Praktik Jual Beli Plasma Konvalesen dalam Kontek Hukum Kesehatan

Sumber:bem.poltekkesdepkes-sby.ac.id/2022

Hnews.id |

Tindakan memberikan darah yang sehat kepada individu yang sakit dikenal sebagai transfusi darah. Ini berusaha untuk, antara lain, meningkatkan sirkulasi darah orang sakit ketika darah orang itu berkurang karena alasan apa pun, termasuk pendarahan, pembedahan, dan kecelakaan. Selain itu, transfer darah ini bertujuan untuk melindungi orang dari bahaya. Transfusi darah juga diperlukan untuk membantu orang lain dan untuk menyelamatkan jiwa seseorang yang membutuhkan, di samping tujuan terapeutik mereka yang unik. Prosedur ini terkait dengan berbagai inisiatif untuk melestarikan dan menjaga kesehatan donor, serta untuk menjaga integritas biologis darah atau bagian penyusunnya untuk kepentingan penerima.

Dari sekian banyak situasi tersebut dapat disimpulkan bahwa darah diperlukan untuk mengatasi keadaan darurat medis, dimana tidak ada lagi yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan nyawa seseorang. Pada umumnya, transfusi darah hanya dilakukan bila tidak ada cara lain yang lebih baik. Di era pandemi covid-19 sekarang ini terdapat suatu terapi untuk kesembuhan bagi pasien covid-19 dengan menggunakan terapi plasma konvalesen yang melakukan transfusi darah konvalesen dari seseorang yang pernah mengalami atau terinfeksi virus covid-19 yang kemudian sembuh dan di dalam darahnya membentuk sebuah antibodi yang kemudian darah konvalesen dari pasien yang pernah terinfeksi covid-19 tersebut ditransfusikan ke dalam tubuh pasien covid-19.

Terapi plasma konvalesen ini merupakan salah satu cara yang ampuh dan cepat dalam metode penyembuhan pasien covid-19 sehingga banyak masyarakat yang kemudian melakukan terapi plasma konvalesen tersebut yang mana hal ini kemudian menimbulkan kelangkaan stok darah konvalesen baik di rumah sakit maupun di Palang Merah Indonesia (PMI). Peluang kekosongan stok ini kemudian dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggungjawab dengan memperjual-belikan darah konvalesen tersebut kepada orang atau pihak yang sedang membutuhkan untuk terapi plasma konvalesen. Praktik jual beli darah konvalesen ini kasus yang pernah terbongkar di Kota Surabaya yang melakukan praktik jual beli darah plasma konvalesen.

Dalam kacamata hukum Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 90 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan menjelaskan bahwa darah dilarang diperjual belikan dengan dalih apapun. Aturan ini kemudian memuat ketentuan atau sanksi pidana sebagaimana dipertegas dalam Pasal 195 yang menjelaskan bahwa setiap orang yang dengansengaja memperjual belikan darah dengan dalih apapun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 Ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Atas dasar ketentuan Pasal 90 ayat (3) dan Pasal 195 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan tersebut memberikan makna bahwa di Negara Indonesia tidak diperbolehkan baik bagi siapapun juga dengan alasan apapun juga meskipun itu alasan untuk penyembuhan covid-19 tidak diperbolehkan untuk memperjualbelikan darah manusia dalam bentuk apapun termasuk dalam bentuk plasma konvalesen. Ketentuan tersebut juga memiliki makna untuk mengatur terhadap rumah sakit maupun Palang Merah Indonesia (PMI) tidak diperbolehkan dengan tanpa izin untuk mendirikan Unit Transfusi Darah (UTD).

Adapun untuk menanggulangi terjadinya jual beli darah maka dilakukan penegakkan hukum yang terdiri atas 3 (tiga) tahapan sebagaimana dalam 195 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yakni, tahapan formulasi yang merupakan proses pembentukan aturan, tahapan aplikasi yang merupakan tahapan penerapan aturan oleh aparatur penegak hukum (kepolisian, kejaksaan, kehakiman dan lapas) dan tahapan eksekusi pasca dilakukannya putusan pengadilan terhadap seseorang atau oknum yang melakukan tindak pidana dengan memperjualbelikan darah manusia.

Related posts