Hnews.id | Angka stunting di Indonesia masih cukup tinggi, apalagi ditambah lonjakan kasus pandemi Covid-19, yang menjadikan perekonomian bangsa Indonesia semakin terpuruk, dan penanggulangan hambatan kesehatan seperti stunting menjadi semakin terbebani di tengah pandemi. Sebelum kita masuk ke pembahasan, mari kita ketahui tentang stunting terlebih dahulu. Stunting (kerdil) yaitu suatu kondisi kekurangan gizi kronis karena defisiensi zat gizi makro dan mikro. Pada kasus stunting, tinggi badan balita lebih pendek dari usianya. Anak yang menderita stunting akan lebih mudah terkena penyakit dan ketika dewasa berisiko untuk mengidap penyakit degeneratif. Dampak stunting tidak hanya pada segi kesehatan tetapi juga mempengaruhi tingkat kecerdasan anak. Anak yang mengalami stunting mempunyai Intelligence Quotient (IQ) lebih rendah dibandingkan rata-rata IQ anak normal.
Penyebab stunting adalah rendahnya asupan gizi pada 1.000 hari pertama kehidupan, yaitu pada saat janin hingga bayi berumur 2 tahun. Selain permasalahan tersebut buruknya fasilitas sanitasi di permukiman, minimnya akses air bersih, dan kurangnya kebersihan lingkungan menjadi pemicu penyebab stunting. Kondisi kebersihan lingkungan yang kurang terawat menyebabkan tubuh harus secara ekstra melawan sumber penyakit sehingga menghambat penyerapan gizi.
Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan sudah menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 29 Tahun 2019 tentang Penanggulangan Masalah Gizi bagi Anak Akibat Penyakit. Dalam peraturan tersebut diterangkan tentang pemberian Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus (PKMK) untuk anak Gagal Tumbuh, Gizi Kurang, dan Gizi Buruk oleh dokter anak berupa oral nutrition suplement dengan kandungan energi lebih besar dari 0,9 kkal/mL. Namun kenyataannya Permenkes No. 29 ini belum terlaksana secara optimal karena Petunjuk Teknis dari Permenkes ini belum kunjung selesai.
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio merasa khawatir karena jika petunjuk teknis atas Permenkes No. 29 tahun 2019 tidak kunjung selesai maka akan mempengaruhi penanganan anak yang diindikasikan gagal tumbuh. Hal tersebut menjadi indikasi awal sebelum terjadinya stunting pada anak. Agus berharap Kementerian Kesehatan dalam hal ini Dirjen Kesehatan Masyarakat bisa mengeluarkan Petunjuk Teknis (Juknis) atas Permenkes No. 29 tahun 2019.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes), Slamet pada Rapat Koordinasi Teknis (Rakornis) Tingkat Pusat Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2020 memberikan arahan untuk mendukung proyek prioritas penanggulangan stunting. Ada 7 kegiatan prioritas Kementrian Kesehatan di tahun 2021, yakni: Pertama, penguatan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Kedua, peningkatan kesehatan ibu anak yang difokuskan pada penurunan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Ketiga, percepatan perbaikan gizi masyarakat termasuk pencegahan stunting. Keempat, peningkatan pengendalian penyakit termasuk TB dan Covid-19 serta penguatan health security dalam penanganan pandemik. Kelima, penguatan gerakan masyarakat hidup sehat (Germas). Keenam, peningkatan sistem kesehatan nasional termasuk akses pelayanan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan serta obat dan alat kesehatan. Ketujuh, kemudian penanganan dan pengurangan risiko krisis kesehatan.
Slamet juga menekankan untuk dapat melaksanakan 5 pilar percepatan penurunan stunting. Pertama Peningkatan komitmen dan visi kepemimpinan di kementerian/lembaga, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota dan pemerintah desa. Kedua Peningkatan komunikasi perubahan perilaku dan pemberdayaan masyarakat. Ketiga Peningkatan konvergensi intervensi spesifik dan intervensi sensitif di kementerian/lembaga, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota dan pemerintah desa. Keempat Peningkatan ketahanan pangan dan gizi pada tingkat individu, keluarga, dan masyarakat. Kelima Penguatan dan pengembangan sistem, data, informasi, riset, dan inovasi.
Tentunya percepatan penurunan stunting yang dilakukan oleh pemerintah tidak bisa dicapai tanpa adanya bantuan dari masyarakat khususnya peran orang tua. Ayah dan bunda juga bisa turut membantu dengan melakukan:
Memenuhi kebutuhan gizi sejak hamil
Ibu yang sedang hamil disarankan untuk selalu mengonsumsi makanan sehat nan bergizi maupun suplemen makanan atas anjuran dokter. Makanan harus mengandung 4 sehat 5 sempurna. Selain itu, perempuan yang sedang menjalani proses kehamilan juga sebaiknya rutin memeriksakan kesehatan kandungannya ke dokter atau bidan.
Pemberian ASI Eksklusif sejak dilahirkan sampai dengan bayi berusia 6 bulan
Menurut Veronika Scherbaum, ahli nutrisi dari Universitas Hohenheim, Jerman, menyatakan ASI berpotensi mengurangi peluang stunting pada anak berkat kandungan gizi makro dan mikro. Whey protein dan kolostrum yang terdapat pada susu ibu pun dinilai mampu meningkatkan sistem kekebalan tubuh bayi.
Dampingi ASI Eksklusif dengan MPASI sehat
Setelah bayi berusia 6 bulan, walaupun ketentuannya masih harus menyusui sampai usia 2 tahun, bayi memerlukan makanan pendamping agar pemenuhan gizi makro dan mikro untuk tumbuh dapat terpenuhi.
Memantau tumbuh kembang anak
Orangtua perlu memperhatikan tren pertumbuhan anak (kenaikan berat badan atau pertambahan tinggi sesuai buku KIA), apabila tren pertumbuhannya cenderung menurun makan orang tua harus segera menghubungi petugas kesehatan.
Selalu menjaga kebersihan lingkungan
Seperti yang kita ketahui, anak-anak sangat rentan terhadap serangan penyakit, terutama jika lingkungan sekitar mereka kotor. Faktor kebersihan lingkunan ini secara tak langsung meningkatkan peluang stunting.
Dengan adanya program percepatan penurunan stunting yang dikeluarkan pemerintah dapat menurunkan angka stunting pada anak. Diharapkan orang tua dapat berperan dalam mengatur gizi sang anak pada masa pertumbuhannya. Oleh karena itu peranan antara pemerintah dengan peran orang tua diharapkan bangsa Indonesia bisa menekan angka stunting, agar nantinya Indonesia bisa mewujudkan anak-anak yang sehat.