Hnews.id | Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) Nomor HK.01.07/MENKES/1261/2022 Tentang Standar Kompetensi Kerja Bidang Kebidanan ditetapkan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan. Dengan adanya Kepmenkes ini, seorang bidan mempunyai lagalisasi untuk melakukan asuhan pelayanan kebidanan komplementer.
Di era globalisasi saat ini pelayanan kebidanan sangat berkembang pesat karena semakin mudahnya akses ilmu melalui media sosial sehingga masyarakat khususnya ibu hamil sudah memberdayakan diri dan mengetahui ilmu terbaru untuk pelayanan kebidanan komplementer, sehingga menjadi tantangan tersendiri untuk seorang bidan dalam mengembangkan inovasi kebidanan agar bisa memenuhi tantangan tersebut dengan salah satunya adalah mengkombinasikan pelayanan kebidanan konvesional dengan komplementer.
Dengan perubahan paradigma tersebut maka pemerintah mengaturnya dalam Kepmenkes No.1109/Menkes/Per/IX/2007 tentang pengobatan komplementer alternatif dan disempurnakan dalam peraturan terbaru tahun 2022 mengenai pelayanan kebidanan komplementer yang lebih spesifik, yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) Nomor HK.01.07/MENKES/1261/2022 Tentang Standar Kompetensi Kerja Bidang Kebidanan.
Perkembangan terapi komplementer di era zaman 4.0 ini menjadi sorotan banyak negara. Pengobatan komplementer atau alternatif telah menjadi bagian penting dari perawatan kesehatan di Amerika Serikat dan negara lain (Snyder & Lindquis, 2002). Di Amerika Serikat diperkirakan 627 juta orang menggunakan pengobatan alternatif dan 386 juta orang menggunakan pengobatan tradisional (Smith et al., 2004). Estimasi di Amerika Serikat 627 juta orang adalah pengguna terapi alternatif dan 386 juta orang yang mengunjungi praktik konvensional (Smith et al., 2004). Data lain menyebutkan terjadi peningkatan jumlah pengguna terapi komplementer di Amerika dari 33% pada tahun 1991 menjadi 42% di tahun 1997 (Eisenberg,1998 dalam Snyder & Lindquis, 2002).
Klien yang menggunakan terapi komplemeter memiliki beberapa alasan. Salah satu alasannya adalah filosofi keseluruhan terapi komplementer bahwa ada keselarasan dan promosi kesehatan yang melekat dalam terapi komplementer. Alasan lainnya adalah karena klien ingin terlibat dalam keputusan pengobatan dan meningkatkan kualitas hidup. Sejumlah 82% klien melaporkan adanya reaksi efek samping dari pengobatan konvensional yang diterima menyebabkan memilih terapi komplementer (Snyder & Lindquis, 2002).
Gambaran dari penelitian terbaru di seluruh dunia menunjukkan bahwa di negara-negara sedang berkembang hampir 80% orang menggunakan metode terapi komplementer, terutama untuk mengobati penyakit kronis (Prass, 2012). Hal ini yang menjadikan Paradigma pelayanan kebidanan saat ini telah mengalami pergeseran. Asuhan kebidanan merupakan perpaduan antara pelayanan kebidanan tradisional dan pelayanan kebidanan binaan. Komponen penting dari praktik kebidanan (Harding & Foureur, 2009). Di Indonesia, beberapa metode seperti pengobatan herbal telah digunakan selama ribuan tahun dan berkembang pesat. Perempuan lebih banyak menggunakan pengobatan komplementer dan alternatif, terutama selama kehamilan dan persalinan karena lebih sedikit efek samping dibandingkan dengan obat-obatan kimia. Saat ini, di seluruh dunia, lebih banyak bidan yang menggunakan terapi komplementer dalam profesi mereka daripada dokter lainnya. Bidan sering menggunakan satu atau lebih terapi komplementer seperti terapi pijat, jamu, teknik relaksasi, yoga, olahraga, suplemen gizi, aromaterapi, homeopati dan akupunktur. Mengingat meluasnya penggunaan pengobatan komplementer dan alternatif dalam kebidanan, fasilitas kesehatan juga perlu mengembangkan pedoman penggunaan perawatan ini dalam praktik kebidanan, terutama perawatan kebidanan.
