Hnews.id | Angka kesakitan dan kematian penyakit merupakan indikator dalam menilai derajat kesehatan suatu masyarakat. Pengendalian penyakit merupakan upaya yang dilakukan untuk menurunkan angka insiden dan prevalensi suatu penyakit. Tuberkulosis (TBC) saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat baik di Indonesia maupun internasional sehingga menjadi salah satu tujuan pembangunan kesehatan berkelanjutan (SDGs). World Health Organization (WHO) menargetkan untuk menurunkan kematian akibat tuberkulosis sebesar 90% dan menurunkan insiden sebesar 80% pada tahun 2030.
Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Kuman tersebut menyebar dari penderita TBC melalui udara. Kuman TBC ini biasanya menyerang organ paru bisa juga diluar paru (extra paru). Hampir seperempat penduduk dunia terinfeksi dengan kuman Mycobacterium tuberculosis, sekitar 89% TBC diderita oleh orang dewasa, dan 11% diderita oleh anakanak. Indikator ini tidak hanya mampu menilai program kesehatan lingkungan, tetapi juga mampu menilai derajat kesehatan masyarakat, karena sensitifitas terhadap perbaikan pelayanan kesehatan baik dari sisi aksesibiltas maupun kualitas.
Berdasarkan Profil Kesehatan Indonesia 2021 yang diterbitkan Kementerian Kesehatan jumlah kasus tuberkulosis yang ditemukan sebanyak 397.377 kasus, meningkat bila dibandingkan semua kasus tuberkulosis yang ditemukan pada tahun 2020 yaitu sebesar 351.936 kasus. Jumlah kasus tertinggi dilaporkan dari provinsi dengan jumlah penduduk yang besar yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Kasus tuberkulosis di ketiga provinsi tersebut menyumbang angka sebesar 44% dari jumlah seluruh kasus tuberkulosis di Indonesia.
Penurunan angka kesakitan dan kematian akibat tuberkulosis menjadi program prioritas, kegiatan yang mendukung antara lain dengan penguatan kepemimpinan program TB di Kabupaten/Kota, peningkatan akses layanan TB yang bermutu, pengendalian faktor risiko, penggalangan kemitraan TB melalui forum koordinasi TB, peningkatan kemandirian masyarakat dalam penanggulangan TB, dan penguatan manajemen program.
Program pelayanan kesehatan berkesinambungan atau yang umumnya dikenal dengan Continuity of Care dalam pelayanan tuberkulosis telah diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 67 tahun 2021 tentang Penanggulangan TBC dan sebagai salah satu bentuk implementasi strategi nasional kelima dalam Perpres 67/2021 yaitu peningkatan peran serta komunitas, pemangku kepentingan, dan multisektor lainnya dalam penanggulangan TBC.
Dalam upaya menunjang pelayanan pencegahan dan pengobatan tuberkulosis yang berkesinambungan pemerintah menerapkan pelayanan pemeriksaan tuberkulosis terpadu melalui sistem pencatatan dan pelaporan terintegrasi atau dikenal dengan Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB) yang dapat diakses oleh petugas di setiap layanan kesehatan. Pelayanan tuberkulosis yang komprehensif memerlukan ketersediaan sarana dan prasarana serta didukung oleh sumber daya manusia yang mumpuni. Kementerian Kesehatan telah membuat kebijakan untuk melakukan peningkatan penemuan kasus TBC dengan berfokus pada skrining TBC melalui populasi berisiko, investigasi pada kontak serumah, peningkatan akses pada layanan diagnosa TBC, optimalisasi pencatatan dan pelaporan TBC pada sistem informasi, perluasan pemberian Terapi Pencegahan TBC (TPT).
Kendala di lapangan yang terjadi adalah keterbatasan jumlah petugas terlatih, tidak adanya anggaran operasional, keterbatasan cakupan penduduk, kurangnya sarana prasarana, gangguan sinyal internet, dan keterbatasan (server) sehingga terjadi keterlambatan dalam pelaporan dari Puskesmas dan Rumah Sakit. Epidemi TBC juga didorong determinan sosial dan ekonomi, komitmen dan tindakan dari pemangku kebijakan dalam mengakhiri penyakit ini perlu diintegrasikan dengan mekanisme pembiayaan domestik dan internasional termasuk untuk perlindungan sosial, bantuan kemanusiaan, dan kesiapsiagaan pandemi. Selain itu, pelibatan sektor swasta dan upaya berbasis masyarakat dalam penanggulangan TBC dan sistem kesehatan formal perlu ditingkatkan untuk respon yang efektif dan efisien.
Pembiayaan TBC ini menghimbau negara agar memobilisasi sumber daya untuk kebutuhan yang belum terpenuhi termasuk mengakselerasi pengembangan dan ketersediaan vaksin TBC baru, pemanfaatan data real-time untuk surveilans dan kesehatan digital, serta penguatan kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi. Menjalin dukungan untuk memperkuat hubungan internasional serta membangun kemitraan dalam membiayai pendekatan berbasis hak, sensitif gender, dan multisektoral secara berkelanjutan untuk kebijakan dan inovasi pemberian layanan kesehatan.