Strategi Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pengembangan Kelompok Asuhan Mandiri Turi Putih di Kecamatan Wonodadi, Blitar, Jawa Timur

Sumber:harryhikmat.my.id/2022

Hnews.id |

ABSTRAK

Kelompok Asuhan Mandiri Turi Putih, Kecamatan Wonodadi, Blitar, Jawa Timur menanam, mengelola, dan memanfaatkan tanaman obat untuk dikonsumsi oleh anggotanya dalam rangka meningkatkan kesehatan atau mengatasi keluhan kesehatan. Seiring berjalannya waktu, kelompok ini semakin berkembang dengan melakukan budidaya tanaman obat dan pengolahannya sehingga dapat memberikan manfaat ekonomi. Tujuan penulisan kajian ini adalah mengetahui strategi pemberdayaan  masyarakat melalui pengembangan Kelompok Asuhan Mandiri Turi Putih. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif dengan data yang berasal dari hasil wawancara serta studi dokumen dan literatur yang terkait. Hasil kajian menunjukkan bahwa pengembangan Kelompok Asuhan Mandiri Turi Putih difasilitasi oleh Petugas Puskesmas Wonodadi melalui proses forming, storming, norming dan performing, sehingga kelompok asuhan mandiri Turi Putih siap untuk melaksanakan kegiatannya. Pengembangan kelompok dilakukan dengan bekerjasama dengan mitra potensial sehingga muncul dukungan dari berbagai pihak mulai dari kepala desa hingga Gubernur. Proses pemberdayaan kelompok asuhan mandiri Turi Putih dilakukan dengan tahapan penyadaran terhadap berbagai potensi di sekitar masyarakat, peningkatan kapasitas yang dilakukan melalui kegiatan orientasi, pendampingan, dan pelatihan metode penanaman, pemanfaatan, dan pengolahan tanaman obat yang baik, serta pengembangan kekuatan sehingga kelompok asuhan mandiri Turi Putih menjadi mampu untuk memenuhi kebutuhan anggotanya akan tanaman obat dan bahkan meningkatkannya menjadi produksi ekstrak empon-empon yang semakin berkembang dan menunjukkan prestasinya hingga tingkat nasional. Melalui pengembangan kelompok asuhan mandiri telah membawa banyak manfaat bagi masyarakat berupa peningkatan Kesehatan masyarakat, memperindah lingkungan, serta meningkatkan penghasilan keluarga.

Kata kunci: pemberdayaan masyarakat, kelompok asuhan mandiri, tanaman obat

A. PENDAHULUAN

Indonesia tengah mengalami triple burden disease yang ditandai dengan adanya penyakit infeksi new-emerging dan re-emerging, masalah penyakit menular yang belum teratasi dengan baik dan kecenderungan meningkatnya kasus penyakit tidak menular pada setiap tahunnya (Purwanto, 2022). Akibatnya, porsi pengeluaran kesehatan Indonesia masih fokus pada upaya kuratif. Data BPJS pada tahun 2020 menunjukkan bahwa pembiayaan terhadap kasus  katastropik mencapai 25% dari total biaya klaim layanan JKN-KIS pada tahun tersebut (BPJS Kesehatan, 2021).

Dalam menyelesaikan masalah kesehatan Indonesia dan mewujudkan masyarakat sehat diperlukan upaya-upaya peningkatan kesehatan, pencegahan dan penanggulangan masalah kesehatan yang lebih menitikberatkan pada upaya promotif dan preventif untuk mengatasi akar masalah kesehatan masyarakat yang didasarkan pada paradigma sehat. Upaya tersebut harus dilaksanakan melalui peran Pemerintah dan masyarakat secara sinergis.

Kegiatan peningkatan kesehatan masyarakat dapat dilakukan melalui promosi kesehatan antara lain dalam bentuk penguatan gerakan masyarakat yang dilakukan melalui strategi pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat ditujukan untuk menciptakan kesadaran, kemauan, serta kemampuan individu, keluarga, dan kelompok masyarakat dalam rangka meningkatkan kepedulian dan peran aktif di berbagai upaya kesehatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan. Pemberdayaan masyarakat dilakukan melalui pendekatan edukatif dan partisipatif yang memperhatikan kebutuhan, potensi, dan sosial budaya setempat. Upaya tersebut dapat dilakukan dengan mengembangkan program terobosan yang lebih efektif sesuai dengan permasalahan yang dihadapi dengan berbasis bukti (Kemkes RI, 2015).

