Hnews.id | Gizi buruk atau malnutrisi adalah penyakit serius yang terjadi ketika asupan makanan seseorang tidak sesuai dengan zat gizi yang dibutuhkan. Anda mungkin mendapatkan terlalu sedikit atau terlalu banyak nutrisi. Kondisi ini dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, seperti stunting, penyakit mata, diabetes, dan penyakit jantung. Gejala malnutrisi mungkin termasuk kelelahan, pusing, dan penurunan berat badan. Malnutrisi juga bisa tanpa gejala.
Indonesia masih menjadi salah satu negara yang masalah gizi buruknya masih tergolong serius, dan masalah gizi buruk di Indonesia masih menjadi tantangan untuk membangun generasi yang berkualitas. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa prevalensi gizi kurang dan kurang gizi pada balita di Indonesia mencapai 17,7%, sedangkan stunting mencapai 30,8%. Kekurangan gizi pada anak dan balita dapat menyebabkan kematian dan penyakit menular, serta mempengaruhi perkembangan intelektual, produktivitas dan pertumbuhan anak. Hal ini akan berdampak pada kualitas sumber daya manusia di masa yang akan datang. Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan berusaha melaksanakan rencana untuk mengatasi masalah gizi buruk di Indonesia.
Gizi buruk dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti masalah ekonomi, kondisi sosial, tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat. Kemajuan ekonomi suatu daerah tidak berdampak nyata terhadap tingkat kesejahteraan. Dampak dari keterpurukan ekonomi sangat mempengaruhi sikap orang tua dalam memenuhi kebutuhan gizi anaknya, banyak orang tua yang kesulitan karena pendapatan kerja yang tidak mencukupi dan harga pangan yang tinggi. Padahal, masa kritis gizi buruk anak terjadi antara usia 1 hingga 3 tahun.
Pemerintah berupaya meningkatkan gizi masyarakat melalui kebijakan yang tertuang dalam UU 36 Tahun 2009. Upaya perbaikan gizi ditujukan untuk meningkatkan kualitas gizi individu dan masyarakat. Selain itu, diperlukan sinergi lintas sektor untuk perbaikan gizi masyarakat. Merumuskan peraturan dan kebijakan daerah, menggerakkan kelompok masyarakat, meningkatkan anggaran untuk fasilitas dan pelayanan, meningkatkan konsultasi lintas departemen, bekerja sama dengan kelompok masyarakat dan universitas, mengadopsi kebijakan yang membimbing masyarakat untuk berpartisipasi dalam proyek keluarga berencana, meningkatkan peran komunitas strategis, posyandu kader dan staf Keperawatan, relawan, dan meningkatkan alokasi anggaran untuk program perbaikan gizi.