Teknologi Pesawat Tanpa Awak (Drone)

Ketua tim Bramunastya ITS, Muhammad Adrian Fadhilah, bersama prototype ERASTY

Hnews.id | Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) dikenal sering melakukan inovasi, pada tahun 2020 mahasiswa ITS pernah kembangkan pesawat tanpa awak (drone) guna meningkatkan keselamatan kerja. Pada saat itu inovasi tersebut diberi nama ERASTY (Environment and Human Safety Surveylance), berkat dari inovasi tersebut lantas mendapatkan Honorable Mention di ajang Expocytar Web 2020 di Argentina.

Tindakan tidak aman kerap terjadi karena kelalaian pekerja, misalnya tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD), selain itu kondisi tidak aman yang muncul dilingkungan kerja adalah kebocoran gas dan percikan api yang menimbulkan kebakaran, kata Ketua Tim Bramunastya, Muhammad Adrian Fadhilah.

Kebanyakan pengawasan dilingkungan kerja hanya dilakukan secara manual oleh individu dengan menggunakan CCTV, namun pengawasan manual tersebut memiliki banyak kekurangan karena pemantauan memiliki banyak blind spot atau titik buta, tidak dapat mendekati titik-titik yang tidak jelas. Katanya lebih lanjut oleh mahasiswa yang sering diasapa Adrian ini.

Itulah sebabnya Adrian bersama kedua rekannya mencipatkan inovasi teknologi drone yang terintegrasi dengan Artificial Intelligence (AI) untuk mencegah terjadinya kecelakaan dilingkungan kerja, yang mereka sebut dengan ERASTY. Drone tersebut dibekali dengan kecerdasan buatan (AI) dan sensor yang berfungsi mendeteksi tindakan serta kondisi tidak aman di tempat kerja.

Kecerdasan buatan tersebut berjenis algoritma pembelajaran mesin yang dikenal dengan nama You Only Look Once (YOLO) yang dibuat untuk keperluan deteksi objek. Sebanyak 2.323 label data yang terbagi menjadi lima parameter yang dilatih pada algoritmanya oleh tim yang beranggotakan Alif Aditya Wicaksono dari Departemen Teknik Komputer serta Hammam Dhiyaurrahman dan Teknik Sistem dan Industri dibawah bimbingan dosen Dr Adhitya Sudiarno ST.

ERASTY mampu melakukan deteksi objek dengan parameter manusia, helm pengaman, rompi pengaman, jaket las, dan sarung tangan setelah melakukan pelatoihan pada algortima selama satu bulan. Karena memiliki penyimpanan dan optimal dalam mendeteksi objek, alasan menggunakan algortima YOLO, jelas mahasiwa angkatan 2018 ini.

Mereka juga melengkapi ERASTY untuk menghindari kondisi yang tidak aman menggunakan sensor gas intelijen. ERASTY dapat mendeteksi dengan tingkat akurasi 90,87 persen selama sekitar 410 mildetik, sedangkan sensor konsep intelligence gas dan flame sensor dapat mendeteksi pada jarak hingga 120 cm.

Penelitian yang dimulai Desember 2019 lalu ini pernah tersendat dikarenakan ditutupnya kampus serta Laboratorium Ergonomi dan Perancangan Sistem Kerja akibat Covid-19 sejak Maret lalu, lantas membuat Adrian dan tim gembira karena berhasil menyelesaikannya. ERASTY dapat mencegah tindakan dan kondisi tidak aman dari pengambilan video drone dalam waktu kurang dari satu detik.

Proses pengujian Erasty sebelum diikutsertakan lomba

Hasilnya tidak mengecewakan, inovasi yang pengembangannya sudah sampai versi betha ini berhasil mendapat Honorable Mention pada Expocytar Web 2020 yang diadakan di Argentina. Kompetisi yang diikuti oleh ratusan peserta dari sejumlah negara di Amerika, Eropa, dan Asia ini sendiri diselenggarakan oleh Milset America Latin (Amlat), Sarla Rosa-la Parpa Argentina, and RED ARCITECO. Expocytar Web 2020 merupakan ajang exhibition untuk peserta yang mampu membuka peluang bisnis dan membagikan kreasi serta karya inovasi mereka di ajang internasional.

Sebelumnya, dijelaskan oleh Adrian, inovasi ini juga berhasil menyabet dua penghargaan bergengsi pada ajang World Invention Competition and Exhibition (WICE), September lalu. Tim ini berhasil meraih medali emas pada kategori Applied Physics and Engineering serta meraih Special Award dari World Invention Intellectual Property Associations (WIIPA). “Special Award dari WIIPA ini termasuk jajaran penghargaan yang tinggi,” terang Adrian bangga.

Saat ditanya bagaimana awal mula ide ini tercetus, Adrian mengaku terinspirasi dari diskusi dengan dosen pembimbingnya, Dr Adhitya Sudiarno ST MT. Menurut dosen yang akrab disapa Adith tersebut, ia tergerak tatkala mengikuti kerja sama profesional dalam pengembangan budaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) di beberapa Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Indonesia semenjak 2018 hingga sekarang. “Alhamdulillah banyak hal yang dapat kami pelajari dan ikuti sebagai karya inovasi tambahan,” jelasnya.

Lebih lanjut, Adith mengatakan bahwa masih banyak yang harus dilakukan untuk menyempurnakan Erasty. “Agenda pengembangan Erasty untuk tahap berikutnya telah disusun sesuai dengan roadmap riset di lab kami,” ungkapnya.

Related posts