Dari aspek potensi dan sosial budaya, Indonesia adalah negara yang dikenal sebagai megabiodiversity dengan kekayaan hayati yang sangat melimpah, salah satunya adalah tanaman obat dan berbagai etnis yang memiliki beragam tradisi penyehatan. Hasil Riset Tumbuhan Obat dan Jamu (RISTOJA) yang telah dilakukan pada 405 etnis di 34 provinsi di Indonesia pada tahun 2012, 2015, dan 2017 telah berhasil mengidentifikasi 2.848 spesies tumbuhan obat dan 32.014 jenis ramuan (Kemkes RI, 2019b). Secara sosiologis dan historis, masyarakat Indonesia telah memanfaatkan berbagai jenis ramuan tradisional yang berasal dari tanaman obat yang ada di sekitarnya untuk mengatasi masalah kesehatan secara turun temurun sejak berabad-abad yang lalu.Bahkan hingga saat ini, pemanfaatan obat tradisional semakin meningkat di tengah berkembangnya tren back to nature sebagai usaha manusia untuk kembali ke alam (Yuliana, 2017). Hal tersebut ditunjukkan dengan hasil Riset Kesehatan Dasar Tahun 2018, yang menyatakan bahwa proporsi rumah tangga yang melakukan pemanfaatan tanaman obat keluarga mencapai 24,6% (Kemkes RI, 2019a).

Dalam rangka pemberdayaan masyarakat melalui pemanfaatan tanaman obat, Kementerian Kesehatan RI telah meluncurkan kegiatan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional yang didasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9 Tahun 2016 tentang Upaya Pengembangan Kesehatan Tradisional Melalui Asuhan Mandiri Pemanfaatan Taman Obat Keluarga (TOGA) dan Keterampilan. Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional merupakan upaya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan mengatasi ganguan kesehatan ringan secara mandiri oleh individu dalam keluarga, kelompok, atau masyarakat dengan memanfaatkan TOGA dan keterampilan (Kemkes RI, 2016). Penyelenggaraan Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional di masyarakat dilakukan oleh kader dan keluarga binaan yang terhimpun dalam kelompok asuhan mandiri kesehatan tradisional. Pembinaan kelompok tersebut dilakukan melalui fasilitasi dari puskesmas yang bekerja sama dengan lintas sektor atau lintas program serta mitra potensial yang terkait. 

Kelompok Asuhan Mandiri Turi Putih, Kecamatan Wonodadi, Blitar, Jawa Timur bermula sebagai kelompok dasawisma yang terbentuk pada tahun 2012, kemudian pada tahun 2016 ditetapkan sebagai kelompok asuhan mandiri di bawah pembinaan Puskesmas Wonodadi. Kelompok Asuhan Mandiri Turi Putih menanam, mengelola, dan memanfaatkan tanaman obat untuk dikonsumsi oleh anggotanya dalam rangka meningkatkan kesehatan atau mengatasi keluhan kesehatan. Seiring berjalannya waktu, kelompok ini semakin berkembang dengan melakukan budidaya tanaman obat dan pengolahannya sehingga dapat memberikan manfaat ekonomi.Pada tahun 2018, Kelompok Asuhan Mandiri Turi Putih menunjukkan prestasinya dengan berhasil memenangkan Juara I Kategori Desa pada Lomba Penilaian TOGA berskala nasional yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan RI.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka perlu dikaji lebih mendalam mengenai strategi pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan kelompok asuhan mandiri Turi Putih, Kecamatan Wonodadi, Blitar, Jawa Timur. Hasil kajian ini diharapkan dapat digunakan sebagai model pengembangan kelompok masyarakat dalam meningkatkan derajat kesehatannya secara mandiri dalam kerangka pemberdayaan kesehatan masyarakat.

