Hnews.id | Faktor penting dari suatu negara adalah kualitas sumber daya manusia (SDM) dan kualitas pendidikan. Jika suatu negara memiliki kualitas SDM dan pendidikan yang baik, maka Sumber Daya Alam (SDA) yang dimiliki negara tersebut akan dikelola secara maksimal sehingga dapat menciptakan suatu kesejahteraan bagi negara. Kesehatan memiliki andil besar dalam penentuan kualitas SDM di suatu negara, dikarenakan jika tingkat kesehatan lemah maka produktivitas akan menurun dan tidak dapat beraktivitas secara maksimal.
Masalah kesehatan yang dapat mempengaruhi kualitas SDM suatu negara adalah stunting. Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada balita (bayi bawah lima tahun) akibat kurang gizi berkepanjangan yang dipengaruhi oleh status kesehatan remaja, ibu hamil, pola makan balita, ekonomi, budaya, maupun faktor lingkungan seperti sanitasi dan akses terhadap layanan kesehatan. Dampak yang diakibatkan oleh stunting terbagi menjadi 2 yaitu dampak jangka pendek dan dampak jangka panjang. Dampak jangka pendek stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan otak, sedangkan dampak jangka panjang stunting adalah penurunan kemampuan kognitif, penurunan tingkat kecerdasan, dan penurunan daya tahan tubuh. Maka dari itu, pemerintah Indonesia menetapkan stunting menjadi isu prioritas nasional yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Terdapat 13 Program Intervensi Spesifik dan Sensitif untuk menurunkan angka stunting di Indonesia. Program Intervensi Spesifik merupakan kegiatan langsung yang umumnya diberikan oleh sector kesehatan untuk mengatasi penyebab terjadinya stunting dimulai dari fase sebelum hamil, saat hamil, dan setelah lahir dengan sasaran program yaitu remaja putri, ibu hamil, dan balita. Program Intervensi Sensitif merupakan kegiatan yang berhubungan dengan penanganan penyebab tidak langsung dari stunting seperti sanitasi dan ketersediaan air bersih yang dilakukan pada fase sebelum dan setelah melahirkan dengan sasaran program yaitu pada remaja putri, ibu hamil, balita, dan masyarakat umum.
Salah satu Program Intervensi Spesifik yang dilakukan pemerintah adalah suplementasi Tablet Tambah Darah (TTD) pada remaja puteri (rematri), wanita usia subur (WUS), dan ibu hamil. Pengaplikasian Program Intervensi Spesifik untuk remaja puteri adalah melalui kegiatan #AksiBergizi yang merupakan gerakan konsumsi TTD bagi remaja putri dan penyebarluasan informasi TTD di kalangan siswa dengan melakukan aktivitas olahraga pagi, sarapan sehat, screening anemia, dan konsumsi TTD di sekolah. Pelaksanaan kegiatan #AksiBergizi ini melibatkan puskesmas untuk melakukan pencatatan aktivitas.
Berdasarkan data Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi anemia di Indonesia pada usia 5-14 tahun adalah 26,8% dan pada usia 15-24 tahun adalah 32%. Dengan prevalensi tersebut, maka dapat dikatakan bahwa di Indonesia anak yang menderita anemia sekitar 3 dari 10 anak. Kegiatan suplementasi TTD melalui #AksiBergizi diperlukan untuk mencegah terjadinya anemia pada remaja puteri. Konsumsi TTD bagi remaja puteri adalah 1 tablet perminggu selama 1 tahun bagi remaja puteri usia 12–18 tahun (kelas 7 sampai 12) untuk meningkatkan kadar Hemoglobin (Hb) dalam tubuh.
Anemia merupakan kondisi tubuh dengan kadar Hemoglobin (Hb) dalam darah lebih rendah dari normal. Gejala anemia adalah 5L (Lesu, Letih, Lemah, Lelah, dan Lalai), mudah mengantuk, sulit berkonsentrasi, sering pusing, mata berkunang-kunang, serta pucat pada wajah, kelopak mata, bibir, dan kuku. Penyebab anemia adalah kurangnya asupan zat besi dalam makanan, kebutuhan yang meningkat karena menstruasi dan pertumbuhan, menderita penyakit infeksi, kehilangan zat besi pada perdarahan. Anemia dapat menurunkan daya tahan tubuh, jika ibu hamil mengalami anemia maka akan meningkatkan risiko perdarahan pada proses melahirkan.
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menyatakan bahwa proporsi remaja putri yang memperoleh TTD dalam 12 bulan terakhir di sekolah adalah 76,2%, namun hanya 1,4 % yang mengonsumsi TTD sesuai anjuran. Maka walaupun pemberian TTD pada remaja putri sudah dilakukan, namun prevalensi anemia masih cukup tinggi. Banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut, salah satunya adalah kurangnya kepatuhan remaja putri dalam mengonsumsi TTD. Dalam rangka meningkatkan kepatuhan remaja puteri dalam mengonsumsi TTD, Kementerian Kesehatan membuat suatu inovasi yaitu dengan meluncurkan aplikasi Cegah Anemia Remaja Indonesia (CERIA) yang dapat diunduh di Google Play Store dengan link download sigiziterpadu.kemkes.go.id/ceria.apk.
Aplikasi CERIA adalah sarana untuk melakukan pencatatan dan pelaporan data secara elektronik untuk konsumsi TTD remaja puteri, sebagai sumber informasi untuk remaja puteri mengenal TTD dan anemia, serta pengingat minum TTD setiap minggu. Data yang terdapat dalam aplikasi CERIA dapat direkap oleh sekolah dan puskesmas yang berada pada wilayah sekolah. Pendaftaran dalam aplikasi CERIA membutuhkan data diri seperti nama lengkap, NIK, email, nomor handphone, tempat dan tanggal lahir, sekolah, username, dan password. Di dalam aplikasi CERIA terdapat menu Minum TTD dan Ukur. Di menu Minum TTD diperlukan untuk memasukkan data jumlah TTD yang diminum, sumber TTD, dan deskripsi. Di menu Ukur akan ada input tanggal minum, Berat Badan (BB), Tinggi Badan (TB), dan Hemoglobin (Hb). Riwayat Minum TTD dan Ukur dapat dilihat pada Beranda. Pengisian data dalam aplikasi CERIA dilakukan pribadi oleh siswi, data diisi setelah melakukan minum TTD bersama.
Dalam pengembangan aplikasi CERIA, Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Dinas Pendidikan untuk penyediaan daftar nama sekolah yang belum tercantum dalam aplikasi. Aplikasi CERIA saat ini hanya terdapat di Play Store, kedepannya akan dikembangkan tersedia di AppStore.