Rokok VS Rokok Elektrik

Gb.Direktorat P2PTM Kemenkes RI/2021

Hnews.id | Merokok merupakan suatu budaya dan kebiasaan yang sudah menyebar secara global, termasuk di Indonesia. Fenomena kebiasaan merokok dapat terjadi lintas profesi, lintas usia, lintas gender, lintas suku, maupun lintas agama. Indonesia juga merupakan salah satu negara penghasil tembakau terbesar di dunia. Maka tidak heran jika Indonesia berada di posisi ketiga dengan jumlah perokok terbesar di dunia. Di Indonesia mempunyai stigma jika merokok maka akan terlihat lebih gentle dan keren, maka dari itu banyak remaja di Indonesia yang merasa penasaran ingin mencoba rokok. Dari rasa penasaran tersebut, tidak sedikit remaja yang meneruskan kebiasaan merokok. Hal ini dibuktikan dengan data hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, bahwa prevalensi merokok penduduk usia lebih dari 10 tahun masih tinggi yaitu 28,8%. Sedangkan prevalensi merokok pada populasi usia 10-18 tahun di tahun 2018 adalah 9,1%, hasil ini berada diatas target RPJMN 2019 yaitu 5,4%.

Rokok merupakan hasil olahan tembakau dari tanaman Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica, dan spesies sejenis lainnya. Tanaman tersebut mengandung nikotin dan tar. Nikotin merupakan zat atau senyawa pyrrolidine, sedangkan tar merupakan kondensat asap yang dihasilkan saat pembakaran rokok setelah dikurangi nikotin dan air, tar bersifat karsinogenik. Bahan-bahan ini merupakan zat adiktif yang menyebabkan adiksi atau ketergantungan, serta dapat membahayakan kesehatan. Menurut WHO, penyakit yang ditimbulkan oleh segala bentuk olahan tembakau (salah satunya rokok) adalah penyakit kardiovaskular (seperti stroke, serangan jantung), penyakit mulut (seperti kanker mulut), kanker tenggorokan, dan bahkan kematian janin. Sedangkan penyakit yang akan muncul akibat asap rokok adalah penyakit pernafasan seperti asma, TBC, penurunan fungsi paru, kanker paru, menurunnya tingkat kesuburan dan sistem kekebalan tubuh, gangguan pencernaan, serta gangguan kesehatan lainnya.

Peringatan kesehatan sudah tercantum pada kemasan rokok, bahkan ada pula merek rokok yang mencantumkan ilustrasi kanker tenggorokan pada kemasannya. Hal ini sesuai dengan instruksi yang tercantum pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 tahun 2013 tentang Pencantuman Peringatan Kesehatan dan Informasi Kesehatan pada Kemasan Produk Tembakau. Namun hal ini tidak membuat masyarakat berhenti dan takut untuk merokok. Peringatan tersebut seolah olah dianggap hanya pemanis pada kemasan rokok. Padahal bahaya merokok tidak hanya dirasakan oleh perokok aktif, namun perokok pasif yang menghirup asap rokok pun merasakan dampak gangguan kesehatan yang lebih besar dari perokok aktif. Penelitian menunjukkan bahwa perokok aktif hanya menghirup 25% zat berbahaya dari asap rokok, sedangkan perokok pasif menghirup 75% zat berbahaya dari rokok. Maka dari itu merokok merupakan kebiasaan yang membahayakan dan merugikan. Apalagi di masa pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, perokok yang terkonfirmasi positif Covid-19 cenderung lebih buruk kondisinya dikarenakan melemahnya fungsi paru-paru mereka.

Jenis-jenis rokok di Indonesia beragam, mulai dari rokok tradisional hingga rokok modern. Jenis tersebut dikatagorikan sesuai bahan pembungkus, bahan baku, proses, sampai pemakaian filter. Salah satu jenis rokok modern yang sering digunakan adalah rokok elektrik atau biasa disebut vaporizer. Di dalam rokok elektrik terdapat cairan penambah rasa yang biasa disebut e-liquid. Banyak orang menganggap bahwa rokok elektrik merupakan salah satu alternatif cara merokok yang rendah resiko gangguan kesehatan, dikarenakan rokok elektrik diklaim dapat meminimalisir senyawa nikotin. Namun beberapa penelitian menyatakan bahwa rokok elektrik juga dapat menyebabkan gangguan saluran pernapasan seperti infeksi paru ataupun bronchitis.

Sekarang ini mudah sekali untuk mendapatkan alat rokok elektrik berikut e-liquid, karena bisa diperjualbelikan secara offline dan online. Sudah banyak juga terdapat toko yang khusus menjual aneka rokok elektrik beserta e-liquid. Faktor lain yang membuat rokok elektrik digemari adalah karena e-liquid memiliki berbagai macam varian rasa. Rasa yang ditawarkan seperti mangga, vanilla, stroberi, anggur, cheese cake, bubble gum, pisang, dan masih banyak lagi. Sensasi rasa ini membuat perokok semakin merasa “enak” untuk menggunakan rokok elektrik. Namun bahan kimia yang terdapat didalam penambah rasa pada e-liquid tidak aman untuk dihisap. Partikel pada aerosol rokok elektrik cenderung lebih kecil, sehingga lebih mudah masuk ke paru-paru dan dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Bahaya tentang penggunaan rokok elektrik sudah banyak terdapat dalam leaflet yang dikeluarkan oleh Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Rokok dan rokok elektrik sama-sama berbahaya untuk kesehatan. Bahaya tidak hanya dirasakan oleh perokok, namun dirasakan juga oleh orang yang berada disekitarnya. Tidak dibenarkan jika rokok elektrik memiliki resiko yang lebih rendah. Efek penggunaannya kemungkinan belum terlihat di masa sekarang, namun akan terlihat dikemudian hari.

Related posts