Manajemen Risiko dalam Pelayanan Pasien Preeklampsia Berat (PEB)/Eklampsia di Rumah Sakit

Sumber:sehatq.com/2022

Hnews.id |

Pendahuluan

Risiko dapat muncul di hampir semua aktivitas dalam proses perawatan kesehatan. Upaya identifikasi dan pencegahan risiko akan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Manajemen risiko adalah proses mengukur dan mengevaluasi risiko dan mengembangkan strategi untuk mengatasi risiko tersebut. Proses tersebut dilakukan dengan mengidentifikasi, mengendalikan dan memantau serta dengan cara looping untuk meminimalkan semua aspek risiko di lapangan, sehingga menghasilkan sistem yang aman dan efisien. Manajemen risiko dalam pelayanan kebidanan adalah suatu proses terencana dan sistematis yang bertujuan untuk mencegah, mengurangi dan atau mengendalikan kerugian yang mungkin timbul dari segala risiko yang ada selama pelayanan.

Di zaman modern ini, hampir tidak ada ruang kehidupan masyarakat yang bebas dari hukum. Hal yang sama berlaku untuk sektor kesehatan, termasuk kebidanan. Di sisi lain, orang biasanya lebih sadar akan haknya daripada kewajibannya. Situasi tersebut telah menyebabkan peningkatan tuntutan “malpraktik” terhadap dokter. Masalah ini secara konseptual dapat diselesaikan dengan menerapkan manajemen risiko.

Untuk melaksanakan manajemen risiko, setiap petugas kesehatan dituntut mengambil tanggung jawab untuk :

  • Mengenali kesalahan/kekeliruan pengobatan/tindakan sebelum terlambat
  • Mengidentifikasi prosedur/pengobatan yang be risiko tinggi
  • Menyadari keterbatasan pengetahuan dan kete rampilan
  • Menerapkan mekanisme fail-safe
  • Membuat standar pelayanan

Manajemen risiko klinis diketahui sebagai komponen penting dalam pengaturan di bidang obstetri klinis. Di Inggris, penggunaan fire drills telah dimulai sejak 1999, Confidential Enquiry into Maternal Deaths and Towards Safer Child birth sebagai antisipasi dalam kegawatdaruratan obstetri. Baik dokter maupun bidan membutuhkan pelatihan simulasi untuk mengatasi krisis kebidanan. Simulasi dapat meningkatkan keterampilan dan kebiasaan klinis saat menghadapi keadaan darurat, menunjukkan bahwa metode tersebut memiliki peran dalam strategi manajemen risiko.

Dalam pelayanan kebidanan, selain kematian ibu, terdapat kematian perinatal yang dapat dijadikan sebagai parameter keberhasilan pelayanan. Preeklamsia merupakan komplikasi pada 1,6-3,6% kehamilan di Asia. Preeklamsia tetap menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas ibu dan perinatal dalam kebidanan modern. Preeklamsia/eklampsia masih menjadi salah satu penyebab utama tingginya angka kematian ibu dan perinatal di Indonesia. Eklampsia merupakan penyebab utama kedua kematian ibu, yaitu 13% kematian ibu di Indonesia (rata-rata dunia adalah 12%). Penelitian yang dilakukan oleh Soejoenoes di 12 rumah sakit pendidikan di Indonesia pada tahun 1983 menunjukkan kejadian preeklampsia berat (PEB)/eklampsia sebesar 5,3% dengan angka kematian perinatal sebesar 10,83 perseribu (4,9 kali lebih besar dibandingkan dengan angka yang ditemukan pada kehamilan normal).

Pengelolaan

Penatalaksanaan dibagi menjadi tes laboratorium, tindakan, dan sikap terhadap kehamilan. Semua pemeriksaan yang dilakukan terhadap responden telah sesuai dengan instruksi dan protokol interpretasi mereka. Tindakan mulai dari pemeriksaan ABC (jalan napas, pernapasan, sirkulasi) hingga manajemen pasien dengan kejang (eklampsia) dinilai sesuai dengan prosedur operasi standar. Sikap responden terhadap kehamilan dibagi menjadi perawatan konservatif dan perawatan aktif. Tak satu pun dari 15 responden menerima pengobatan konservatif. Usia kehamilan responden umumnya cukup bulan (12; 75%). Terminasi kehamilan dilakukan secara SC (Sectio Cesaria) pada 8 orang pasien (53,3%) dan sisanya pervaginam (46,7%). Indikasi SC antara lain eklampsia gravidarum (2; 25%), eklampsia iminens (4; 50%), makrosomia (1; 12,5%), dan HELLP syndrome (1; 12,5%).

