Cegah Stunting dengan Inovasi Program ‘CENTINI’

Sumber:darya-varia.com/2022

Hnews.id | Stunting atau yang dikenal dengan gizi buruk telah menjadi fenomena dan masalah yang dianggap global, karena menyebabkan pertumbuhan (fisik dan otak) anak terhambat, sehingga anak dapat bertubuh pendek. Di Asia jumlah anak (balita) yang menderita stunting mencapai 87 juta anak, di Amerika Latin dan Karibia ada 6 juta anak, dan di Afrika ada 59 juta anak (tersebar di Afrika Barat 31,4 persen, Afrika Tengah 32,5 persen, dan Afrika Timur 36,7 persen) 80 persen dari 165 anak yang menderita stunting tinggal di 14 negara. Di wilayah domestik, berdasarkan data yang dihimpun oleh World Health Organization (WHO), Indonesia menempati urutan kelima dalam jumlah penduduk stunting. WHO menetapkan batas toleransi stunting maksimal 20 persen atau seperlima dari total jumlah balita. Sementara itu, Indonesia memiliki 7,8 juta balita yang menderita stunting (Turnip, 2018).

Memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya stunting pada anak mendorong pemerintah Indonesia untuk mencanangkan strategi percepatan pencegahan stunting yang disebut dengan “lima pilar strategi nasional percepatan pencegahan stunting”. Dalam pelaksanaan program atau kebijakan nasional tentang stunting yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan, ternyata masih banyak masyarakat Indonesia yang belum mengetahui atau memahami masalah stunting. Mereka cenderung apatis terhadap pola pengasuhan atau pemberian nutrisi yang dibutuhkan anak. Namun dengan adanya peran petugas Kementerian Kesehatan yang rutin memberikan penyuluhan tentang stunting dan cara penanggulangannya, baik di tingkat pusat maupun daerah, lambat laun masyarakat menjadi sadar akan informasi kesehatan ini.

Melalui inovasi program ‘CENTINI’ atau Cegah Stunting Sejak Dini, Puskesmas Batu Aji Kota Batam berusaha untuk menekan angka stunting yang cukup tinggi. Program ini merupakan program yang bersifat komprehensif karena memiliki sasaran cukup luas dari remaja putri, calon pengantin, ibu hamil hingga bayi dan anak. Untuk remaja putri, dilakukan penyuluhan terkait anemia dan sekaligus pemberian tablet tambah darah. Hal ini dikarenakan tingginya angka anemia terutama anemia defisiensi besi pada populasi remaja putri dan hal ini berdampak pada kondisi saat nanti remaja putri ini akan hamil. Ibu hamil yang menderita anemia dapat berisiko tinggi untuk memiliki anak dengan stunting sehingga penyuluhan dan program pemberian tablet tambah darah pada remaja putri cukup penting.

Selain itu, saat pandemi COVID-19 terdapat program kunjungan rumah atau home visit dengan sasaran ibu hamil, ibu yang sedang nifas, anak balita serta remaja putri yang memang merupakan sasaran program inovasi ini. Pandemi COVID-19 membuat masyarakat terkadang takut untuk mengunjungi fasilitas kesehatan terdekat karena takut tertular COVID-19, sehingga adanya home visit cukup membantu masyarakat untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang mencukupi. Terdapat pula kegiatan kesehatan reproduksi calon pengantin hal ini bermanfaat untuk screening kesehatan calon pasangan pengantin sehingga dapat terhindar dari penyakit-penyakit menular terutama penyakit menular seksual yang berbahaya.

Kelas atau kelompok 1000 HPK juga dibuat untuk mendukung program pencegahan stunting ini. Kader-kader kesehatan dilatih dan diberi sosialisasi mengenai bahaya stunting dan cara mencegahnya yaitu dengan PMBA atau Pemberian Makanan Pada Bayi dan Anak. Saat ditemukan adanya masalah kesehatan pada sasaran program maka akan diberi edukasi serta intervensi lanjutan akan diteruskan ke fasilitas pelayanan kesehatan terdekat. Walau pandemi COVID-19 masih berlangsung, kegiatan-kegiatan tersebut tetap terselenggara terutama kegiatan home visit dengan nama kegiatan “DATUK SIMUDA” (Datangi Satu Keluarga edukasi dan Intervensi Semua Masalah Kesehatan yang ada).

Related posts