Hnews.id | Ketika kami jalan-jalan ke Tabalong, kami teringat bahwa salah satu produk petani adalah madu. Betapa tidak, di kawasan perbatasan Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan ini banyak terdapat hasil alam selain minyak, pertambangan, produksi madu.
Sebagai Tanggung Jawab Sosial atau Corporate Social Responsibility (CSR), pada tahun 2018 sinergi budidaya lebah kelulut dimulai di areal pasca panen Paringin PT Adaro Indonesia, dengan pembinaan berbasis masyarakat sekitar, termasuk mendorong pengembangan madu kelulut.
Alasan perusahaan tambang tersebut mengembangkan madu kelulut yang berpotensi untuk dikembangkan di masyarakat.
Dengan bertani secara intensif diharapkan dapat meningkatkan produksi usaha kecil menengah (UKM) dan tentunya pendapatan masyarakat.
Salah satu penerima manfaat CSR, Maskuni, pemilik Keraton Kelulut, terus membudidayakan dan memproduksi madu kelulut atau lebah latin tanpa sengat.
Melalui kerja sama ini, ia kini mampu mengembangkan hingga 50 sarang lebah yang awalnya mengandalkan pohon yang ditebang sebelumnya. Dilihat dari kisah warga Paring Batu, Kecamatan Paringin Kabupaten Balangan ini, Maskuni mengalami kemajuan pesat sejak dikembangkan dengan bantuan PT Adaro, dan telah berhasil meraup hingga puluhan juta rupiah.
Terlebih lagi, perusahaan mewajibkan tamu yang berkunjung untuk mengirim setidaknya 50 botol suvenir sebulan untuk memenuhi permintaan Adaro.
Awalnya, Maskuni hanya bekerja sebagai pencari madu untuk Kelulut di hutan sekitar Kabupaten Balangan dan Tabalong.
Namun, setelah mengasuh, mendampingi dan mengedukasi perkembangan ternak Kelulut melalui program CSR Adaro, kini bapak dua anak ini memiliki lahan budidaya madu dengan omzet puluhan juta rupiah.
“Sekarang saya tidak perlu repot keliling hutan lagi, saya hanya perlu mengontrol perkembangan madu setiap bulan untuk memanen madu Tarasika yang dijual seharga Rp 800.000 per liter dan Itama Rp 400.000 per liter. Jenisnya,” Senin (4 November). 2022) Pemilik Istana Madu di Paringin, Masquenee mengatakan kepada staf media.
Selain kemasan yang diproduksi oleh Istana Madu, mampu menghirup langsung ke sarang yang baru dibuka di area tumbuh cukup menarik bagi wisatawan atau pembeli. Ternyata, wisatawan lebih dari puas dengan madu yang dihasilkan oleh lebah yang mereka pelihara.
“Semua pengunjung bisa masuk ke peternakan lebah asalkan tidak merokok selama berkunjung ke peternakan lebah,” ujarnya.
Diakuinya, sebelum menjadi mitra asuh PT Adaro, madu yang dia hasilkan setiap bulan hanya cukup untuk makan ini.
Hasilnya kini sudah mencapai Rp 15 juta hingga 20 juta, ditambah promosi PT Adaro di bidang pemasaran, sehingga kini madu yang dipanen setiap bulannya tak lama kemudian ludes.
Sekali lagi, hasil panen tergantung pada cuaca. Karena jika Anda memberikan banyak bulir bunga, maka panennya akan banyak. Namun jika musim hujan tiba, hasilnya akan lebih sedikit dibandingkan saat musim panas.
Maskuni juga mengatakan bahwa pembeli madu Kalulutnya tidak lagi hanya masyarakat dari daerah Balangan dan Tabalong, tetapi hampir seluruh Indonesia.
“Selain Kalimantan, Sumatera dan Jawa, khususnya Jakarta, merupakan pangsa pasar terbesar kami saat ini. Selain menggunakan media sosial, Adaro juga membantu pemasaran kami,” jelasnya.
Ia juga memuji program CSR PT Adaro yang telah membantu petani madu. Baginya, bekerja sama dengan Adaro membawa banyak manfaat bagi perkembangan bisnisnya.
Maka, selain bersyukur, ia berharap Adaro terus muncul di antara penduduk untuk mengembangkan madu yang konon dipercaya luas dapat meningkatkan keperkasaan pria.