Pandangan Perawat Jepang Terhadap Perawat Indonesia yang Bekerja di Jepang

Sumber:forkita.org/2022

Hnews.id |

Abstrak

Studi ini meneliti bagaimana perasaan perawat Jepang bekerja dengan perawat Indonesia berdasarkan perjanjian kemitraan ekonomi antara ke dua negara, sebelum dan sesudah mereka mulai bekerja dan kemudian memberi mereka dukungan. Dilakukan 3 tahapan dalam penelitian ini yaitu menggunakan kuesioner tentang penerimaan dan hubungan kerja sama antara 22 perawat Jepang yang bekerja dengan dua perawat Indonesia sebelum mulai bekerja, kemudian dilakukan survei ke 2 setelah 1 minggu bekerja bersama, dan survei ke 3 di lakukan setelah 2 minggu bekerja bersama. Pandangan perawat Jepang terhadap perawat Indonesia menunjukkan perubahan positif pada 2 minggu setelah mulai bekerja sama. Selama periode pelatihan, perawat Indonesia diberi kesempatan untuk melakukan tugas-tugas seperti mengukur tanda-tanda vital dan tugas mendasar lainnya. Perawat Jepang menunjukkan perubahan yang positif untuk menerima perawat Indonesia setelah mereka mulai bekerja bersama. Perawat Indonesia mengalami kesulitan bekerja di lingkungan yang baru untuk mempelajari teknik keperawatan.  Rumah sakit Jepang perlu meningkatkan lingkungan kerja untuk perawat asing dan memberikan pedoman untuk lebih mudah bagi perawat asing untuk dapat membantu dalam menjalankan perannya sebagai perawat.

Kata Kunci: Perawat, tenaga asing profesional, EPA, migrasi Jepang.

PENDAHULUAN

Kekurangan tenaga perawat yang terus-menerus telah dilaporkan di banyak negara industri, termasuk Jepang. 1),2),3),4) Untuk mengimbangi peningkatan kerja sama di bidang ekonomi antara kedua negara, Jepang mulai menerima calon pekerja nursing/care worker dari luar negeri untuk bekerja di Jepang berdasarkan perjanjian kemitraan ekonomi (EPA) pada tahun 2008.

Kekurangan perawat di Jepang menjadi kendala untuk mengembangkan asuhan keperawatan. Jepang dalam persentase total penduduk lansia yang berusia 65 tahun keatas meningkat menjadi 23,4% pada tahun 2011.

Beberapa penelitian telah melaporkan situasi ini, kemudian Jepang mulai mempekerjakan perawat asing untuk bekerja di Jepang.  Setyowati dkk.5) merekomendasikan agar Jepang dapat melatih dan melakukan pengkajiaan manajemen stress kepada perawat Indonesia, agar perasaan negatif mereka yang disebabkan oleh stres dapat menjadi perasaan yang positif. Tercatat bahwa kondisi kesehatan mental nurse dan care worker memburuk dalam 2 minggu setelah mulai bekerja dibandingkan sebelum bekerja. Hal ini relevan dengan latar belakang dan perasaan mereka terhadap rekan kerja perawat Jepang atau tingkat kepuasan dengan pekerjaan mereka.6) Wang dkk.7) menyarankan bahwa memberikan dukungan serta memahami kondisi kehidupan sehari-hari perawat asing dalam pekerjaan dan dalam beinteraksi dengan masyarakat Jepang adalah bagian penting ketika mempekerjakan perawat asing untuk dapat bekerja dengan baik di Jepang. Dari penelitian perawat asing yang bekerja di rumah sakit di Islandia, dilaporkan bahwa perawat asing yang bekerja disana mendapatkan dukungan dari pasien dan rekan mereka, tetapi dilaporkan bahwa sebagian besar mereka sulit untuk menemukan teman dekat atau sulit menjalin persahabatan dengan orang Islandia.8)

Beberapa penelitian yang telah dilakukan saat ini dari sudut pandang perawat asing, tetapi belum ada yang dilakukan dari sudut pandang perawat Jepang (JNs).

