Ikatan antara Hukum Perdata dengan Masalah Bayi Tabung dan Sewa Rahim

Sumber:jatengprov.go.id/2022

Hnews.id | Sebagaimana yang kita tahu bahwa memiliki keturunan merupakan impian untuk setiap pasangan yang sudah menikah, hal ini memiliki tujuan agar setiap orang dapat merasakan sebuah kebersamaan atau keharmonisan keluarga ketika seseorang tersebut mempunyai seorang anak yang hidup bersama di lingkungannya. Di dalam dasar pernikahan sendiri telah memiliki peraturan pemerintah yang terdapat pada pasal 1 undang-undang Tahun 1974 Tentang Perkawinan dengan isi “Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan keutuhan Yang Maha Esa”.

Di dalam kehidupan sebenarnya untuk memiliki anak dengan tujuan melengkapi keluarga secara alamiah tidak selalu berjalan dengan mudah dikerenakan oleh banyak hal yang terjadi seperti, memiliki penyakit pada organ reproduksi, permasalahan yang timbul diantara suami dan isteri untuk menunda kehadiran seorang anak, mengalami stres berkepanjangan, mengonsumsi rokok berlebihan, seringnya meminum alkohol, kebanyakan mengonsumsi vitamin, dan mengonsumsi obat-obatan terlarang. Hal ini menimbulkan kekecewaan dan keputusasaan bagi pasangan suami isteri yang ingin segera mempunyai anak.

Dari hal yang terjadi menyebabkan banyaknya pasangan suami isteri yang selalu mengupayakan dengan berbagai cara agar bisa memiliki anak. Seiring dengan adanya kemajuan di bidang kedokteran, hal ini dipergunakan untuk wadah dan langkah awal bagi mereka yang ingin segera memiliki keturunan dengan cara yang berbeda, seperti diadakan program bayi tabung atau sewa rahim. Di dalam bayi tabung atau in vitro fertilization tidak di atur khusus oleh peraturan perundang-undangan postitif di indonesia. Langkah awal yang dipilih dalam proses bayi tabung atau in vitro fertilization ialah dengan pengawetan sperma dan metode pembuahan di luar lahim di mana akan terjadinya sebuah perkawinan dan kondisi antara sel sperma dan sel telur yang dilakukan menggunakan media kultur dan dilaksanakan di laboratoroium Embriologi. Sedangkan untuk metode sewa rahim merupakan pembuahan benih laki-laki tehadap benih perempuan yang di tempatkan disuatu wadah untuk zygote, yang akan diimplementasikan kepada rahim wanita lain yang tidak ada hubungan sama sekali terhadap pasangan yang ingin mempunyai anak. Hal ini dilakukan melalui perjanjian sewa (surrogacy) atau yang sering di sebut dengan surrogate mother.

Di dalam pasal 127 ayat (1) Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan menyatakan bahwa upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami isteri yang sah dan metode atau program untuk mempunyai keturunan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan melalui bayi tabung, hal ini dijelaskan kembali dalam pasal 2 ayat (3) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 039/Menkes/SK/1/2010 Tentang penyelengaraan pelayanan teknologi reproduksi buatan yang menyebutkan bahwa pelayanan teknologi reproduksi buatan hanya dapat diberikan kepada pasangan suami isteri yang terikat perkawinan yang sah dan sebagai upaya akhir untuk mendapatkan keturunan serta berdasarkan suatu indikasi medik. Dapat di katakan bahwa hanya melalui bayi tabung yang dapat memperoleh keturunan biasanya di luar cara almiah.

Sewa rahim dalam hal ini sangat erat kaitannya dengan perjanjian sewa menyewa. Menurut pasal 1313 KUHPerdata mengungkapkan bahwa suatu perjanjian adalah suatu usaha dimana suatu orang mengikatkan diri kepada satu orang atau lebih. Di dalam perjanjian sewa rahim ini, apabila dikaitkan dengan pasal 1320, terutama syarat objektif dari alasan hukum ini banyak menimbulkan kontra. Maka, apakah kandungan yang bisa disamakan dengan barang yang dijadikan sebagai bahan sewa meyewa. Menurut pasal 1337 KUHPerdata, isi dari perjanjian itu sendiri yang menjelaskan bagaimana tujuan yang dicapai oleh para pihak dan isi dari perjanjian tidak bertentangan dengan undang-undang kesusilaan dan ketertiban umum.

Jika kita melihat dari pasal 1338 KUHPerdata tentang asas kebebasan berkontrak, yang mengatakan bahwa semua kontrak yang dibuat secara sah adalah hukumnya dari mereka yang memasukannya. Kemudian jika kita menambahkan pasal 1320 pada syarat sah kotrak, bagaimana situasi menyewa rahim jika pasangan suami isteri dan calon ibu pengganti keduanya siap dan bersedia untuk melakukan kegiatan yang ditentukan dari kedua pihak yang terlibat. Tetapi pada kasus surrogate mother ini tidak pantas untuk dijadikan objek perjanjian yang di samakan dengan benda atau barang karena rahim sudah melekat dengan subjek hukum. Dengan demikian, dalam pasal 127 ayat (1) undang-undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang menyatakan secara jelas hanya memperbolehkan mendapatkan keturunan diluar cara alamiah yaitu melalu bayi tabung.

Related posts