B. TUJUAN

Tujuan penulisan kajian ini adalah mengetahui strategi pemberdayaan  masyarakat melalui pengembangan Kelompok Asuhan Mandiri Turi Putih, Kecamatan Wonodadi, Blitar, Jawa Timur.

C. METODE

Metode yang digunakan adalah metode deskriptif yang bertujuan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan suatu keadaan objek penelitian melalui pendekatan kualitatif. Sumber data dalam kajian ini adalah data primer yang berasal dari hasil wawancara serta studi dokumen dan literatur yang terkait.

D. LANDASAN TEORI

Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat merupakan aspek yang sangat penting dalam pembangunan kesehatan. Pemberdayaan masyarakat, dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan sosial dimana penduduk sebuah komunitas mengorganisasikan diri dalam membuat perencanaan dan tindakan kolektif, untuk memecahkan masalah sosial atau memenuhi kebutuhan sosial sesuai dengan kemampuan dan sumber daya yang dimiliki (Hendrawati, 2018). Sedangkan, pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan adalah proses pemberian informasi kepada individu, keluarga atau kelompok (klien) secara terus menerus dan berkesinambungan mengikuti perkembangan klien, serta proses membantu klien dalam aspek pengetahuan/ knowledge, sikap/attitude, dan tindakan/ practice. Pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan merupakan suatu proses aktif, di mana masyarakat yang diberdayakan harus berperan serta aktif dalam kegiatan dan program kesehatan (Kemkes RI, 2013). 

Esensi dari pemberdayaan adalah membuat masyarakat menjadi lebih berdaya, yang pada akhirnya menciptakan kemandirian. Pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan dilaksanakan dengan prinsip kesukarelaan, otonom, keswadayaan, partisipatif, egaliter, demokratis, keterbukaan, kebersamaan, akuntabilitas, dan desentralisasi. Selain itu, pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan juga melandaskan pada prinsip-prinsip menghargai yang lokal (pengetahuan, keterampilan, budaya, proses dan sumber daya lokal), prinsip-prinsip ekologis (keterkaitan, keberagaman, keseimbangan, dan keberlanjutan), serta prinsip-prinsip keadilan sosial dan hak asasi manusia yang tidak merugikan dan senantiasa memberikan manfaat kepada semua pihak (Kemkes RI, 2013).

Proses dan Strategi Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan dilakukan dengan pendekatan proses yang lebih mengarah pada bentuk partisipasi, bukan mobilisasi (Husaeni dan Marlianae, 2019). Sedangkan menurut Wrihatnolo dan Dwidjowijoto, 2007, pemberdayaan bukanlah sebuah “proses instan”, namun merupakan sebuah “proses menjadi”, yang dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu:

  1. Tahap penyadaran, merupakan tahap di mana masyarakat diberi pencerahan dan dorongan sehingga  menyadari bahwa mereka memiliki hak untuk mempunyai kapasitas dan menikmati sesuatu yang lebih baik. Melalui tahapan ini diharapkan masyarakat dapat merasakan perlunya pemberdayaan yang dimulai dari dalam diri sendiri. 
  2. Tahap peningkatan kapasitas (capacity building), atau memampukan (enabling). Peningkatan kapasitas dilakukan dalam aspek manusia, organisasi dan sistem nilai. peningkatan kapasitas manusia dilakukan melalui peningkatan pengetahuan dan keterampilan yang dapat dilakukan dengan pelatihan, seminar, sosialisasi, diseminasi, dll. peningkatan kapasitas organisasi dapat dilakukan melalui restrukturisasi organisasi yang ada atau membentuk organisasi baru yang lebih spesifik atau lebih sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. sedangkan peningkatan kapasitas melalui sistem nilai  dapat dilakukan dengan membantu masyarakat membentuk nilai atau aturan yang berasal dari kesepakatan di antara masyarakat. 
  3. Pengembangan kekuatan (empowerment), yaitu tahap dimana masyarakat diberi daya, kesempatan atau otoritas untuk menggunakan pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan yang telah dimiliki untuk mengidentifikasi masalah dan strategi yang tepat untuk mengatasi masalah tersebut. Masyarakat juga diberikan indikator-indikator yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan. Tahapan ini muncul dalam bentuk perencanaan partisipatif yang merupakan penentuan tujuan dan penyusunan kegiatan oleh masyarakat untuk mencapai sasarannya.

