Kebijakan Kesehatan untuk HIV/AIDS

Sumber:sehatnegeriku.kemkes.go.id/2022

Hnews.id |

A. Apa itu HIV/AIDS?

Secara singkat HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh yang dapat melemahkan kemampuan tubuh melawan infeksi dan penyakit. AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kondisi di mana HIV sudah pada tahap infeksi akhir. Ketika seseorang sudah mengalami AIDS, tubuh tidak lagi memiliki kemampuan untuk melawan infeksi yang ditimbulkan.

Dengan menjalani pengobatan tertentu, pengidap HIV bisa memperlambat perkembangan penyakit ini, sehingga pengidap HIV bisa menjalani hidup dengan normal. 

B. Penyebab HIV dan AIDS

Di negara Indonesia, penyebaran dan penularan HIV paling banyak disebabkan melalui hubungan intim yang tidak aman dan bergantian menggunakan jarum suntik yang tidak steril saat memakai narkoba. Seseorang yang terinfeksi HIV dapat menularkannya kepada orang lain, bahkan sejak beberapa minggu sejak tertular. Semua orang berisiko terinfeksi HIV.

C. Faktor Risiko HIV dan AIDS

Kelompok orang yang lebih berisiko terinfeksi, antara lain:

  • Orang yang melakukan hubungan intim tanpa kondom, baik hubungan sesama jenis maupun heteroseksual.
  • Orang yang sering membuat tato atau melakukan tindik.
  • Orang yang terkena infeksi penyakit seksual lain.
  • Pengguna narkotika suntik.
  • Orang yang berhubungan intim dengan pengguna narkotika suntik. 

D. Gejala HIV dan AIDS

Gejala HIV dan AIDS tergantung pada tahap mana orang tersebut terinfeksi.

Tahap Pertama:
  • Tidak menimbulkan gejala apapun selama beberapa tahun.
  • Pengidap akan mengalami nyeri mirip, seperti flu, beberapa minggu setelah terinfeksi, selama satu hingga dua bulan.
  • Timbul demam, nyeri tenggorokan, ruam, pembengkakan kelenjar getah bening, diare, kelelahan, nyeri otot, dan sendi.
Tahap Kedua:
  • Umumnya, tidak menimbulkan gejala lebih lanjut selama bertahun-tahun.
  • Virus terus menyebar dan merusak sistem kekebalan tubuh.
  • Penularan infeksi sudah bisa dilakukan pengidap kepada orang lain.
  • Berlangsung hingga 10 tahun atau lebih.
Tahap Ketiga:
  • Daya tahan pengidap rentan, sehingga mudah sakit, dan akan berlanjut menjadi AIDS.
  • Demam terus-menerus lebih dari sepuluh hari.
  • Merasa lelah setiap saat.
  • Sulit bernapas.
  • Diare yang berat dan dalam jangka waktu yang lama.
  • Terjadi infeksi jamur pada tenggorokan, mulut, dan vagina.
  • Timbul bintik ungu pada kulit yang tidak akan hilang.
  • Hilang nafsu makan, sehingga berat badan turun drastis.

E.  Diagnosis HIV dan AIDS

Tes HIV harus dilakukan untuk memastikan seseorang mengidap HIV atau tidak. Pemeriksaan yang dilakukan sebagai langkah diagnosis adalah dengan mengambil sampel darah atau urine pengidap untuk diteliti di laboratorium. 

Jenis pemeriksaan untuk mendeteksi HIV, antara lain:

  • Tes antibodi

Tes ini bertujuan mendeteksi antibodi yang dihasilkan tubuh untuk melawan infeksi HIV. Meski akurat, perlu waktu 3-12 minggu agar jumlah antibodi dalam tubuh cukup tinggi untuk terdeteksi saat pemeriksaan.

  • Tes antigen

Tes antigen bertujuan mendeteksi protein yang menjadi bagian dari virus HIV, yaitu p24. Tes antigen tersebut dapat dilakukan 2-6 minggu setelah pengidap yang dicurigai terinfeksi HIV. Jika skrining menunjukkan pengidap terinfeksi HIV (HIV positif), pengidap perlu menjalani tes selanjutnya.

