Pasca Bencana dan Penanganan Gizi

Gambar : Anak-anak korban bencana alam di tempat pengungsian (Sumber-infosulawesi-2022)

Hnews.id | Wilayah Indonesia berada pada jalur gempa teraktif di dunia lantaran dilingkupi oleh Cincin Api Pasifik (ring of fire) dan berada pada atas tiga tumbukan lempeng benua, yakni Indo-Australia dari sebelah selatan, Eurasia dari utara, dan Pasifik dari timur. Kondisi geografis ini pada satu sisi berakibat Indonesia sebagai daerah yang rawan bencana alam misalnya letusan gunung api, gempa, dan tsunami tetapi pada sisi lain menjadikan Indonesia sebagai wilayah subur dan kaya secara hayati. Dampak bencana non alam akibat ulah manusia yang tidak mengelola alam dengan baik, juga dapat mengakibatkan timbulnya bencana pula seperti tanah longsor, banjir bandang, kebakaran hutan dan kekeringan. Selain itu, keragaman sosio-kultur rakyat Indonesia pula berpotensi mengakibatkan gesekan sosial yang dapat terjadi konflik sosial.

Bencana adalah peristiwa luar biasa yang terjadi diluar kendali manusia, tanpa diketahui ketika terjadinya dan seberapa besar akibat kerugian yang akan ditimbulkan. Dampak bencana bisa berupa rusaknya lingkungan dan mengakibatkan kematian masal. Besarnya dampak tadi menciptakan pentingnya perhatian semua warga untuk kesiapsiagaan pada menghadapi bencana. Bencana gempa acapkali menyebabkan banyak korban luka-luka, mengungsi, serta merusak tempat tinggal dan fasilitas umum termasuk fasilisitas ibadah, perkantoran, jalan dan pelayanan kesehatan.

Gambar : Bencana Gunung Meletus di Indonesia

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana, di awal tahun 2022 tepatnya hingga tanggal 29 Januari 2022 telah terjadi 353 bencana alam di seluruh provinsi di Indonesia yang terdiri dari 3 gempa bumi, 11 kebakaran hutan dan lahan, 150 banjir, 56 tanah longsor, 131 cuaca ekstrem serta 2 gelombang pasang dan abrasi. Dengan korban meninggal 14 jiwa, 59 luka-luka serta 476.788 menderita dan mengungsi.

Dampak utama pasca bencana adalah masalah gizi dan penyakit menular. Bagi penyintas bencana yang menyebabkan terjadinya kedaruratan pada segala bidang termasuk kedaruratan situasi masalah kesehatan dan gizi. Masalah yang sering kali luput menurut perhatian ialah kurang gizi pada bayi dan balita, bayi tidak mendapatkan ASI (Air Susu Ibu) lantaran terpisah dari ibunya, bantuan makanan yang sering terlambat dan semakin memperburuk status gizi kelompok masyarakat. Penurunan status gizi pasca bencana bisa terjadi dampak layanan kesehatan terbatas, terputusnya jalur distribusi makanan serta sanitasi yang buruk.

Gambar : Bantuan bahan makanan untuk korban bencana alam

Kegiatan penanganan gizi dalam pra bencana pada dasarnya merupakan aktivitas antisipasi terjadinya bencana dan mengurangi resiko dampak bencana. Kegiatan yang dilaksanakan diantaranya :

  1. Pengenalan dan pembinaan petugas misalnya manajemen gizi bencana
  2. Penyusunan rencana kontijensi aktivitas gizi
  3. Konseling menyusui
  4. Konseling Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI)
  5. Pengumpulan data awal wilayah rentan bencana
  6. Penyediaan bufferstock MP-ASI
  7. Pelatihan teknis dan pendampingan pada petugas terkait manajemen gizi bencana.

Kegiatan penanganan gizi pada termin tanggap darurat awal merupakan aktivitas pemberian makanan supaya pengungsi tidak lapar dan bisa mempertahankan status gizinya, sementara penanganan aktivitas gizi pada termin tanggap darurat lanjut merupakan untuk menanggulangi kasus gizi melalui intervensi sesuai masalah gizi yang ada. Tidak seluruh dapur umum menciptakan daftar menu makanan yang sesuai menggunakan standar ransum. Makanan balita dan dewasa tidak dipisahkan, hanya dibedakan dari tingkat rasa pedas. Selain itu, balita lebih banyak mengkonsumsi makanan instan misalnya mie dan makanan ringan yang tentu saja kurang memenuhi zat gizi yang diperlukan oleh balita. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya alokasi dana khusus yang disiapkan buat pengadaan bahan makanan balita. Selain itu, tidak terdapat tenaga khusus yang menangani gizi balita. Masalah lainnya merupakan sulitnya distribusi bantuan di beberapa daerah yang sulit terjangkau dampak sarana dan prasarana yang rusak sebagai akibatnya jenis dan jumlah bantuan tidak merata.

Masalah gizi yang bisa muncul merupakan kurang gizi pada bayi dan balita, bayi tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) lantaran terpisah dari ibunya dan semakin memburuknya status gizi kelompok masyarakat. Bantuan makanan yang sering terlambat, tidak berkesinambungan dan terbatasnya ketersediaan pangan lokal bisa memperburuk kondisi yang ada. Pengelolaan penyelenggaraan makanan di dapur umum yang meliputi:

  • Tempat pengolahan
  • Sumber bahan makanan
  • Petugas pelaksana
  • Penyimpanan bahan makanan basah
  • Penyimpanan bahan makanan kering
  • Cara mengolah dan distribusi makanan
  • Peralatan makan dan pengolahan
  • Tempat pembuangan sampah sementara
  • Pengawasan penyelenggaraan makanan
  • Mendistribusikan makanan siap saji

Pengawasan bantuan bahan makanan untuk melindungi korban bencana dari dampak buruk akibat bantuan tersebut  misalnya diare, infeksi, keracunan dan lain-lain, yang meliputi:

  • Tempat penyimpanan bantuan bahan makanan harus dipisah antara bahan makanan umum dan bahan makanan khusus untuk bayi dan anak
  • Jenis-jenis bahan makanan yang diwaspadai termasuk makanan pada kemasan, susu formula serta makanan suplemen
  • Untuk bantuan bahan makanan produk dalam negeri wajib diteliti nomor registrasi (MD), tanggal kadaluarsa, sertifikasi halal, aturan cara penyiapan dan sasaran konsumen
  • Untuk bantuan bahan makanan produk luar negeri harus diteliti nomor registrasi (ML), bahasa, tanggal kadaluarsa, aturan cara penyiapan dan target konsumen. Apabila masih ada bantuan makanan yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut di atas, petugas harus segera melaporkan pada Koordinator Pelaksana.

Penanggulangan masalah gizi di pengungsian pasca bencana diantaranya merupakan pelaksanaan profesionalisme tenaga lapangan dalam penanganan gizi pengungsi melalui orientasi dan pelatihan, melakukan surveilans gizi untuk memantau perkembangan jumlah pengungsi, status gizi dan Kesehatan. Perlu disusun pedoman dan anggaran khusus untuk penanganan gizi balita pada kondisi kedaruratan. Juga adanya Kerjasama lintas sektoral dan lintas program yang wajib di maksimalkan supaya penanganan gizi balita saat kondisi bencana bisa dioptimalkan.

Related posts