Hnews.id | Limbah masker akan semakin meningkat, seiring bertambahnya jumlah kasus Covid-19, tentunya akan dapat menjadi vektor penyebaran virus. Oleh sebab itu pembuangan limbah infeksius ini tidak bisa dilakukan sembarangan atau digabungkan dengan sampah rumah tangga lainnya. Secara umum perkiraan Asia Development Bank (ADB) mengenai limbah medis, termasuk sarung tangan, baju APD, masker, dan kantong infus, bahwa dalam 60 hari setelah pandemi, Jakarta menghasilkan tambahan sekitar 12.720 ton limbah medis. Selain itu masalah lain yang muncul terkait pembuangan dan pengolahan yang berantakan, baik sampah masker sisa warga ataupun limbah medis dari Rumah Sakit. Yang berbahaya yaitu risiko sampah infeksius pada lingkungan. Tidak hanya pembuangan limbah medis yang wajib sesuai prosedur, namun untuk limbah rumah tangga juga disarankan terlebih dahulu ditangani sebelum membuangnya. Terutama sampah masker, seharusnya dilakukan dengan metode pisahkan sampah masker dari sampah rumah tangga yang lain. Kemudian masukkan limbah masker ke dalam wadah, diamkan selama 6 hari, lalu buang bersama sampah rumah tangga lainnya. Dengan begitu, risiko infeksi limbah masker bisa diminimalisir.
Badan Kesehatan Dunia (WHO), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Pemerintah Daerah dan institusi-institusi kesehatan dunia sudah mengeluarkan pedoman serta protokol penanganan Alat Pelindung Diri (tercantum masker kedokteran serta non-medis) sampai penanganan akhir setelah masa pakai.
Berikut empat cara mengelola limbah masker di fasilitas pelayanan kesehatan (Puskesmas dan Rumah Sakit) dan masyarakat :
1. Potong-potong lalu buang
Pertama lipat masker menjadi 2 bagian (sisi dalam masker tetap berada di bagian dalam) lalu gulung dan ikat dengan tali pengait masker, robek atau gunting masker menjadi 2 bagian kemudian bungkus dengan tisu atau kertas. Kumpulkan sampah masker dalam satu kantung, lalu ikat serta jangan satukan dengan sampah rumah tangga. Lalu buang sampah masker ke tempat khusus yang disediakan di ruang publik. Cara masker dipotong-potong atau dirusak terlebih dahulu sebelum dibuang dapat mencegah penyalahgunaan, seperti dijual kembali.
2. Tempat Penampungan Sementara (TPS)
WHO dan badan kesehatan publik di Inggris (Public Health England) menganjurkan memasukkan limbah APD disaat Covid-19 ke dalam kantung plastik kuning 2 lapis serta ditampung selama 72 jam di tempat sementara, sebelum dibuang ke fasilitas pengolahan akhir.
3. Metode Penguapan atau Autoklaf
Metode ini berperan sebagai pengganti metode pembakaran untuk menghindari lepasan persistent organic pollutants (POPs) ataupun senyawa organik yang bersifat toksin, serta bertahan lama di lingkungan. Metode autoklaf memperlakukan limbah medis jadi steril dengan metode memanfaatkan uap panas, dicacah, serta akhirnya dibuang ke TPA. Menggunakan autoklaf yang dilengkapi dengan mesin pencacah sebelum bawa limbah ke TPA bersama sampah yang lain. Limbah hendaknya jangan terbakar, sebab akan menjadi limbah Bahan Bebahaya dan Beracun (limbah B3). Jika ditangani dengan uap panas, maka limbah akan berubah menjadi limbah domestik yang steril.
4. Pembakaran atau insinerasi
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sudah merekomendasikan, membakar sampah menggunakan tungku bakar dengan suhu di atas 800°C untuk menjamin segala virus tidak mencemari lingkungan. Untuk limbah medis dari Covid-19, tidak perlu melewati proses pembakaran, karena virus Covid-19 dapat mati pada temperatur 100 derajat Celsius, dan setelah berada di permukaan keras seperti plastik dan kertas selama 72 jam. Tetapi seperti kita tahu bersama, sebagian besar Rumah Sakit di Indonesia terletak di tengah-tengah kawasan permukiman. Tidak hanya itu, dari kurang lebih 2.889 Rumah Sakit di Indonesia, hanya 82 Rumah sakit yang mempunyai izin incinerator serta hanya 63 unit incinerator yang berperan.
Jadi berdasarkan penjelasan di atas, penulis berkesimpulan bahwa metode yang paling efektif adalah metode penguapan. Metode pembakaran harus dihindari karena berdampak negatif terhadap lingkungan. Sementara itu, penggunaan APD sekali pakai saat terjadi pandemi, hanya akan menambah beban pembuangan limbah medis. Dengan menggunakan masker kain kita dapat membantu mengurangi limbah masker sekali pakai.