Proses tersebut sejalan dengan strategi pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan yang mencakup pemberdayaan masyarakat sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam meningkatkan harkat hidup, martabat, dan derajat kesehatannya serta peningkatan keberdayaan berupa peningkatan kemampuan dan kemandirian masyarakat agar dapat mengembangkan diri dan memperkuat sumber daya yang dimiliki untuk mencapai kemajuan (Kemkes RI, 2013). Lebih lanjut strategi pemberdayaan masyarakat bidang kesehatan dilakukan dengan:

  1. Peningkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat dalam mengenali dan mengatasi permasalahan kesehatan yang dihadapi 
  2. peningkatan kesadaran masyarakat melalui penggerakan masyarakat
  3. pengembangan dan pengorganisasian masyarakat 
  4. penguatan dan peningkatan advokasi kepada pemangku kepentingan
  5. peningkatan kemitraan dan partisipasi lintas sektor, lembaga kemasyarakatan, organisasi kemasyarakatan, dan swasta
  6. peningkatan pemanfaatan potensi dan sumber daya berbasis kearifan lokal
  7. pengintegrasian program, kegiatan, dan/atau kelembagaan pemberdayaan masyarakat yang sudah ada sesuai dengan kebutuhan dan kesepakatan masyarakat. 

Pendekatan Kelompok dalam Pemberdayaan Masyarakat

Individu dalam struktur masyarakat tidak bisa dipisahkan satu dan yang lainnya. Kerjasama di antara mereka sangat diperlukan untuk membangun konsolidasi yang baik. Pendekatan kelompok dalam pemberdayaan masyarakat diperlukan agar masyarakat dapat saling berbagi, memahami, dan menjalani untuk mengembangkan potensi dirinya. Pengembangan kelompok dilakukan melalui 4 (empat) tahapan, yaitu forming, storming, norming, dan performing. Forming merupakan tahapa di mana anggota kelompok mulai menempatkan diri, memperhatikan dan saling bersahabat. Storming yaitu tahapan di mana mulai banyak kegiatan dan pembentukan norma, konflik dapat terjadi jika kelompok belum bekerja efektif. Norming merupakan tahapan saat kelompok belajar bekerja sama dan mengembangkan normaa dan kekompakan. Performing adalah tahapan di mana dimulai kerjasama dalam menjalankan tugas kelompok (Umstott, 1988).

Kelompok Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional

Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional merupakan salah satu kegiatan yang dicanangkan Pemerintah untuk mengembangkan kesehatan tradisional. Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional adalah upaya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan mengatasi gangguan kesehatan ringan secara mandiri oleh individu dalam keluarga, kelompok atau masyarakat dengan memanfaatkan TOGA dan keterampilan. Kegiatan ini dilaksanakan dengan:

  1. Pembentukan dan pengembangan kelompok asuhan mandiri
  2. Kegiatan kelompok asuhan mandiri secara benar dan berkesinambunngan
  3. Pelaksanaan pembinaan asuhan mandiri secara berjenjang (Kemkes RI, 2016). 

Konsep asuhan mandiri kesehatan tradisional merupakan bentuk upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat sebagai wahana pemberdayaan masyarakat dalam kesehatan tradisional. Asuhan mandiri kesehatan tradisional pada hakikatnya bertujuan mengubah perilaku masyarakat dalam memelihara kesehatan dan mengatasi gangguan kesehatan ringan utamanya dengan memanfaatkan kearifan lokal wilayah setempat. 