Namun, hampir tidak ada penelitian yang meneliti bagaimana hubungan perawat jepang (JNs) bergaul dengan perawat Indonesia ketika bekerja bersama dalam satu tempat atau dalam satu ruangan kerja. Untuk itu peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana perasaan perawat Jepang (JNs) saat sebelum bekerja bersama dan saat bekerja bersama dengan perawat Indonesia (JNs) dan menunjukan dukungan mereka terhadap layanan medis untuk kesejahteraan di Jepang.

METODE

Design

Penelitian ini menggunakan survei kuantitatif longitudinal untuk mengkaji situasi terkini terkait penerimaan perawat Jepang terhadap perawat Indonesia.

Sampel

Sampel terdiri dari 22 perawat Jepang yang bekerja dengan 2 perawat Indonesia berdasarkan program EPA antara Indonesia dan Jepang.

Prosedur Pengumpulan Data

Pengambilan data dilakukan tiga kali, tahap pertama pada tanggal 15 mei 2022 dilakukan survei sebelum perawat Indonesia mulai bekerja di Rumah Sakit, kemudian tahap kedua pada tanggal 22 mei 2022 dilakukan survei setelah 1 minggu perawat Indonesia mulai bekerja di Rumah Sakit dan tahap ke tiga pada tanggal 29 mei 2022 dilakukan 2 minggu setelah perawat Indonesia bekerja di Rumah Sakit.

Respon persentase untuk survei pertama dan kedua ini sebesar 22,2% (22 peserta dari 99 subjek) dan survei ke tiga sebesar 30,1% (22 peserta dari 73 subjek).

Kuesioner dikembangkan untuk situasi kerja perawat Jepang saat ini dengan hubungan mereka terhadap perawat Indonesia yang bekerja dalam satu ruangan. Kuesioner dalam semua survei ini terdiri dari latar belakang, kesadaran akan menerima, dan persiapan untuk menerima perawat Indonesia. Dalam survei ke 2 di tambahkan pertanyaan mengenai aktivitas atau kinerja mereka di tempat kerja saat bekerja bersama perawat Indonesia. Dalam survei ke tiga pertanyaan ditambah mengenai memberi dukungan kepada perawat Indonesia dan tingkat kecemasan perawat Indonesia. Kuesioner mencakup pertanyaan pilihan ganda dan bersifat pertanyaan terbuka.

Analisis Data

Data dianalisis menggunakan analisis deskriptif, uji Chi-square dan uji Fishers exact dengan IBM SPSS Statistics 19. Signifikansi ditetapkan pada p<.05 dan interval kepercayaan diperkirakan berada pada tingkat 95%.

HASIL

Latar belakang peserta

Jumlah peserta yang mengikuti survei sebanyak dua puluh dua (22) peserta yang merupakan perawat warga negara Jepang, enam belas (16) orang anggota staf perawat umum Jepang (JNs) (72,70%) dan enam (6) orang leader (Kepala) perawat Jepang (JNLs) (27,30%). Survei dilakukan sebanyak 3 kali, dalam Survei 1 dan 2, JNs cenderung berusia 20-an (68,75%). Selain itu, untuk yang memiliki pengalaman kerja di luar negeri peserta survey 1 dan 2 sebesar 31,25%, dan 50,00% peserta Survei 3. Untuk keterampilan bahasa Inggris peserta Survei 1 dan 2 sebesar 18,75%, dan tidak ada pada peserta Survei 3. Pertukaran pengalaman dengan orang asing di Survei 1 dan 2 sebesar 18,25%, dan di Survei 3 37,50%.

Dalam Survei 1 dan 2, JNLs cenderung lebih tua, rata-rata berusia 30-an (50,00%), sedangkan di semua survei JNLs cenderung memiliki pengalaman klinis di atas 5 sampai dengan 20 tahun (66,67%). Untuk seluruh Peserta keterampilan bahasa Inggris sebesar 16,67%. Tidak ada peserta dalam survei 1, 2 dan 3 yang melaporkan pengalaman pertukaran kerja dengan orang asing.

Perbandingan penerimaan JNs antara Survei 1, 2 dan 3

Peserta dalam Survei 2 dan 3 yang menjawab “Setuju” untuk pertanyaan “Apakah Anda menerima perawat Indonesia?” Menunjukkan tingkat yang jauh lebih tinggi daripada di Survei 1 (masing-masing 81,82% vs 71,43% vs 42,86%, p <.05). Untuk pertanyaan “Apakah menurut Anda, Anda mungkin mengalami kesulitan bergaul dengan perawat indonesia?”, Peserta Survei 1 memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk “Ya” dibandingkan dengan Survei 2 dan 3 (masing-masing 68,18% vs 40,91% vs 45,45%).

