada bayi, makanan sesuai dengan pedoman gizi, olahraga dan membiasakan mencuci tangan. Kuncinya adalah selama pandemi covid-19 tidak menjadi penghalang untuk memantau tumbuh kembang anak, imunisasi, pemberian gizi seimbang, serta sistem rujukan berjenjang.
Berdasarkan Permenkes Nomor 39 tahun 2016 tentang pedoman penyelenggaraan program Indonesia sehat dengan pendekatan keluarga, upaya yang dilakukan untuk menurunkan prevalensi stunting adalah:
- Pada ibu hamil dan bersalin, melakukan internalisasi 1000 HPK, ANC terpadu, persalinan di pelayanan kesehatan, program TKPM, IMD dan ASI eksklusif serta penyuluhan dan pelayanan KB.
- Pada balita, dilakukan pemantauan pertumbuhan balita, memberikan PMT, stimulasi dini terhadap perkembangan anak, Bina Keluarga Balita (BKB), dan memberikan pelayanan kesehatan yang optimal terutama imunisasi.
- Anak Usia Sekolah, dilakukannya revitalisasi UKS, pembinaan UKS, penyelenggaraan program Gizi anak di sekolah, serta memberlakukan sekolah sebagai kawasan bebas rokok dan narkoba, cegah stunting itu penting.
- Remaja, meningkatkan penyuluhan untuk PHBS, pola gizi seimbang, tidak merokok dan narkoba, serta memperkenalkan pendidikan kesehatan reproduksi remaja, Generasi Berencana (Genre), dan Pembinaan Bina Keluarga Remaja (BKR)
- Dewasa muda, penyuluhan/KIE dan pelayanan KB, Kesehatan Reproduksi, deteksi dini penyakit baik menular maupun tidak menular, PHBS, gizi seimbang, tidak merokok juga narkoba.