Pembentukan dan pembinaan kelompok asuhan mandiri merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) yang bertujuan agar masyarakat mampu melakukan pemeliharaan kesehatan secara mandiri dengan pemanfaatan TOGA dan keterampilan. Penyelenggaraan asuhan mandiri kesehatan tradisional di masyarakat oleh keluarga binaan dan kader diselenggarakan dibawah pembinaan puskesmas melalui fasilitator puskesmas. Implementasi dari asuhan mandiri kesehatan tradisional diharapkan dapat mendukung pencapaian program prioritas nasional, seperti mendukung penurunan angka kematian Ibu, angka kematian Bayi, pencegahan stunting, membantu mengendalikan faktor resiko penyakit tidak menular dan peningkatan daya tahan tubuh sehingga tidak mudah sakit (Kemkes RI, 2019).

Pembentukan Kelompok Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional dalam rangka pemberdayaan masyarakat harus memenuhi prinsip sebagai berikut:

  1. Kesadaran dan keinginan sendiri, ditandai dengan tidak ada paksaan dari siapapun dan mempunyai motivasi diri.
  2. Kebersamaan ditandai dengan adanya perilaku saling berbagi pengetahuan dan kemampuan.
  3. Kerjasama dan peran aktif kelompok asuhan mandiri dengan fasilitator.
  4. Kemandirian ditandai dengan kemampuan individu untuk menolong dirinya sendiri dan anggota keluarga, serta tersedianya bahan (tanaman obat) dan peralatan pijat, keterampilan jika diperlukan serta peralatan mengolah TOGA yang dibutuhkan, dalam menyelesaikan masalah/gangguan kesehatan yang dihadapi masyarakat.
  5. Berorientasi terhadap kebutuhan masyarakat ditandai dengan adanya dukungan kebijakan berupa peraturan, edaran atau surat serta dukungan dari petugas kesehatan yang terlatih dalam teknis asuhan mandiri.
  6.  Komitmen, ilmu dan keterampilan tentang asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan akan dibagi dengan orang lain namun hanya akan digunakan untuk diri sendiri atau keluarga.

E. HASIL DAN PEMBAHASAN

Kelompok Asuhan Mandiri Turi Putih

Kelompok Dasawisma Turi Putih terletak di RT 05 RW 01, Desa Kebonagung, Kecamatan Wonodadi, Kabupaten Blitar. Kelompok ini terbentuk sejak tahun 2012, diketuai oleh Ibu Nur Tajiaturraohmah. Seiring dengan terbitnya Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 9 Tahun 2016 tentang Upaya Pengembangan Kesehatan Tradisional melalui Asuhan Mandiri Pemanfaatan Taman Obat Keluarga dan Keterampilan, pada tahun 2016 kelompok dasawisma Turi Putih  dikembangkan oleh Pemerintah Desa Kebonagung dan dibina oleh Puskesmas Wonodadi sebagai kelompok asuhan mandiri dengan nama Kelompok Asuhan Mandiri Turi Putih.

Pengembangan Kelompok Asuhan Mandiri Turi Putih

Pengembangan Kelompok Asuhan Mandiri Turi Putih dilakukan oleh Fasilitator yang merupakan petugas Puskesmas Wonodadi yang telah terlatih Asuhan Mandiri Kesehatan Tradisional. Fasilitator tersebut ditetapkan melalui surat keputusan Kepala Puskesmas. Fasilitator kemudian melakukan sosialisasi kepada lintas sektor terkait, serta mitra lainnya melalui forum lokakarya mini yang difasilitasi oleh kepala Puskesmas. Fasilitator kemudian melakukan orientasi asuhan mandiri pemanfaatan TOGA dan keterampilan kepada kader yang ada di masyarakat.

Pengembangan Kelompok Asuhan Mandiri Turi Putih dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:

1. Forming

Kegiatan yang dilakukan anggota keluarga binaan di kelompok bersama kader adalah melakukan pendekatan, menciptakan suasan yang kondusif, menumbuhkan rasa percaya diri dan memberi kesempatan kepada anggota lain. Kader TOGA memfasilitasi keluarga binaan dalam kelompok untuk saling mengenal lebih dekat satu sama yang lainnya, dengan saling menceritakan tentang pengalamannya dalam memanfaatkan TOGA ataupun saling memberikan informasi tentang TOGA yang mereka miliki di rumah masing-masing.