Tujuannya untuk memastikan hasil skrining, membantu dokter mengetahui tahap infeksi yang diderita, serta menentukan metode pengobatan yang tepat. Tes ini dilakukan dengan mengambil sampel darah pengidap, untuk selanjutnya diteliti di laboratorium.

Tes tersebut, antara lain:

  • Hitung sel CD4 

CD4 adalah bagian dari sel darah putih yang dihancurkan oleh HIV. Jumlah CD4 normal berada dalam rentang 500–1400 sel per milimeter kubik darah. AIDS terjadi jika hasil hitung sel CD4 di bawah 200 sel per milimeter kubik darah.

  • Pemeriksaan viral load (HIV RNA)

Bertujuan untuk menghitung RNA, bagian dari virus HIV yang berfungsi menggandakan diri. Jumlah RNA yang lebih dari 100.000 kopi per mililiter darah, menandakan infeksi HIV baru saja terjadi atau tidak tertangani. Sedangkan jumlah RNA yang berada di bawah 10.000 kopi per mililiter darah, menunjukan perkembangan virus yang tidak terlalu cepat, tetapi kerusakan pada sistem kekebalan tubuh tetap terjadi.

  • Tes resitensi (kekebalan) 

Dilakukan untuk menentukan obat anti HIV jenis apa yang tepat bagi pengidap. Hal ini dikarenakan beberapa pengidap memiliki resistensi terhadap obat tertentu.

F.  Pengobatan HIV dan AIDS

Meskipun sampai saat ini belum ada obat untuk menyembuhkan HIV, tetapi ada jenis obat yang dapat memperlambat perkembangan virus. Jenis obat ini disebut antiretroviral (ARV). ARV bekerja dengan menghilangkan unsur yang dibutuhkan virus HIV untuk menggandakan diri dan mencegah virus HIV menghancurkan sel CD4. Jenis obat ARV memiliki berbagai varian, antara lain Etravirine, Efavirenz, Lamivudin, Zidovudin, dan juga Nevirapine.

Selama mengonsumsi obat antiretroviral, dokter akan memonitor jumlah virus dan sel CD4 untuk menilai respons pengidap terhadap pengobatan. Hitung sel CD4 akan dilakukan tiap 3–6 bulan. Sedangkan pemeriksaan HIV RNA, dilakukan sejak awal pengobatan, lalu dilanjutkan tiap 3–4 bulan selama masa pengobatan. Agar perkembangan virus dapat dikendalikan, pengidap harus segera mengonsumsi ARV begitu didiagnosis mengidap HIV. Risiko pengidap HIV untuk terserang AIDS akan semakin besar jika pengobatan ditunda, karena virus akan semakin merusak sistem kekebalan tubuh.

Selain itu, penting bagi pengidap untuk mengonsumsi ARV sesuai petunjuk dokter. Konsumsi obat yang terlewat hanya akan membuat virus HIV berkembang lebih cepat dan memperburuk kondisi pengidap.Segera minum obat jika jadwal konsumsi obat pengidap dan tetap ikuti jadwal berikutnya. Namun jika dosis yang terlewat cukup banyak, segera bicarakan dengan dokter. Kondisi pengidap juga memengaruhi resep atau dosis yang sesuai. Dokter juga dapat menggantinya sesuai dengan kondisi pengidap. Selain itu, pengidap juga boleh untuk mengonsumsi lebih dari 1 obat ARV dalam sehari.

G. Komplikasi HIV dan AIDS

Infeksi HIV melemahkan sistem kekebalan membuat orang yang terinfeksi lebih mungkin untuk mengembangkan banyak infeksi dan jenis kanker tertentu. Komplikasi HIV dan AIDS yang bisa terjadi adalah:

  • Pneumocystis Pneumonia (PCP)

Infeksi jamur PCP dapat menyebabkan komplikasi pneumonia parah. 

