Hnews.id | Kekurangan gizi kronis pada kehidupan awal (kandungan) akan merugikan masa depan, termasuk keterampilan kognitif yang lebih buruk, pendapatan yang rendah dan lebih tinggi kemungkinannya untuk hidup dalam kemiskinan (Hoddinott, 2013). Kondisi demikian berakibat si anak kemungkinan besar menjadi stunting. Stunting dianggap sebagai masalah yang serius bagi bangsa Indonesia. Dampak dari anak stunting bersifat jangka panjang, termasuk peningkatan morbiditas dan moralitas, perkembangannya yang buruk membuat dirinya rentan akan infeksi dan penyakit di masa dewasa, berkurangnya produktivitas dan kemampuan ekonomi (Steward et.al, 2013). Selain membawa dampak pada kesehatan seorang anak dengan stunting, tetapi membawa dampak dari segi kehidupan berupa keberlangsungan hidupnya di tengah masyarakat.
Data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik periode tahun 2018-2019 mengenai Indeks Khusus Penanganan Stunting (IKPS), dalam indeks tersebut mengalami kenaikan sebesar 2,16 poin dari tahun 2018 ke 2019. Sebelumnya di tahun 2018 nilai IKPS sebesar 63,92 maka di tahun 2019 angkanya mencapai 66,08. Dari data dalam 5 tahun terakhir ini stunting sendiri mengalami penurunan. Sesuai data Riskesdas, pada tahun 2013 angka stunting berada di 37,2 persen, kemudian menurun pada tahun 2018 menjadi 30,8 persen. Pemerintah sendiri menargetkan angka stunting turun menjadi 14 persen pada tahun 2024. Dalam mewujudkan hal tersebut pemerintah mengeluarkan program-progam untuk menekan laju stunting serta edukasi di tengah masyarakat mengenai hal tersebut untuk itu perlu peran dari berbagai pihak.
Dilansir dalam kumparan, WHO (World Health Organization) mendefinisikan stunting sebagai gangguan tumbuh kembang yang dialami seorang anak akibat gizi buruk, infeksi berulang, dan stimulasi psikososial yang tidak memadai. WHO juga menyebutkan bahwa anak yang terkena stunting memiliki tinggi badan di bawah median atau standar pertumbuhan anak (kerdil). Stunting membawa banyak dampak, baik dari segi kesehatan hingga segi kehidupan. Stunting dapat menyebabkan menurunnya kualitas sumber daya manusia di suatu negara. Stunting kebanyakan disebabkan oleh gizi yang buruk.
Masyarakat luas masih menganggap stunting ialah permasalahan yang timbul akibat dari faktor genetik atau keturunan, maka dari itu sebagian masyarakat masih mengabaikan gangguan tersebut, yang mana faktor tersebut hanyalah sebagian kecil yang berpengaruh dibandingkan dengan faktor lingkungan yang terdiri dari ekonomi, politik, sosial dan budaya, faktor perilaku, dan faktor pelayanan kesehatan. Sehingga dapat diartikan bahwa sebenarnya stunting dapat kita cegah.
Menurut penulis dari berbagai sumber dan referensi, ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam upaya pencegahan stunting diantaranya, pola makan, pola asuh, perbaikan sanitasi, dan akses air bersih. Dari sisi pola makan, dimana gizi dari setiap makanan harus diperhatikan, beragamnya makanan yang disediakan seperti 4 sehat dan 5 sempurna terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, buah dan sayur, serta susu sebagai pelengkap. Pola asuh yaitu perilaku lingkungan yang harus berpengaruh baik bagi anak, terutama orang tua dalam pemberian makan bagi bayi serta balita. Serta pentingnya pelayanan kesehatan yang harus memadai guna melihat situasi dan kondisi kebersihan lingkungan, terutama akses sanitasi dan kebutuhan air bersih.
Dapat penulis tambahkan, menurunkan angka stunting di Indonesia hingga 0%, tentunya bukan hal yang mudah tanpa adanya bantuan dari segala pihak dan segala aspek penunjang. Oleh sebab itu, stunting harus dicegah sejak dini, karena anak-anak merupakan cikal bakal majunya suatu bangsa di masa mendatang.