2. Storming

Kelompok kemudian bersama-sama membicarakan rencana kegiatan kelompok dan mencoba menggali potensi yang dimiliki, yaitu pengembangan dan pemanfaatan tanaman obat.

3. Norming

Kader TOGA kemudian mengajak para anggota kelompok untuk bersama-sama membuat struktur organisasi, sebagai berikut:

4. Performing

Kelompok asuhan mandiri Turi Putih yang sudah terbentuk kemudian menjalankan peran dan tugasnya masing-masing. Pengembangan kelompok asuhan mandiri Turi Putih  memanfaatkan dana dari berbagai sumber serta menjaring kerja sama dari mitra potensial, yang berasal dari unsur Pemerintah setempat dan lintas sektor terkait, antara lain Gubernur, Bupati, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar, Camat, TP-PKK Kecamatan, Kepala Desa Wonodadi, dan TP-PKK Desa Wonodadi. Hasil dari kerja sama tersebut antara lain:

  1. dukungan regulasi dan kebijakan di tingkat Provinsi hingga Desa.
  2. Jajaran Pemerintah Daerah memberikan pembinaan secara berjenjang dan memotivasi masyarakat untuk mengembangkan kelompok asuhan mandiri.
  3. Dukungan anggaran untuk pembinaan dan pelaksanaan kegiatan kelompok asuhan mandiri.
  4. Melakukan kemitraan dengan Koperasi, perdagangan, perindustrian, pertanian, LSM, TP-PKK, perusahaan Jamu “IBU” dan BR
  5. Membantu pemasaran produk hasil kelompok asuhan mandiri.
  6. Bantuan tanaman obat kepada kelompok asuhaan mandiri.

Proses Pemberdayaan Kelompok Asuhan Mandiri Turi Putih

Menurut Wrihatnolo dan Dwidjowijoto, 2007, pemberdayaan dilakukan dalam 3 (tiga) tahapan, yaitu tahap penyadaran, peningkatan kapasitas, dan pengembangan kekuatan. Aplikasi tahapan tersebut dalam proses pemberdayaan Kelompok Asuhan Mandiri Turi Putih adalah:

1. Tahap penyadaran

Berawal dari melihat potensi di daerah sekitar, berupa empon-empon yang tumbuh di sekitar lingkungan tempat tinggal masyarakat Desa Kebonagung yang terbengkalai dan tidak dimanfaatkan, kelompok asuhan mandiri Turi Putih kemudian berinisiatif untuk menanam dan memanfaatkannya untuk menjaga stamina, mengatasi keluhan ringan maupun perawatan setelah sakit. Setiap anggota dalam kelompok tersebut memiliki  TOGA yang dapat memenuhi kebutuhan tanaman obat setiap anggotanya dengan prinsip gotong royong, saling membutuhkan dan saling menolong. Kelompok kemudian mencoba membuat ekstrak empon-empon dengan kemasan yang sederhana. Untuk meningkatkan jumlah bahan baku, kelompok kemudian melakukan budidaya empon-empon pada TOGA anggota kelompok. 

2. Tahap peningkatan kapasitas (capacity building)

Setiap keluarga dalam kelompok asuhan mandiri Turi Putih mempelajari dan melaksanakan cara pengelolaan TOGA, mulai dari pemilihan benih, penanaman, pemeliharaan sampai pemanenan didampingi oleh sektor pertanian. Kader didampingi fasilitator dari Puskesmas mengajarkan kepada keluarga binaan tentang pengelolaan pemanfaatan hasil TOGA menjadi produk untuk dimanfaatkan sendiri maupun untuk menambah penghasilan keluarga. Kader dan Fasilitator Puskesmas juga melatih keluarga binaan tentang akupresur untuk dapat diterapkan dalam keluarga apabila mengalami gangguan kesehatan ringan serta berbagi pengetahuan dan keterampilan dengan keluarga lain dalam kelompoknya.

