Hnews.id | Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) menjadi masalah di seluruh dunia. Penyakit ini menjadi tantangan bagi tenaga kesehatan yang banyak dialami oleh masyarakat pada saat ini. Penyakit ini sangat penting dan merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas kronis di seluruh dunia. World Health Organization (WHO) menganggap PPOK sebagai penyebab utama kematiaan ketiga di dunia pada tahun 2030. Lebih dari 3 juta orang meninggal karena Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK), pada tahun 2012 PPOK menyumbang 6% dari semua kematian di seluruh dunia.
Dipsneu adalah kesulitan bernafas atau sesak nafas, kesulitan bernafas ini terlihat dengan adanya kontraksi dari otot-otot pernafasan bertambah. Perubahan ini biasanya terjadi dengan lambat, akan pula terjadi dengan cepat. Dispnea adalah suatu kondisi yang menggambarkan sensasi sesak napas, ditandai dengan aliran udara terhambat, atau dispnea dan sesak dada, biasanya terkait dengan penyakit jantung atau pernapasan.
Pured lip brething adalah teknik fisioterapi sekunder yang digunakan untuk pasien dengan PPOK, yaitu penekanan pada saat ekspirasi bertujuan dalam memudahkan pengeluaran udara air trapping atau udara yang terjebak oleh saluran nafas, pursed lip breathing dapat menghambat udara keluar dengan menggunakan kedua bibir sehingga menyebabkan tekanan dalam rongga mulut menjadi lebih positif. Slow Deep Breathing adalah teknik pernapasan dengan laju pernapasan lebih rendah dari 10 napas per menit. Ini adalah fase inhalasi yang panjang. Slow Deep Breathing adalah tindakan sadar untuk mengatur pernapasan dalam dan lambat. Slow Deep Breathing lebih fokus mengajarkan cara bernapas yang benar sehingga dapat menurunkan gejala pada PPOK, sehingga PPOK dapat terkontrol. Selain itu slow deep breathing dapat dilakukan secara mandiri oleh penderita sehingga dapat diimplementasikan sebagai salah satu terapi komplementer yang bertujuan untuk mengontrol dipsneu khususnya pada penderita, slow deep breathing exercise meningkatkan asupan oksigen, volume tidal dan efisiensi ventilasi, meningkatkan kapasitas vital, dan mempengaruhi saturasi oksigen.
Fenomena yang terjadi di rumah sakit tempat dilakukannya penelitian menunjukan bahwa, ppok masuk dalam 10 besar penyakit terbanyak, menduduki peringkat ke enam penyakit yang terbanyak yaitu sebesar 838 kunjungan pertahun. Rata-rata penderita di rawat dengan keluhan dipsneu atau sesak.
Metode
Penelitian ini menggunakan metode penelitian eksperimen semu (quasy-eksperimental) dengan rancangan pre and post control group design yaitu rancangan yang berupaya untuk mengungkapkan hubungan sebab-akibat dengan cara melibatkan kelompok kontrol disamping kelompok perlakuan. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain one group pretest posttest design. Populasi dalam penelitian ini adalah 214 orang. Pada penelitian ini menggunakan sampel minimal menjadi 18 sampel tiap kelompok penelitian, 18 dijadikan kelompok perlakuan atau intervensi dan 18 dijadikan kelompok kontrol atau tidak diberikan intervensi, Jadi jumlah total sampel pada penelitian ini adalah 36 responden.
Gambaran tingkat dipsneu pasien ppok sesudah diberikan terapi Pursed Lip Breathing exercise
Hasil penelitian menunjukan bahwa tingkat dipsneu sesudah diberikan terapi pursed lip breathing exercise dengan jumlah 18 responden yaitu tingkat dipsneu pasien PPOK yang di rawat di rumah sakit berada pada skala 0 tidak ada sesak sebanyak 10 responden, skala 1 ringan sebanyak 7 responden, dan skala 2 sedang sebanyak 1 responden. Jadi tingkat dipsneu sesudah di berikan PLB skala 0 tidak ada sesak lebih banyak yaitu 55,6% dari pada tingkat dipsneu dengan skala 1 ringan 38,9% maupun skala 2 sedang 5,6%. Efektifitas pola pernapasan pada PPOK disebabkan karena peningkatan ruang rugi dan menimbulkan hiperkapnia yang akan meningkatkan pola pernafasan sehingga sehingga merasakan sensai dipsneu.