Peserta yang menjawab “Ya” untuk pertanyaan “Apakah menurut Anda, Anda dapat memperoleh manfaat dari bekerja sama dengan perawat indonesia?” di Survei 2 dan 3 menunjukkan tingkat yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan Survei 1 (masing-masing 86,36% vs 86,34% vs 59,09%, p<.01). Peserta Survei 2 dan 3 yang menjawab “Ya” untuk pertanyaan “Apakah Anda ingin bekerja dengan perawat indonesia?” menunjukkan tingkat yang secara signifikan lebih tinggi daripada di Survei 1 (masing-masing 72,73% vs 72,73% vs 36,36%, p< .01).

Peserta yang menjawab “Ya” untuk pertanyaan “Apakah menurut Anda, Anda dapat memperoleh manfaat dari bekerja sama dengan perawat Indonesia?” di Survei 2 dan 3 menunjukkan tingkat yang lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan Survei 1 (masing-masing 86,36% vs 86,34% vs 59,09%, p<.01). Peserta Survei 2 dan 3 yang menjawab “Ya” untuk pertanyaan “Apakah Anda ingin bekerja dengan perawat indonesia?” menunjukkan tingkat yang secara signifikan lebih tinggi daripada di Survei 1 (masing -masing 72,73% vs 72,73% vs 36,36%, p< .01).

Selain itu, dalam menjawab pertanyaan “Menurut Anda apa yang perlu Anda persiapkan untuk menerimanya dengan lebih baik?”, terdapat kecenderungan yang lebih tinggi di Survei 2 dan 3 untuk keempat kemungkinan tanggapan “perlunya persamaan persepsi antara kedua pihak” (masing-masing 72,73 % vs. 86,36%), “program pelatihan yang disesuaikan dengan pekerjaan” (masing-masing 77,27% vs 81,82%), “keterampilan komunikasi dan pengetahuan budaya  antara instruktur klinis” (masing-masing 54,55% vs 68,18%), dan “pedoman/ guidelines untuk semua tugas keperawatan yang disusun berdasarkan kebijakan rumah sakit” (masing-masing 54,55% vs 54,55%).

Perbandingan penerimaan JNSs antara Survei 1, 2 dan 3

Untuk pertanyaan “Apakah menurut Anda ada perbedaan budaya?” di antara Peserta JNs Survei 1 memiliki tingkat persetujuan yang jauh lebih tinggi dengan pertanyaan dibandingkan survei 2 dan 3 (87,50% vs 25,00% vs 43,75%, masing-masing, p<.05). Dibandingkan survei 2 dan 3, peserta dalam Survei 1 memiliki tingkat persetujuan yang jauh lebih tinggi dengan pertanyaan “Apakah menurut Anda, Anda dapat memecahkan masalah yang berkaitan dengan bekerja dengan perawat indonesia?” (masing-masing 43,75% vs 93,75% vs 93,75%, p<.01,). Peserta di Survei 2 dan 3 memiliki tingkat persetujuan yang jauh lebih tinggi daripada mereka yang ada di Survei 1 dengan pertanyaan “Apakah Anda pernah mencoba mendukung perawat indonesia?” (masing-masing 62,50% vs 68,75% vs 37,50%, p< .01). Dalam menjawab pertanyaan “Tugas pekerjaan apa yang dilakukan perawat Indonesia?”, baik di Survei 2 dan 3, perawat Indonesia melakukan aktivitas yang hampir sama di tempat kerja, seperti membantu memberi makan (masing-masing 93,75% vs. 93,75%), kebersihan lingkungan pasien ( masing-masing 100% vs. 87,50%), membantu membagikan/menyuguhkan makan pasien (masing-masing 93,75% vs 87,50%), membantu eliminasi pasien (masing-masing 81,25% vs 87,50%), dan membantu kebersihan pribadi pasien (masing-masing 87,50% vs. 81,25%).