  • Kandidiasis (sariawan)

Kandidiasis adalah komplikasi dari HIV yang dapat menyebabkan peradangan dan memicu pertumbuhan lapisan putih tebal di mulut, lidah, kerongkongan atau vagina.

  • Tuberkulosis (TB)

TB adalah infeksi oportunistik umum yang terkait dengan HIV. Di seluruh dunia, TB adalah penyebab utama kematian di antara orang-orang dengan AIDS. 

  • Sitomegalovirus
  • Sistem kekebalan yang sehat dapat menonaktifkan virus, tetapi jika sistem kekebalan melemah, virus bisa muncul kembali dan menyebabkan kerusakan pada mata, saluran pencernaan, paru-paru, atau organ lainnya.
  • Meningitis kriptokokus

Meningitis adalah peradangan pada selaput dan cairan yang mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang (meninges). Meningitis kriptokokus adalah infeksi sistem saraf pusat umum yang terkait dengan HIV, yang disebabkan oleh jamur yang ditemukan di tanah.

  • Toksoplasmosis

Infeksi yang berpotensi mematikan ini disebabkan oleh Toxoplasma gondii, parasit yang disebarkan terutama oleh kucing. Kucing yang terinfeksi menyebarkan parasit di tinja mereka, yang dapat menyebar ke hewan lain dan manusia. Toksoplasmosis dapat menyebabkan penyakit jantung, dan kejang terjadi ketika menyebar ke otak.

  • Limfoma

Limfoma adalah komplikasi kanker yang umumnya terjadi sebagai akibat dari HIV/AIDS. Tanda awal paling umum dari kondisi limfoma adalah pembengkakan kelenjar getah bening tanpa rasa sakit di leher, ketiak, atau selangkangan.

  • Sarkoma kaposi

Sarkoma kaposi juga tumor yang kerap muncul sebagai komplikasi dari infeksi HIV/AIDS. Sarkoma kaposi dapat memengaruhi organ dalam, termasuk saluran pencernaan dan paru-paru.

  • Kanker terkait HPV 

Ini adalah kanker yang disebabkan oleh infeksi human papillomavirus (HPV) dan bisa terjadi pada area anal, mulut, dan serviks.

  • Sindrom wasting 

HIV/AIDS yang tidak diobati dapat menyebabkan penurunan berat badan yang signifikan, sering disertai dengan diare, kelemahan kronis dan demam.

  • Komplikasi neurologis 

HIV/AIDS dapat menyebabkan gejala neurologis seperti kebingungan, pelupa, depresi, kecemasan dan kesulitan berjalan. Gangguan neurokognitif terkait HIV/AIDS berkisar dari gejala ringan perubahan perilaku dan penurunan fungsi mental hingga demensia parah yang menyebabkan kelemahan dan ketidakmampuan untuk berfungsi.

  • Penyakit ginjal

Nefropati terkait HIV adalah peradangan pada filter kecil di ginjal yang menghilangkan kelebihan cairan dan limbah dari darah untuk kemudian diteruskan ke urine. 

  • Penyakit hati

Penyakit hati juga merupakan komplikasi utama dari HIV/AIDS. 

H. Pencegahan HIV dan AIDS

Ada berbagai upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah penularan HIV dan AIDS, antara lain:

  • Gunakan kondom yang baru setiap berhubungan intim.
  • Hindari berhubungan intim dengan lebih dari satu pasangan.
  • Bersikap jujur kepada pasangan jika mengidap positif HIV, agar pasangan juga menjalani tes HIV.
  • Diskusikan dengan dokter jika didiagnosis positif HIV saat hamil, mengenai penanganan selanjutnya, dan perencanaan persalinan, untuk mencegah penularan dari ibu ke janin.
  • Bersunat untuk mengurangi risiko infeksi HIV.
  • Jika menduga baru terinfeksi atau tertular virus HIV, seperti setelah melakukan hubungan intim dengan pengidap HIV, maka harus segera ke dokter. Tujuannya agar mendapatkan obat post-exposure prophylaxis (PEP) yang dikonsumsi selama 28 hari dan terdiri dari 3 obat antiretroviral.