Melalui kerjasama dengan Dinas Koperasi serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan, kelompok mengikuti pelatihan-pelatihan kewirausahaan. Hasilnya, proses produksi kemudian dilakukan sesuai standar, kemasan produk semakin baik, dan menjadi semakin dikenal serta diminati oleh masyarakat luas. Proses produksi pun dilakukan secara ramah lingkungan, dengan memanfaatkan limbah produksi sebagai pakan ternak. Dengan dukungan pemerintah setempat, kemudian didirikan Pusat Minuman Estrak Rempah Alam cap “TURI PUTIH” di desa Kebonagung. Kepala Camat Wonodadi pun menjadikan produk Kelompok Asuhan Mandiri Turi Putih sebagai produk unggulan Kecamatan Wonodadi dan diharapkan ke depannya dapat juga menjadi produk unggulan Kabupaten Blitar.

3. Pengembangan kekuatan (empowerment)

Ekstrak empon-empon sebagai produk Kelompok Asuhan Mandiri Turi Putih dikenalkan secara luas melalui berbagai event dan bazar di wilayah Kabupaten Blitar maupun di level nasional dan mendapatkan respon positif dari berbagai pihak. Bupati Blitar saat itu, Bpk Drs. Riyanto, MM, memberikan apresiasi yang luar biasa. Puncaknya, Kelompok Asuhan Mandiri Turi Putih diikutsertakan dalam Lomba Pemanfaatan TOGA tingkat nasional pada tahun 2018 yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan RI. Dan kembali kelompok ini dapat menunjukkan prestasinya dengan berhasil memenangkan Juara I Kategori Desa pada Lomba Penilaian TOGA Tingkat Nasional.

Strategi yang digunakan untuk mengembangkan kegiatan kelompok Asuhan Mandiri Turi Putih agar lebih bermanfaat dan lebih maju yaitu:

  1. Menambah koleksi tanaman obat
  2. Mengadakan pertemuan rutin di kelompok
  3. Menyediakan wahana wisata edukasi TOGA untuk masyarakat luas
  4. Mengembangkan usaha produksi minuman instan
  5. Mempelajari teknik akupresur untuk gejala sakit ringan
  6. Mengembangkan kerjasama dengan pihak luar
  7. Menjadi pelopor terbentuknya Asuhan Mandiri di kawasan Desa Kebonagung
  8. Kelompok Asuhan Mandiri Turi Putih berhasil mengembangkan membentuk 5 (lima) kelompok asuhan mandiri baru sebagai penguat sekaligus lebih mendekatkan masyarakat tentang pemanfaatan TOGA sebagai alternatif solusi permasalahan kesehatan, Kelompok tersebut adalah Kelompok Asuhan Mandiri Cantik, Kemaruk, Sakinah, Ploong, dan Sugeh Waras. Kedepannya, akan terus dikembangkan kelompok-kelompok asuhan mandiri baru di seluruh kawasan Desa Kebonagung.

Di tengah berbagai keberhasilan yang berhasil diraih, tentunya masih ditemui beberapa faktor penghambat diantaranya adalah kendala dalam kegiatan produksi yang masih menggunakan peralatan yang manual, seperti belum adanya alat peniris minya dan juga kesulitan pengeringan pada saat musim hujan. Selain itu, pemasarannya masih terbatas, menggunakan Facebook maupun Instagram sebagai sarana pemasaran produk karena terkendala kemampuan SDM yang rata-rata adalah ibu rumah tangga.

F. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pengembangan Kelompok Asuhan Mandiri Turi Putih difasilitasi oleh Petugas Puskesmas Wonodadi dengan Langkah-langkah forming, storming, norming dan performing, sehingga kelompok asuhan mandiri Turi Putih siap untuk melaksanakan kegiatannya. Pengembangan kelompok dilakukan dengan bekerjasama dengan mitra potensial yang terdiri dari unsur Pemerintah setempat dan lintas sektor terkait sehingga muncul dukungan dari berbagai pihak mulai dari kepala desa sampai Gubernur, berupa alokasi anggaran, pembinaan, kemitraan, dan inovasi pengembangan.

