Hnews.id | Seperti yang kita ketahui Dewan Perwakilan Rakyat telah mengesahkan beberapa perubahan atas undang-undang nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan (UU PPP). Sebagai revisi tindak lanjutan ata keputusan MK nomor 91/PPU-XVIII/2020 yang menyatakan Undang-Undang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.
Dalam agenda revisi yang dilakukan dapat dilihat Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah tidak memiliki proses perencanaan dalam pembentukan UU dengan baik, hingga saat ini tidak ada acuan penyusunan Rancangan Undang-Undang dan dinilai terlalu terburu-buru dalam mengambil keputusan.
Dinyatakan sebagai omnibus, undang-undang cipta kerja diketahui menggabungkan beberapa aturan atau undang-undang yang berbeda hingga dari segi sektor peraturan lain. Namun dilihat ketidak jelasan keterkaitannya dalam peraturan lain tersebut. Sangat disayangkan revisi ini dinilai tidak sesuai dan meninggalkan sejumlah permasalahan diantaranya seperti pada saat DPR bersama pemerintah membahas penyusunan minim sekali keikutsertaan publik, padahal diketahui bahwa salah satu keputusan Mahkama Konstitusi yaitu pentingnya partisipasi publik dalam pembentukan undang-undang sehingga dinilai lebih bermakna.
Yang selanjutnya Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah dianggap tidak menaggapi nilai momentum dalam pembentukan RUU. Diketahui Pembentukan Rancangan Undang-Undang dilakukan sebagai sarana dalam mengatasi brbagai persoalan peraturan. Selain melahirakan turunan peraturan yang baru, cipta kerja ini juga dinilai melahirkan peraturan timpah tindih pengaturan.
Dengan demikian alih-alih menyelesaikan permasalahan dalam peraturan perundang-undangan, revisi ini dinilai semakin memperumit. Dewan Perwakilan Rakyar dan Pemerintah jelas telah gagal dalam pembentukan UU PPP Secara Komprehensif.