Pencapaian Tolok Ukur Keluaran (Output)

Risiko atau masalah adalah kesenjangan antara tolok ukur dan pencapaian pada elemen output atau output. Kualitas pelayanan rumah sakit dapat diukur dari berbagai aspek yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pelayanan yang diberikan.

Angka Kematian Ibu

Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia pada tahun 2007 menunjukkan angka 248 per 100.000 kelahiran hidup. Dibandingkan dengan negara berkembang se Asia Tengara, AKI di Indonesia masih tergolong tinggi. Angka kematian ibu akibat eklampsia di Indonesia pada tahun 2001 adalah 23,7% dan menurun pada tahun 2008 menjadi 13%. Sementara di IGD lantai 3 RSCM terdapat penurunan AKI akibat eklampsia dari 0,14% pada tahun 2007 menjadi 0% sampai bulan Agustus 2008.

Lama rawat di IGD

Menurut Pusat Statistik Kesehatan Nasional (NC-HS), lama rawat  di rumah sakit adalah rasio jumlah hari dalam satu kelompok dengan jumlah total pasien yang keluar dari kelompok tersebut. Protokol 2007 masih menetapkan bahwa pasien dengan preeklamsia atau eklampsia harus tinggal di ruang gawat darurat tidak lebih dari 2 hari sebelum dipindahkan ke bangsal. Saat ini pasien PEB/eklampsia dirawat di ruang gawat darurat selama 1 hari, dan jika kondisinya masih membutuhkan perawatan intensif rata-rata 1 hari, mereka dipindahkan ke unit perawatan intensif (HCU) dan kemudian ke rumah sakit. Salah satu tujuannya adalah untuk meminimalkan risiko UGD utuh pada pasien lanjut usia dan berupaya meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit.

Kepuasan pasien

Kepuasan pasien merupakan penilaian subjektif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan dan diterima oleh pasien. Kepuasan pasien disini hanya dinilai secara subjektif melalui wawancara pasien dan tidak dinilai secara objektif terhadap indikator kepuasan pasien. Penelitian Suryawati dkk menunjukkan bahwa sekitar 68,6% hingga 76,24% pasien merasa puas dengan pelayanan rumah sakit, terutama dengan dokter. Studi lain oleh Aminudin di Rumah Sakit Bhakti Asih Tangerang menunjukkan bahwa 60,7% responden tidak puas dengan layanan yang mereka terima.

Penerapan Manajemen Risiko

Tanggung jawab utama untuk menerapkan manajemen risiko klinis di RSCM berada di tangan Direktur Pelayanan Medik. Tanggung jawab manajemen risiko yang lebih luas yang mencakup aspek keuangan dan komersial, keselamatan, integritas fasilitas, proteksi kebakaran, dll. ditugaskan ke area yang relevan. Sistem manajemen mutu ISO 9000 dapat membantu mengimplementasikan konsep dasar tata kelola klinis di rumah sakit, terutama dalam penerapan standar: akuntabilitas layanan klinis, standar kebijakan dan strategis, standar pengembangan dan pelatihan profesional, upaya kebijakan untuk partisipasi penuh dalam peningkatan kualitas, dan layanan Aplikasi Metrik Efektivitas.

Identifikasi resiko

Risiko dapat berasal dari input, proses, lingkungan, dan umpan balik. Risiko ini mempengaruhi output apakah manajemen risiko dalam pengelolaan PEB/eklampsia rumah sakit.

Kesimpulan

Untuk meningkatkan keselamatan pasien di tingkat rumah sakit, diperlukan manajemen risiko klinis formal melalui pengembangan sistem pelaporan dan pencatatan kejadian klinis, kegiatan pelatihan peningkatan kapasitas pelayanan ruang gawat darurat, termasuk kinerja perawat, penetapan standar pelayanan minimal rumah sakit, pengembangan pengobatan Sistem prioritas risiko. temuan, serta review berkala sebagai penilaian terhadap berbagai faktor risiko yang ditemukan.

Related posts