Hnews.id | Pandemi Covid-19 sampai dengan saat ini masih menjadi permasalahan yang belum usai. Berbagai dampak yang sudah di timbulkan. Mulai dari aspek ekonomi, sosial dan budaya masyarakat, juga mengalami perubahan. Mau tidak mau masyarakat dan pemerintah, berupaya lebih untuk dapat menekan lajunya kasus pandemi Covid-19 ini. Aspek lain efek dari pandemi ini ialah mengenai kesehatan mental. Terjadinya gangguan kesehatan mental, dapat terjadi kepada siapapun, dan di semua golongan jenis kelamin maupun usia.
Kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik, karena keduanya memiliki keterlibatan satu sama lainnya. Menurut WHO, kesehatan mental yaitu kondisi dimana disadari individu, yang di dalamnya terdapat kemampuan-kemampuan untuk mengelola stress kehidupan yang wajar, untuk bekerja produktif serta menghasilkan dan berperan di komunitasnya. Definisi ganguan jiwa atau mental illnes sendiri menurut para ahli yaitu keadaan seorang mengalami kesulitan mengenai persepsinya tentang kehidupan, hubungannya dengan orang lain dan sikapnya terhadap dirinya sendiri.
Ditemukan kasus kesehatan mental akibat Covid-19 dengan tiga masalah psikologis yaitu depresi, cemas dan trauma. Pada kasus ini ditemukan paling banyak perempuan dengan rentang usia 14 tahun dan maksimal 71 tahun. Penelitian permasalahan kesehatan mental akibat pandemi Covid-19 tahun 2020 yang dilakukan oleh sulis winurini, yang hasilnya dimana peringkat paling banyak yaitu depresi akibat covid-19. Gejala yang di timbulkan yaitu cemas, merasa khawatir terhadap sesuatu yang buruk dan akan terjadi, khawatir yang berlebihan dan mudah marah, dan kesulitan untuk bersikap rileks. Sementara gejala yang dialami ketika depresi yang sering muncul adalah ganguan tidur, kurang percaya diri, lelah, tidak bertenaga dan kehilangan minat. Tidak hanya itu gejala stres pascatrauma psikologis pun sering terjadi, dikarenakan mengalami atau menyaksikan peristiwa terkait Covid-19 yang tidak menyenangkan. Gejala yang sering terjadi pada stress pascatrauma yaitu merasa berjarak dan terpisah oleh orang lain, serta merasa terus menerus waspada dan sangat berhati-hati.
Faktor risiko kesehatan mental akibat Covid-19 ini dapat di telusuri. Pertama, ketakutan akan Covid-19 adalah faktor jarak dan isolasi sosial, yang kedua adalah resesi ekonomi akibat Covid-19, tidak di pungkiri mengakibatkan krisis ekonomi yang terjadi secara global dan dapat meningkatkan risiko bunuh diri terkait pengangguran dan tekanan ekonomi. Yang ketiga yaitu stress dan trauma pada tenaga kesehatan, yang keempat stigma dan diskriminasi.
Upaya pemerintah dalam memperkuat kebijakan kesehatan mental, sudah dikeluarkan melalui Keputusan Presiden RI No.7 tahun 2020, selanjutnya dilakukan upaya preventif. Pemerintah berupaya menanggulangi dampak pandemi Covid-19 dengan menyusun pedoman dukungan kesehatan jiwa dan psikososial. Peran lintas profesi, mulai dari Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sampai dengan level Puskesmas menjadikan peran Desa Siaga sebagai strategi pencegahan masalah kesehatan mental di masyarakat. Masalah kesehatan mental sangat berkaitan dengan hilangnya produktivitas masyarakat dan juga pengendalian Pandemi Covid-19. Menurut penulis, jika pemerintah tidak memberikan porsi yang sama pada kesehatan mental, khususnya dalam integrasi implementasi kebijakan terkait penanggulangan Pandemi Covid-19, maka potensi kerugian pasca pandemi akan semakin besar. Pemerintah harus mengintegrasikan layanan kesehatan mental ke dalam layanan berbasis masyarakat, sebagai cara untuk memastikan cakupan universal layanan kesehatan mental. Selain itu menurut penulis, bahwa perlu pula upaya prefentif dari diri sendiri untuk upaya menjaga kesehatan mental dalam masa pandemi Covid-19, antara lain; yaitu melakukan aktifitas fisik, mengkosumsi makanan bergizi, menghentikan kebiasaan merokok, membuat rutinitas sendiri dimana disarankan untuk melakukan aktifitas hobi, bijak dalam menerima informasi, menjaga komunikasi dengan keluarga dan orang yang di cintai (Masyah,2020).