Perbandingan penerimaan JNLs antara Survei 1, 2 dan 3

Di antara JNLs, untuk pertanyaan “Apakah Anda akan mencerminkan pandangan dari staf perawat?” dibandingkan survei 2 dan 3, peserta Survei 1 cenderung setuju (masing-masing 83,33% vs 100% vs 100%). Dibandingkan peserta di Survei 2, pada Peserta dalam Survei 1 dan 3 memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk setuju dengan pertanyaan “Dibandingkan dengan perawat Indonesia dan perawat Jepang yang baru berlisensi/terdaftar. Apakah Anda ingin memberikan waktu secara berbeda untuk perawat Indonesia?” (masing-masing 66,67% vs 50,00% vs 33,33%). Selain itu, untuk pertanyaan “Apakah Anda ingin calon perawat untuk berpartisipasi dalam pertemuan dan pelatihan?”, peserta Survei 1 dan 2 memiliki tingkat yang lebih tinggi dari “konferensi keperawatan” di Survei 3 (masing-masing, 83,33% vs 50,00% vs 16,67%, p<.05)”. Peserta di Survei 1 dan 2 memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk “operan keperawatan (moushiokuri)” dan “pelatihan rumah sakit dan non-rumah sakit” dibandingkan dengan mereka di Survei 3 (masing-masing, 66,67% vs 66,67% vs 33,33% dan 33,33% vs 33,33% vs 16,67%).

Untuk pertanyaan “Tugas apa yang Anda izinkan untuk dilakukan oleh perawat Indonesia?”, antara survei 1, 2 dan 3 memiliki aktivitas di tempat kerja yang hampir sama, seperti yang terkait dengan pemberian makanan, kebersihan lingkungan pasien, membantu membagikan/menyuguhkan makan pasien, membantu eliminasi pasien, membantu memindahkan pasien (masing-masing 100% vs 100% vs 100%), dan membantu kebersihan pribadi pasien (masing-masing, 83,33% vs 83,33% vs 100%).

Penerimaan JNs dalam Survei 3

Untuk pertanyaan “Apakah bangsal tempat perawat Indonesia bekerja memberikan bantuan untuk perawat Indonesia?”, terdapat kecenderungan yang lebih tinggi dalam hal pelatihan Bahasa Jepang dan teknis medis (90,91%), dukungan konseling untuk kehidupan sehari-hari mereka (86,36%), pengumpulan informasi dengan JNs (86,36%). Untuk pertanyaan “Apakah Anda merasa cemas bekerja dengan perawat Indonesia setelah mereka lulus ujian nasional keperawatan dalam bahasa Jepang?”, jawaban “Tidak” menghasilkan jumlah tanggapan tertinggi (71,43%). Selain itu, dalam pertanyaan “Apakah anda (JNs) memerlukan bantuan lain kepada perawat Indonesia?”, kecenderungan yang lebih tinggi terlihat saat pertemuan dan pertukaran pendapat dengan pemangku kepentingan di luar fasilitas yang diterima (36,36%), dan pelatihan bahasa (31,80%) dibandingkan dengan yang lain.

PEMBAHASAN

Ini adalah penelitian pertama yang memeriksa penerimaan JNs terhadap perawat Indonesia berdasarkan program EPA, dilakukan survei sebelum memulai bekerja bersama, kemudian dilakukan survei lagi 1 minggu dan 2 minggu setelah memulai pekerjaan. Penerimaan JNs terhadap perawat asing secara bersama-sama 1 minggu dan 2 minggu setelah memulai pekerjaan menunjukkan perubahan yang lebih positif secara signifikan dibandingkan sebelum memulai pekerjaan.

Diyakini bahwa perubahan positif dalam penerimaan perawat Jepang terhadap perawat Indonesia adalah hasil dari evaluasi perawat Indonesia dan interaksi mereka dengan perawat Jepang.

Membandingkan tingkat penerimaan antara JNs dan perawat Indonesia sebelum mulai bekerja, dan kemudian 1 minggu dan 2 minggu setelah mulai bekerja, JNs menunjukkan perubahan yang positif mengenai perbedaan budaya, memecahkan masalah mereka bekerja dengan perawat asing dan memberikan dukungan kepada perawat Indonesia setelah memulai bekerja bersama. Sebuah survei lanjutan di Rumah Sakit dan fasilitas perawatan jangka panjang yang menerima perawat atau care giver melaporkan bahwa meskipun ada perbedaan bahasa dan budaya, perawat/petugas perawatan Indonesia hanya memiliki sedikit masalah dengan pasien dan dapat berkontribusi pada revitalisasi lingkungan kerja.