Gambaran tingkat dipsneu pasien ppok sesudah diberikan terapi slow deep breathing exercise
Hasil penelitian menunjukan bahwa Tingkat Dipsneu sesudah diberikan terapi slow deep breathing exercise dengan jumlah 18 responden yaitu Tingkat Dipsneu pasien yang di rawat di rumah sakit berada pada skala 0 tidak ada sesak sebanyak 3 responden, skala 1 ringan sebanyak 6 responden, skala 2 sedang sebanyak 6 responden, dan skla 3 berat 3 responden. Jadi tingkat dipsneu sesudah di berikan SDB skala 0 tidak ada sesak dan skala 3 berat sama lebih sedikit yaitu 16,7% di bandingkan skala 1 ringan dan skala 2 sedang sama banyaknya yaitu 33,3%.
Perbedaan Tingkat dipsneu pasien ppok yang dirawat dirumah sakit sebelum dan sesudah diberikan Pursed Lip Breathing
Hasil pada penelitian ini di temukan bahwa ingin mengetahui perbedaan tingkat dipsneu pasien PPOK sebelum dan sesudah pemberian terapi Pursed Lip Breathing exercise terhadap Tingkat Dipsneu pada pasien PPOK dari 18 responden. Hasil analisis dilakukan intevensi di uji statistik menggunakan uji wilcoxon karena data tidak berdistribusi normal dengan tingkat kemaknaan 95% (α<0,05). Hasil tabel diatas menunjukan nilai signifikan (2-tailed) untuk Pursed Lip Breathing exercise adalah 0,000 karena (p< 0,05), yang berarti ada perbedaan tingkat dipsneu sebelum dan sesudah diberikan terapi Pursed Lip Breathing exercise.
Perbedaan tingkat dipsneu pasien ppok yang dirawat dirumah sakit sebelum dan sesudah diberikan slow deep breathing execise.
Hasil pada penelitian ini di temukan bahwa ingin mengetahui perbedaan Tingkat Dipsneu sebelum dan sesudah pemberian Slow deep Breathing exercise terhadap tingkat dipsneu pada pasien ppok dari 18 responden. Hasil analisis dilakukan intevensi di uji statistik menggunakan uji wilcoxon karena data tidak berdistribusi normal dengan tingkat kemaknaan 95% (α<0,05). Hasil tabel diatas menunjukan nilai signifikan (2-tailed) untuk Slow Deep Breathing exercise adalah 0,002 karena (p< 0,05) yang berarti ada perbedaan Tingkat Dipsneu sebelum dan sesudah diberikan terapi Slow Deep Breathing exercise.
Efektivitas perbedaan Tingkat Dipsneu pasien ppok yang di rawat di rumah sakit sesudah dilakukan Pursed Lip Breathing exercise dan Slow deep Breathing execise
Hasil penelitian menunjukan bahwa di dapatkan hasil 0.002 itu artinya 0.002 < dari nilai ρ = 0.05. Maka dari itu setelah kedua intervensi diberikan yaitu Pursed Lip Breathing exercise dan Slow deep Breathing execise terdapat perbedaan tingkat dipsneu pada pasien PPOK. Jadi efektivitas pursed lip breathing exercise lebih berpengaruh dari pada slow deep breathing exercise untuk menurunkan tingkat dipsneu pada pasien PPOK yang di rawat di rumah sakit.
Kesimpulan
Setelah dilakukan intervensi pursed lip breathing execis dan slow deep breathing exercise ada efektivitas terhadap penurunan tingkat dipsneu pada penyakit paru obstruktif kronik yang di rawat di rumah sakit.