I. HIV dan AIDS di Indonesia

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI tahun 2019, terdapat lebih dari 50.000 kasus infeksi HIV di Indonesia. Dari jumlah tersebut, kasus HIV paling sering terjadi pada heteroseksual, diikuti lelaki seks lelaki (LSL) atau homoseksual, pengguna NAPZA suntik (penasun), dan pekerja seks.

Sementara itu, jumlah penderita AIDS di Indonesia cenderung meningkat. Di tahun 2019, tercatat ada lebih dari 7.000 penderita AIDS dengan angka kematian mencapai lebih dari 600 orang.

Akan tetapi, dari tahun 2005 hingga 2019, angka kematian akibat AIDS di Indonesia terus mengalami penurunan. Hal ini menandakan pengobatan di Indonesia berhasil menurunkan angka kematian akibat AIDS.

J.  Kapan Harus ke Dokter?

Bila kamu atau anggota keluarga ada yang mengalami gejala-gejala di atas, segera periksakan diri ke dokter untuk mendapatkan saran dan penanganan yang tepat.

K. Kebijakan Kesehatan untuk HID/AIDS

Strategi Pemerintah Pusat

Berdasarkan Pasal 5 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2013 tentang Penanggulangan HIV dan AIDS (“Permenkes 21/2013”) menyatakan bahwa strategi yang dipergunakan dalam melakukan kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS meliputi:

  1. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan HIV dan AIDS melalui kerja sama nasional, regional, dan global dalam aspek legal, organisasi, pembiayaan, fasilitas pelayanan kesehatan dan sumber daya manusia;
  2. Memprioritaskan komitmen nasional dan internasional;
  3. Meningkatkan advokasi, sosialisasi, dan mengembangkan kapasitas;
  4. Meningkatkan upaya penanggulangan HIV dan AIDS yang merata, terjangkau, bermutu, dan berkeadilan serta berbasis bukti, dengan mengutamakan pada upaya preventif dan promotif;
  5. Meningkatkan jangkauan pelayanan pada kelompok masyarakat berisiko tinggi, daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan serta bermasalah kesehatan;
  6. Meningkatkan pembiayaan penanggulangan HIV dan AIDS;
  7. Meningkatkan pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia yang merata dan bermutu dalam penanggulangan HIV dan AIDS;
  8. Meningkatkan ketersediaan, dan keterjangkauan pengobatan, pemeriksaan penunjang HIV dan AIDS serta menjamin keamanan, kemanfaatan, dan mutu sediaan obat dan bahan/alat yang diperlukan dalam penanggulangan HIV dan AIDS; dan
  9. Meningkatkan manajemen penanggulangan HIV dan AIDS yang akuntabel, transparan, berdaya guna dan berhasil guna.

Tingginya kasus HIV dan AIDS saat ini adalah karena, salah satunya, ketidakpedulian masyarakat dalam penanggulangan HIV dan AIDS selama ini.

Peningkatan kasus ini bisa dicermati dari beberapa sudut pandang. Salah satunya, dari sudut pandang kesehatan. Infeksi HIV dan AIDS melewati perjalanan infeksi tanpa gejala berkisar 7 – 10 tahun. Mereka yang terinfeksi terlihat seperti orang sehat, padahal dalam tubuhnya sudah ada HIV yang bisa menular kepada orang lain dan kepada mereka yang belum memiliki gejala dari penyakit tersebut.

Sehingga bagi mereka yang berperilaku berisiko, tanpa menyadari, mereka telah menularkan virus tersebut pada orang lain, termasuk pasangannya.