Perawat Indonesia bekerja sebagai asisten perawat sampai mereka lulus ujian nasional untuk menjadi perawat Jepang.  Oleh karena itu tugas mereka tidak hanya mengukur tanda-tanda vital, tetapi juga bisa membantuan dokter melakukan pekerjaan medis, dan menulis catatan keperawatan sebagai perawat.  Sebuah survei perawat asing di Australia Barat mengatakan bahwa tantangan perawat yang beremigrasi adalah perawatan pasien secara keseluruhan dalam praktik keperawatan masa lalu tidak harus menjawab apa pun untuk tugas perawatan dasar10).  Survei tersebut juga melaporkan pentingnya mengakui bahwa ada perbedaan dalam praktik keperawatan secara internasional untuk memfasilitasi kelancaran transisi perawat yang beremigrasi untuk mempertahankan profesi mereka.  Selanjutnya dalam ujian dewan nasional ujian keperawatan dalam bahasa Jepang untuk perawat, tingkat kelulusan adalah 1,2% (3 dari 254 kandidat), 4,0% (16 dari 398 kandidat), dan 11,3% (47 dari 415 kandidat) pada tahun 2010, 2011  dan 2012.  Oleh karena itu, penting untuk memberikan kesempatan kepada kandidat untuk mempelajari keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan untuk lulus ujian dewan nasional dalam bahasa Jepang disela-sela jam kerja perawat Indonesia.  Secara khusus, penting bagi para pemimpin perawat klinis untuk mengenal bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.  Kami juga merasa penting bagi perawat asing untuk belajar tentang terminologi medis Jepang, konsultasi dan dukungan untuk kehidupan sehari-hari untuk berkoordinasi dengan setiap orang.  Di sisi lain, secara psikologis tampaknya perawat Indonesia yang memiliki kesan buruk tentang rekan kerja Jepang karena mengalami kesulitan berinteraksi dengan rekan kerja Jepang dan juga memiliki tingkat kepuasan yang lebih rendah karena masih membutuhkan lebih banyak dukungan mental0).  Dalam penelitian tentang pengalaman perawat Indonesia di Jepang ditemukan bahwa mereka pernah merasa kecewa bekerja sebagai asisten perawat, merasa kesepian, merasa tempat kerja mereka tidak sesuai, dan informasi yang mereka terima sebelum berangkat ke Jepang tidak cukup untuk menjelaskan gambaran pekerjaan di Jepang11).  Oleh karena itu perlu untuk memberi mereka kesempatan untuk berinteraksi dengan JNs dalam jam kerja reguler perawat Indonesia.  Sesuai dengan penelitian ini JNs perlu menyiapkan pedoman untuk tugas keperawatan yang dilakukan oleh perawat Indonesia dengan bijak.  Secara khusus persiapan pedoman tugas keperawatan yang dilakukan oleh perawat asing termasuk kesempatan untuk berinteraksi dengan JNs harus dipikirkan sebelum mereka memulai pekerjaan.

Sebanyak 572 calon perawat asing berimigrasi dari Filipina dan Indonesia dari 2008 hingga 2011 yang dilansir Kementerian Kesehatan Tenaga Kerja dan Kesejahteraan.  Dilaporkan bahwa dari 112 (19,58%), 19 adalah perawat asing yang kembali dengan perawat berlisensi/terdaftar di Jepang (3,32%).  Kami percaya penting untuk mengurangi jumlah kandidat yang akhirnya kembali ke negara asal mereka dalam kondisi mental yang tertekan.  Selain itu penting juga untuk meningkatkan tingkat kelulusan ujian nasional mereka.  Dengan demikian kami menyimpulkan bahwa penting untuk mengembangkan program pendidikan universal untuk semua rumah sakit yang diterima bagi kandidat untuk belajar bahasa Jepang, lulus ujian dewan nasional dalam bahasa Jepang untuk perawat, dan mengembangkan pemahaman tentang praktik keperawatan, sistem medis, dan budaya yang berbeda antara  Jepang dan Indonesia.

