Penerapan Manajemen Risiko Klinis Dalam Pelayanan Kesehatan dan Keperawatan di Rumah Sakit

Sumber:mediadiklatindonesia.com/2022

Hnews.id |

Pendahuluan

Mengingat pentingnya pelaksanaan keselamatan pasien, penyelenggaraan keselamatan pasien sudah menjadi kewajiban bagi seluruh pelayanan kesehatan, baik pelayanan kesehatan primer, sekunder, tersier sesuai dengan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan No. 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien yang menyebutkan bahwa setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus menyelenggarakan keselamatan pasien. Sekitar 10% pasien yang dirawat di sarana kesehatan di negara maju dan lebih dari 10% di negara berkembang mengalami kejadian tidak diharapkan (KTD), (WHO, 2013). Di Indonesia kejadian tidak diharapkan (KTD) yang disebabkan oleh  proses atau prosedur klinik sebanyak 9,26 %, sebanyak 9,26% disebabkan oleh medikasi, dan sebanyak 5,15% karena pasien jatuh.

Meskipun manajemen risiko dianggap dapat menjamin pengawasan dan pencegahan risiko secara terus menerus dan sistematis, tetapi masih sedikit organisasi di dunia yang menerapkan manajemen risiko dengan baik. Pada rumah sakit dengan maturitas manajemen risiko yang rendah, indeks pelaporan risiko atau insiden hanya mencapai 50% dengan indeks kemapanan manajemen risiko yang rendah.

Manajemen Risiko dalam Pelayanan Kesehatan merupakan upaya untuk mereduksi KTD, terlepas dari KTD tersebut karena resiko yang melekat ataupun memang setelah dianalisis karena adanya error atau kelalaian (negligence) dalam pelayanan. Apabila KTD sudah terjadi, beban pelayanan tidak hanya pada sisi finansial semata, namun beban psikologis dan sosial akan terasa lebih berat. Manajemen risiko melalui konsep pengelolaan pada sistem pelayanan kesehatan merupakan metode yang banyak dikembangkan. Risiko-risiko yang mungkin terjadi dalam pelayanan kesehatan perlu diidentifikasi dan dikelola dengan baik untuk mengupayakan keselamatan pasien, pengunjung dan masyarakat yang dilayani (Kholifatun Islami, dkk, 2018).

Pasal 2 Permenkes No 11 Tahun 2017 menyebutkan pengaturan keselamatan pasien bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan fasilitas pelayanan kesehatan melalui penerapan manajemen risiko dalam seluruh aspek pelayanan yang disediakan oleh fasilitas pelayanan kesehatan. Pasal 2 Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran menyebutkan bahwa, Praktik kedokteran dilaksanakan berasaskan Pancasila dan didasarkan pada nilai ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, serta perlindungan dan keselamatan pasien. Hal ini diperjelas lagi di bagian penjelasan Pasal 2 Undang-Undang No.29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran bahwa perlindungan dan keselamatan pasien adalah bahwa penyelenggaraan praktik kedokteran tidak hanya memberikan pelayanan kesehatan semata, tetapi juga harus mampu memberikan peningkatan derajat kesehatan dengan tetap memperhatikan perlindungan dan keselamatan pasien.

Pembahasan

1. Defenisi Manajemen Risiko

Risiko adalah kemungkinan menderita kerusakan atau kerugian. Sedangkan risiko klinis adalah bahaya, kesalahan, musibah atau potensi terjadinya hal-hal yang merugikan pasien terkait dengan atau sebagai dampak dari asuhan klinis yang diberikan. Risiko klinis di Rumah Sakit merupakan isu yang dapat berdampak terhadap pencapaian pelayanan pasien yang bermutu, aman dan efektif. Sedangkan risiko non klinis (Corporste Risk) adalah isu yang dapat berdampak terhadap tercapainya tugas pokok dan kewajiban hukum dari rumah sakit sebagai korporasi (perusahaan).

Manajemen risiko mengacu pada rencana yang komprehensif yang mengidentifikasi, mengevaluasi, menganalisa, menghilangkan atau mengurangi serta memonitor risiko yang dapat menyebabkan cedera pada pasien maupun petugas atau yang dapat mengakibatkan kerugian keuangan atau kewajiban hukum.

