Bisakah Stunting Dicegah Sebelum Menikah?

Sumber:koleksipribadi/2022

Hnews.id | “Stunting atau pertumbuhan kerdil masih menjadi masalah besar di Indonesia. Pemerintah terus menggalakkan gizi seimbang untuk 1.000 hari pertama kehidupan anak. Namun ternyata stunting bisa dicegah sejak tiga bulan sebelum menikah. Benarkah?”

Di Indonesia masih banyak masalah kesehatan dan pertumbuhan balita dan anak masih menjadi masalah yang tinggi. Salah satunya adalah stunting atau pertumbuhan kerdil. Keadaan ini terlihat pada bayi yang lahir dan mengalami peningkatan berat badan dan tinggi badan.Dibandingkan dengan anak-anak pada usia yang sama, berat dan tinggi badan bayi tersebut dapat dikatakan rendah.

Menurut Hasto Wardoyo, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), sekitar 22% bayi di Indonesia memiliki panjang kurang dari 48 cm saat lahir. Pada saat yang sama, setidaknya 11% bayi lahir dengan berat kurang dari 2,5 kg.

Bisa dikatakan modal stunting di Indonesia sudah sangat tinggi. Padahal, tanda lain yang ditemukan adalah 48% ibu hamil menderita anemia. Hal ini juga menjadi penyebab terhambatnya pertumbuhan pada bayi.

Dampak signifikan stunting terhadap tumbuh kembang anak

Padahal, stunting bisa dicegah. Pencegahan dilakukan sebelum kehamilan yang direncanakan, selama kehamilan, dan tentunya 1000 hari pertama setelah bayi lahir. Tiga tahap pencegahan ini diyakini dapat menurunkan angka stunting yang tinggi di negara ini.

Bukan tanpa alasan, stunting anak tidak hanya mempengaruhi berat badan dan tinggi badan, tetapi juga mempengaruhi kecerdasan anak dan kualitas hidup di masa depan. Hal ini dibenarkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Budi Gunadi Sadikin yang mengungkapkan bahwa stunting juga merupakan ancaman besar bagi sektor pembangunan nasional.

Menurutnya, situasi ini pasti akan berdampak besar pada kualitas sumber daya manusia di Indonesia. Oleh karena itu, Menteri Budi tentu sangat mendukung penerapan tiga tahapan pencegahan stunting yang disebutkan oleh Kepala BKKBN Hasto Wardoyo.

Pencegahan stunting sebelum menikah

Budi menambahkan, intervensi khusus diperlukan bahkan sebelum 1.000 hari pertama kehidupan anak. Ini berarti bahwa tindakan pencegahan diambil untuk pasangan yang berencana untuk menikah. Setiap calon pengantin wajib mendapatkan konsultasi terkait kesehatan reproduksi, serta pelayanan kesehatan yang komprehensif dari institusi pelayanan kesehatan seperti Puskesmas.

Konsultasi dilakukan untuk memastikan bahwa calon pengantin memenuhi persyaratan kehamilan yang ditentukan. Oleh karena itu, jika calon pengantin menunjukkan tanda-tanda gangguan kesehatan, dapat segera ditangani untuk menghindari komplikasi yang lebih serius.

Tidak hanya itu, Menteri Budi juga menekankan bahwa untuk intervensi stunting, kedua pasangan harus benar-benar memahami beberapa hal terkait tumbuh kembang anak. Meliputi pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan sebelum bayi lahir, pemberian makanan tambahan sesuai usia bayi setelah 6 bulan, vaksinasi dasar lengkap dan vaksin lanjutan, pemberian vitamin A, obat cacing, dan stimulasi tumbuh kembang sesuai standar. usia.

Seperti yang dijelaskan Menteri Kesehatan, kesehatan itu hilir. Masalah non-kesehatan seringkali menjadi akar penyebab stunting, baik itu ekonomi, politik, sosial, budaya, kemiskinan, kurangnya pemberdayaan perempuan, atau degradasi lingkungan. Oleh karena itu, Menkes menekankan bahwa kesehatan menuntut semua sektor dan struktur masyarakat dapat berfungsi.

1. Diet

Masalah stunting dipengaruhi oleh rendahnya akses pangan dari segi kuantitas dan kualitas gizi, dan biasanya tidak berubah.

Istilah “Fill My Plate” dengan gizi seimbang perlu diperkenalkan dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk anak yang masih bayi, selain masih dibiasakan makan buah dan sayur, sangat dianjurkan untuk memperbanyak sumber protein.

Dalam satu porsi, setengah piring diisi dengan sayuran dan buah-buahan, dan setengah lainnya diisi dengan sumber protein (tanaman dan hewan), yang rasionya lebih tinggi daripada karbohidrat.

2. Pengasuhan

Stunting juga dipengaruhi oleh perilaku, terutama pola asuh yang buruk dalam pemberian makan bayi dan anak kecil.

Dari kesehatan reproduksi remaja dan pendidikan gizi sebagai pelopor dalam keluarga, kepada ibu hamil untuk memahami pentingnya memenuhi kebutuhan gizi selama kehamilan dan merangsang janin, serta isi dari empat pemeriksaan selama kehamilan.

Melahirkan di fasilitas kesehatan, mulai menyusui (IMD) sedini mungkin dan berusaha mendapatkan kolostrum bayi (ASI) dari ASI. Berikan ASI saja sampai bayi berusia 6 bulan.

Setelah itu, Anda bisa melanjutkan menyusui hingga usia 2 tahun, atau Anda bisa menambahkan makanan pendamping ASI. Jangan lupa untuk membawa buah hati Anda ke Posyandu setiap bulan untuk memantau tumbuh kembangnya.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah memberikan hak kepada anak untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit berbahaya melalui imunisasi, dan pemerintah telah menjamin ketersediaan dan keamanannya. Masyarakat dapat menggunakannya secara gratis di Posyandu atau Puskesmas.

3. Akses terhadap sanitasi dan air bersih

Akses terhadap layanan sanitasi (termasuk akses fasilitas sanitasi dan air bersih) rendah, yang menempatkan anak-anak lebih dekat dengan risiko ancaman penyakit menular. Untuk itu perlu ditumbuhkembangkan kebiasaan cuci tangan pakai sabun dan air mengalir, serta tidak buang air besar sembarangan.

“Pola asuh dan status gizi sangat dipengaruhi oleh pemahaman orang tua (seorang ibu) maka, dalam mengatur kesehatan dan gizi di keluarganya. Karena itu, edukasi diperlukan agar dapat mengubah perilaku yang bisa mengarahkan pada peningkatan kesehatan gizi atau ibu dan anaknya”, tutupnya.

Related posts