Proses pemberdayaan kelompok asuhan mandiri Turi Putih dilakukan dengan tahapan penyadaran terhadap berbagai potensi di sekitar masyarakat yang dapat digunakan untuk meningkatkan Kesehatan. Kemudian dilanjutkan dengan peningkatan kapasitas yang dilakukan melalui kegiatan orientasi, pendampingan, dan pelatihan metode penanaman, pemanfaatan, dan pengolahan tanaman obat yang baik. Setelahnya dilakukan tahap pengembangan kekuatan di mana kelompok asuhan mandiri Turi Putih menjadi mampu untuk memenuhi kebutuhan anggotanya akan tanaman obat dan bahkan meningkatkannya menjadi produksi ekstrak empon-empon yang semakin berkembang dan menunjukkan prestasinya hingga tingkat nasional. Kelompok Asuhan Mandiri Turi Putih pun mampu melebarkan sayapnya dengan membentuk dan membina kelompok asuan mandiri lainnya.

Melalui pengembangan kelompok asuhan mandiri telah membawa banyak manfaat bagi masyarakat berupa peningkatan kesehatan masyarakat, memperindah lingkungan, serta meningkatkan penghasilan keluarga.

Saran

Produk Kelompok Asuhan Mandiri Turi Putih yang mendapatkan respon positif dari masyarakat dapat dikembangkan kembali melalui modernisasi peralatan. Selain itu, dapat dilakukan peningkatan kapasitas terkait pemasaran produk sehingga produk kelompok asuhan mandiri Turi Putih dapat semakin dikenal dan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas.

G. DAFTAR PUSTAKA

BPJS Kesehatan, 2021. Info BPJS Kesehatan Edisi 104.

Hamid Hendrawati, 2018, Manajemen Pemberdayaan Masyarakat. Makassar: Della Macca.

Husaeni dan Marlianae, L, 2019. Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan, Universitas Lambung Mangkurat Press, Banjarbaru.

Kementerian Kesehatan RI, 2015. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 65 Tahun 2013 tentang Pedoman Pelaksanaan dan Pembinaan Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan.

Kementerian Kesehatan RI, 2015. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 Tahun 2015 tentang Upaya Peningkatan Kesehatan dan Pencegahan Penyakit.

Kementerian Kesehatan RI, 2016. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 9 Tahun 2016 tentang Upaya Pengembangan Kesehatan Tradisional Melalui Asuhan Mandiri Pemanfaatan Taman Obat Keluarga dan Keterampilan.

Kementerian Kesehatan RI, 2019a. Laporan Nasional Riskesdas 2018.

Kementerian Kesehatan RI, 2019b. Ristoja Ungkap Tumbuhan Obat untuk Kanker. Available at: https:// www.kemkes.go.id/article/print/19081600002/ristoja-ungkap-tumbuhan-obat-untuk-kanker.html. Diakses pada 28 Mei 2022.

Kementerian Kesehatan RI, 2019c. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 8 Tahun 2019 tentang Pemberdayaan Masyarakat Bidang Kesehatan.

Kementerian Kesehatan RI, 2021. Petunjuk Teknis Pengembangan Kesehatan Tradisonal melalui Pemanfaatan Taman Obat  Keluarga dan Keterampilan di Puskesmas.

Kementerian Kesehatan RI, 2021. Modul Materi Inti 3 Pemberdayaan Masyarakat dan Kemitraan dalam Asman Pemanfaatan Toga dan Akupresur

Mardikanto T dan Poerwoko S, 2012. Pemberdayaan Masyarakat Dalam Perspektif Kebijakan Publik. Alfabeta. Bandung

Purwanto, B., 2022. Masalah dan Tantangan Kesehatan Saat Ini. Available at: https:// kesmas.kemkes.go.id/konten/133/0/masalah-dan-tantangan-kesehatan-indonesia-saat-ini. Diakses pada 28 Mei 2022.

Umstot, D.D. 1988. Understanding Organizational Behavior. 2nd Ed. USA: West Publishing Company.

Yuliana, I.K., 2017. Back to Nature : Kemajuan atau Kemunduran. Jurnal Mangifera Edu, Volume 2, Nomor 1, Juli 2017, Halaman 20-31.

Wrihatnolo, Randy R. dan Dwidjowijoto, Riant N. (2007). Manajemen Pemberdayaan: Sebuah Pengantar dan Panduan untuk Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo

Related posts