2. Manfaat Manajemen Risiko Rumah Sakit

Dengan menerapkan manajemen risiko, rumah sakit secara proaktif dan sistematis dapat melindungi keselamatan pasien serta aset, pasar, akreditasi, tingkat penggantian, nilai merk, dan kedudukan komunitas rumah sakit. Mempertahankan kualitas klinis yang tinggi akan semakin mempengaruhi kinerja keuangan dan mengurangi risiko penurunan citra rumah sakit karena penggantian biaya beralih model fee for service ke model Ina CBG.

3. Tujuan Manajemen Risiko

Berikut adalah beberapa tujuan manajemen risiko harus dilakukan di Pelayanan Kesehatan termasuk Rumah sakit, yaitu:

  • Meminimalkan kemungkinan terjadinya hal-hal yang memiliki konsekuensi negatif bagi pasien, staf dan organisasi.
  • Meminimalkan risiko kematian, cedera dan atau penyakit bagi pasien, staf dan orang lain sebagai akibat dari pelayanan yang diberikan.
  • Meningkatkan hasil asuhan keperawatan pada pasien
  • Mengelola sumber daya secara efektif
  • Mendukung kepatuhan terhadap regulasi/peraturan perundang-undangan dan memastikan kelangsungan dan pengembangan organisasi.

4. Penerapan Manajemen Risiko Klinis

Pendekatan manajemen risiko dilakukan melalui penyusunan program berbasis identifikasi dan analisis risiko serta implementasi, evaluasi dan tindak lanjut berbasis manajemen risiko secara menyeluruh dan terkoordinasi di seluruh unit-unit pelayanan, bagian dan bidang di manajemen, serta tim-tim dan komite-komite yang meliputi area klinis dan non klinis. Pendekatan baru ini memerlukan sosialisasi, manajemen data, serta koordinasi yang optimal agar dapat terlaksana dengan baik. Pelaksanaan manajemen risiko dalam berbagai organisasi saat ini belum efektif, hanya kurang dari seperempat organisasi di dunia menerapkan manajemen risiko yang matur (Piper, 2019).

Berikut beberapa tahapan dalam manajemen risiko klinis:

  1. Memantapkan konten. Mengidentifikasi dan memahami lingkungan operasi organisasi dan konteks strategis dalam rangka untuk program manajemen risiko klinis pelayanan kesehatan menjadi efektif.
  2. Identifikasi Risiko. Mengidentifikasi risiko klinis internal dan eksternal yang dapat menimbulkan ancaman bagi sistem kesehatan, unit organisasi, bisnis dan tim dan atau pasien.
  3. Analisis Risiko. Melakukan analisis sistematis dari sistem kesehatan, organisasi, unit bisnis, dan lingkungan tim untuk memahami sifat risiko dan untuk mengidentifikasi tugas-tugas untuk tindakan lebih lanjut.
  4. Evaluasi dan Prioritas Risiko. Mengevaluasi risiko dan membandingkan terhadap kriteria penerimaan untuk mengembangkan daftar prioritas risiko untuk tindakan lebih lanjut.
  5. Mengelola Risiko. Mengidentifikasi berbagai pilihan untuk mengelola risiko, menilai pilihan, menyiapkan rencana pengelolaan risiko dan menerapkannya dengan menggunakan sumber daya yang tersedia. Menetapkan alternatif atau pilihan, analisis untung rugi, memilih tindakan yang paling sesuai, perencanaan tindakan dan implementasi.

Kesimpulan

  1. Penerapan manajemen risiko pada fasilitas pelayanan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan mutu pelayanan fasilitas pelayanan kesehatan sejalan dengan Pasal 2 Permenkes No 11 Tahun 2017. Tetapi hanya seperempat organisasi di dunia yang menerapkan manajemen risiko secara matur. Pada rumah sakit dengan maturitas manajemen risiko yang rendah, indeks pelaporan risiko atau insiden hanya mencapai 50% dengan indeks kemapanan manajemen risiko yang rendah.
  2. Pendekatan manajemen risiko dapat dilakukan melalui penyusunan program berbasis identifikasi dan analisis risiko serta implementasi, evaluasi dan tindak lanjut berbasis manajemen risiko secara menyeluruh dan terkoordinasi di seluruh unit-unit pelayanan, bagian dan bidang di manajemen, serta tim-tim dan komite-komite yang meliputi area klinis dan non klinis.

Related posts