Terapi komplementer yang ada menjadi salah satu pilihan pengobatan masyarakat terutama bagi wanita hamil dan melahirkam. Di berbagai tempat pelayanan kesehatan saat ini, klien mencari bidan praktek yang melakukan pelayanan kebidanan komplementer. Hal ini terjadi karena pelanggan ingin dilayani sesuai dengan pilihannya, sehingga jika keinginan tersebut terpenuhi maka akan berdampak pada kepuasan pelanggan. Hal ini dapat menjadi peluang bagi bidan untuk berperan dalam memberikan pengobatan komplementer. Peran yang dapat diberikan bidan dalam terapi komplementer atau alternatif dapat disesuaikan dengan peran perawat yang ada, sesuai dengan batas kemampuannya. Pada dasarnya, perkembangan bidan yang memerhatikan hal ini sudah ada. Meningkatnya kebutuhan masyarakat dan berkembangnya penelitian terapi komplementer merupakan peluang bagi bidan untuk berpartisipasi berdasarkan kebutuhan masyarakat. Bidan dapat berperan sebagai konsultan untuk klien dalam memilih alternatif yang sesuai ataupun membantu memberikan terapi langsung. Namun, hal ini perlu dikembangkan lebih lanjut melalui penelitian (evidence-based practice) agar dapat dimanfaatkan sebagai terapi kebidanan yang lebih baik dan memiliki landasan teori yang kuat.
Berdasarkan Kepmenkes terbaru tersebut tentang jenis-jenis terapi komplementer yang telah diakui di Indonesia tersebut di atas, sebenarnya setiap tenaga kesehatan mempunyai perlindungan hukum untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan menggunakan terapi komplementer sesuai dengan lingkup pelayanan berdasarkan profesinya. Dalam pelayanan kebidanan, hampir semua yang tersebut di atas dapat diaplikasikan oleh bidan pada ibu dan anak. Jenis massage yang diterapkan oleh bidan dalam pelayanan komplementer meliputi:
- Pijat Oksitosin: Pijat oksitosin merupakan pemijatan tulang belakang pada costa ke 5-6 sampaike scapula yang akan mempercepat kerja saraf parasimpatis merangsang hipofise posterior untukmengeluarkan oksitosin (Hashimoto, 2014).
- Pijat Nifas: Pijat ini umumnya dilakukan bidan pada minggu pertama hingga minggu kedua setelah persalinan ibu nifas. Hasil wawancara menunjukkan bahwa tujuan perawatan nifas (postpartum spa) dengan melakukan pemijatan (massage) adalah untuk memperlancar aliran darah dan meningkatkan kenyamanan ibu nifas.
- Pijat bayi: Beberapa bidan menerima pijat bayi dalam berbagai perawatan spa bayi. Hasil interpretasi bidan menjelaskan bahwa dengan pijat bayi, bayi tidak “rewel” dan nafsu makan meningkat. Usia bayi yang dipijat bervariasi dari 0 hingga 12 bulan.
- Massage Payudara: Massage payudara yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Pemijatan payudara pada masa nifas. Bidan yang memberikan asuhan ini melakukannya bersamaan dengan asuhan nifas. Bidan menjelaskan bahwa pijatan itu lembut dan tujuannya untuk meningkatkan produksi ASI.
- Pijat Perineum: Pijat perineum adalah pijatan lembut atau peregangan pada daerah perineum (kulit antara anus dan vagina). Pijat perineum bertujuan untuk meningkatkan elastisitas perineum. Peningkatan elastisitas perineum akan mencegah kejadian robekan perineum pada saat persalinan normal maupun pada episiotomy.
Dan masih banyak kebidanan komplementer yang lain yang di atur dalam Kepmenkes terbaru.