Hnews.id | Seks bebas sudah tidak asing lagi bagi sebagian anak remaja, Pergaulan bebas dikalangan remaja sudah marak terjadi, ini merupakan masalah yang sudah lama belum teratasi sepenuhnya oleh masyarakat dan pemerintah indonesia. Riset yang dilakukan oleh Durex Indonesia tentang kesehatan reproduksi dan seksual menunjukan 84 persen remaja berusia 12-17 tahun belum mendapatkan edukasi seks. Menurut riset tersebut, edukasi seksual diperkenalkan sejak anak berusia 14 -18 tahun, padahal para ahli menyebut, edukasi seks tidak perlu menunggu anak masuk usia pubertas dan bisa dilakukan dari sejak dini.
Masalah tersebut terjadi karena Kesehatan seksual masih dianggap tabu oleh sebagian masyarakat indonesia. kurangnya edukasi dari para orang tua, menjadikan anak memiliki rasa penasaran tentang seksualisme dan takut untuk bertanya kepada orang tuanya, dan pengetahuan anak remaja di sekolah hanya sebatas “kesehatan reproduksi” bukan tentang “seksualisme”, hal tersebut merupakan salah satu faktor utama yang menyebabkan sebagian remaja Indonesia melakukan sex bebas dan meningkatnya kasus kejahatan seksual. akibatnya, anak remaja saat ini semakin rentan dengan masalah kesehatan seksual dan reproduksi seperti pelecehan seksual, kehamilan remaja, menjadi ibu pada usia dini, aborsi tidak aman, infeksi menular seksual (IMS), HIV/AIDS dan HPV, yang dapat menyebabkan kanker serviks atau kanker rahim,sehingga sangat diperlukan tindakan untuk menanggulangi masalah tersebut. Sehingga pada tahun 2015, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (komnas HAM) menilai Pemerintah harus memberikan Pendidikan seks pada anak sebagai upaya pencegahan kekerasan sosial. Wakil Ketua Komnas HAM Siti Noor Laila berpendapat pendidikan seks bagi anak penting agar anak mengenal tubuh dan fungsinya. Pendidikan Seks juga dinilai penting agar anak tahu mana sentuhan yang wajar dan yang melecehkan. “Jangan disalah artikan pendidikan seks berarti mengajarkan anak melakukan hubungan seks. Pendidikan seks sangat penting diberikan sejak usia dini.” Kata laila saat konferesi pers di komnas HAM, Jakarta, Senin (15/2).
Selain itu, terdapat undang-undang yang mendukung dan memperkuat harus dilakukannya edukasi seksual pada anak, yaitu UU nomor 36 Tahun 2009 Pasal 136-137 tentang kesehatan remaja. Dengan adanya pendidikan seksual itu, anak-anak dan remaja mendapatkan informasi, pengetahuan, dan skill.
Beberapa tahapan sederhana yang bisa dialkukan baik oleh para orang tua maupun calon orang tua memberikan edukasi seks pada anak:
Pada usia 1-2 tahun
Pada usia ini, orang tua disarankan agar mengajarkan bagian organ tubuh termasuk organ intim.
Pada usia 3-5 tahun
Pada usia ini pengenalan organ-organ provasi terhadap organ intip anak sangat penting terutama untuk menghindari pelecehan seksual pada anak. Mengajari ada bagian- bagian yang tidak boleh disentuh oleh orang lain selain orang tua dan mengajarkan fungsi-fungsi organ.
Usia 5-8 tahun
Anak- anak usia ini sudah mulai bersosialisasi dengan teman sebaya dan sudah bisa membedakan antara laki-laki dan perempuan.
Usia 8-12 tahun
Usia ini merupakana usia menjelang pubertas, maka sangat penting bagi orang tua untuk menjelaskan soal pubertas dan perubahan-perubahan yang akan dialaminya oleh sang anak.
Usia remaja
Usia diatas 12 tahun sangat penting, orang tua harus bisa memberi informasi dua arah. Peran orang tua paling krusial adalah menjadi teman bagi anak, jika sudah dibina dan menjadi informasi yang kredibel soal edukasi seks, diharapkan tidak ada lagi penghakiman pada sang anak.
Jadi, dengan adanya kebijakan Komnas HAM dan UU nomor 36 tahun 2009 Pasal 136-137 tentang kesehatan remaja, yang keduanya menyarankan agar dilakukannya edukasi seksual pada anak usia dini, baik oleh orang tua dan guru diharapkan dapat mengurangi kasus kejahatan seksual dan masalah kesehatan seksual remaja.
Demikian pentingnya edukasi seksual pada anak. Semoga setelah mebaca artikel ini, kita sebagai orang tua ataupun calon orang tua dapat melakukan edukasi seksual pada anak.