Dalam penelitian ini tingkat respons dari kuesioner yang dikelola survei pertama dan kedua mendapatkan hasil dengan tingkat rendah sebesar 22,2% sebelum bekerja dan 1 minggu setelah mulai bekerja kemudian hasil survei ke 3 adalah 30,1% dalam 2 minggu setelah mulai bekerja.  Oleh karena itu keterbatasan dari hasil penelitian ini diperlukan untuk lebih banyak menggumpulkan data untuk mendapatkan wawasan yang lebih dalam mengenai penerimaan JNs terhadap perawat Indonesia berdasarkan EPA di masa yang akan datang.

KESIMPULAN

Studi ini mengungkapkan hal positif dalam penerimaan JNs terhadap perawat Indonesia berdasarkan EPA dari 2 minggu setelah memulai pekerjaan dibandingkan dengan sebelum memulai pekerjaan.  Perawat Indonesia harus bekerja sebagai asisten perawat sampai mereka lulus ujian dewan nasional dalam bahasa Jepang untuk perawat.  Oleh karena itu perawat Indonesia belum bisa melakukan tugas-tugas bantuan medis dari dokter, dan menulis catatan keperawatan sebagai perawat. Perlu untuk memberi mereka kesempatan untuk mempelajari teknologi keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk lulus ujian dewan nasional dalam bahasa Jepang dan untuk berinteraksi dengan JNs dalam jam kerja reguler perawat Indonesia.  Kami menyimpulkan bahwa penting untuk mengembangkan program pendidikan universal untuk semua rumah sakit yang diterima bagi calon perawat untuk belajar bahasa Jepang dan lulus ujian dewan nasional dalam bahasa Jepang untuk perawat. Diperlukan pengembangkan lagi mengenai pemahaman tentang praktik keperawatan yang tentunya berbeda sistem kerja medisnya termasuk perbedaan budaya di Jepang dan Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Kline DK. Push and Pull Factors in International Nurse Migration. Journal of Nursing Scholarship 35(2):107-111, 2003.
  2. Lesleyanne H. The globalization of the nursing workforce: barriers confronting overseas qualified nurses in Australia. Nursing Inquiry 8(4):213-229, 2001.
  3. Kate G, Vanessa G. Integration of overseas Registered Nurses: evaluation of an adaptation program. Journal of Advanced Nursing 45(6):579-587, 2004.
  4. Yu X, Chanyeong K. Comparative trend analysis of characteristics of internationally educated nurses and U.S. educated nurses in the United States. International Nursing Review 54(1):78-84, 2007.
  5. Setyowati, Susanti H, Yetti K, Yuko O Hirano, Yoshichika Kawaguchi. The Experiences of Indonesian Nurses in Japan Who Face the Job and Cultural Stress in Their Work: A Qualitative Study. Bulletin of Kyushu University Asia Center 5:175-181, 2010.
  6. Mari Kinkawa, Elsi DH, Miyuki Ueda, Hiroya Matsuo. Current situation and challenges in employment of Indonesian nursing/certified care worker candidates based on economic partnership agreement between Indonesia and Japan. Bulletin of Health Sciences Kobe 28:31-40, 2012.
  7. Wang L, Ayako Ohno, Taeko Kiuchi. Adaptation of foreign nurses working at Japanese health service facilities. Bulletin of Gumma Paz Gakuen College 4:465-472, 2007.
  8. Magnusdottir H. Overcoming strangeness and communication barriers: a phenomenological study of becoming a foreign nurse. International Nursing Review 52(4):263-269, 2005.
  9. Reiko Ogawa, Yuko O Hirano, Yoshichika Kawaguchi, Shun Ohno. A follow-up Survey on Hospitals and Long-Term Care Facilities Accepting The First Batch of Indonesian Nurse/ Certified Care Worker Candidates (1). Bulletin of Kyushu University Asia Center 5:85-98, 2010. (in Japanese)
  10. Christine DAS, Colleen F, Annette M. Rediscovering nursing: A study of overseas nurses working in Western Australia. Nursing & Health Sciences 13(3):289-295, 2011.
  11. Bachtiar A, Ayu WS. Creative Friction: Some Preliminary Considerations on the Socio-Cultural Issues Encountered by Indonesian Nurses in Japan. Bulletin of Kyushu University Asia Center 5:183-192, 2010.

Related posts