Hnews.id | Kita ini harus berdialog, dalam merumuskan “batas”. Batasan mana yang boleh dan pantas, mana yang tidak boleh dan tidak pantas.
Demikian disampaikan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil melalui akun media sosial Instagram pribadinya, Selasa (1/9/2021).
Di dunia digital pun, kata Emil sapaan Ridwan Kamil, tidak semua dari kita paham, mana itu “kritik” argumentatif mana itu “buli/hinaan”.
“Orang berjiwa besar bicarakan gagasan, orang berjiwa kerdil bicarakan/gosipkan orang,” ujar Emil.
Menurut Emil, seperti berlalulintas kita pun dibatasi di lampu setopan, kebebasan ekspresi pun dibatasi, oleh nilai “kesepakatan budaya dan kearifan lokal”. Emil menyebut itulah kenapa isu “mural kritik” kelihatannya hari ini masih berada di ruang abu-abu.
Jika belum ada kesepahaman, menurut Emil maka tafsir boleh/tidak boleh akan selalu menyertai perjalanan dialektika “ ini kritik atau hinaan” dalam perjalanan demokrasi bangsa ini.
“Dalam perspektif saya, Mural adalah seni ruang publik yang “temporer”. Ada umurnya,” ungkap Emil.
Emil menuturkan, pelaku mural juga harus paham dan jangan baper, jika karyanya suatu hari akan hilang. Apalagi tanpa ijin pemilik tembok. Bisa pudar tersapu hujan, dihapus aparat ataupun hilang ditimpa pemural lainnya.
“Mari berdialog,” demikian tutup Emil. [ary]