Maka dalam hal ini, pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan untuk menanggulangi HIV sebagai penyakit menular melalui Pasal 11 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82 Tahun 2014 tentang Penanggulangan Penyakit Menular:

Upaya pencegahan, pengendalian, dan pemberantasan dalam Penanggulangan Penyakit Menular dilakukan melalui kegiatan:

  1. promosi kesehatan; 
  2. surveilans kesehatan; 
  3. pengendalian faktor risiko; 
  4. penemuan kasus; 
  5. penanganan kasus; 
  6. pemberian kekebalan (imunisasi) 
  7. pemberian obat pencegahan secara massal; dan
  8. kegiatan lainnya yang ditetapkan oleh Menteri.

Selain itu, jumlah perempuan yang terinfeksi HIV dari tahun ke tahun semakin meningkat, seiring dengan meningkatnya jumlah laki-laki yang melakukan hubungan seksual secara tidak aman, yang menularkan pada pasangan seksualnya.

Secara khusus, infeksi HIV pada ibu hamil dapat mengancam kehidupan ibu serta bayinya. Lebih dari 90% kasus anak terinfeksi HIV, ditularkan melalui proses penularan dari ibu ke anak atau Mother to Child HIV Transmission.

Hal ini sebagaimana kami kutip dari artikel Turunkan Risiko Penularan HIV dari Ibu ke Bayi, Dinkes Riau Adakan Kegiatan Pertemuan Penanganan Persalinan ARV Dokter Spesialis Anak dan Kepala Kamar Operasi dari laman Dinas Kesehatan Provinsi Riau.

HIV dapat ditularkan dari ibu yang terinfeksi HIV kepada anaknya selama kehamilan, saat persalinan dan saat menyusui. Maka, berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 51 Tahun 2013 tentang Pedoman Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak:

Pencegahan Penularan HIV dari Ibu ke Anak dilakukan melalui 4 (empat) prong/kegiatan, sebagai berikut:

  1. pencegahan penularan HIV pada perempuan usia reproduksi; 
  2. pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada ibu HIV positif; 
  3. pencegahan penularan HIV dari ibu hamil HIV positif ke bayi yang dikandung; dan 
  4. pemberian dukungan psikologis, sosial dan perawatan kepada ibu HIV positif beserta anak dan keluarganya.

Sistem kesehatan nasional yang diatur dalam Pasal 1 angka 2 jo. Pasal 4 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menegaskan bahwa pengelolaan kesehatan diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya serta dilaksanakan secara berjenjang dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat.

Tanggung jawab pemerintah pusat juga telah dituangkan dalam Pasal 6 huruf a – c Permenkes 21/2013:

Tugas dan tanggung jawab Pemerintah dalam penanggulangan HIV dan AIDS meliputi:

  1. membuat kebijakan dan pedoman dalam pelayanan promotif, preventif, diagnosis, pengobatan/perawatan, dukungan, dan rehabilitasi; 
  2. bekerja sama dengan pemerintah daerah dalam mengimplementasikan kebijakan serta memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan
  3. menjamin ketersediaan obat dan alat kesehatan yang diperlukan dalam penanggulangan HIV dan AIDS secara nasional.

Strategi di Tingkat Daerah

Kemudian, sesuai dengan semangat desentralisasi yang dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (“UU 23/2014”) dan perubahannya, maka pemerintah daerah memiliki ruang kebijakan yang luas untuk mengatasi berbagai masalah, termasuk masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat melalui pembentukan peratuan daerah yang disesuaikan dengan aspirasi yang berkembang.

Berdasarkan UU 23/2014 dan perubahannya, maka Perda diakui sebagai salah satu sarana percepatan keberhasilan pembangunan serta kesejahteraan masyarakat di daerah.

Selain itu, terkait keterlibatan pemerintah daerah juga tertuang dalam Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2007 tentang Pedoman Umum Pembentukan Komisi Penanggulangan AIDS dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Rangka Penanggulangan HIV dan AIDS di Daerah (“Permendagri 20/2007”) yang menyatakan bahwa:

  1. Dalam rangka penanggulangan HIV dan AIDS di Provinsi dibentuk Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi. 
  2. Dalam rangka penanggulangan HIV dan AIDS di Kabupaten/Kota dibentuk Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten/Kota. 
  3. Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. 
  4. Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Walikota.

Misalnya di tingkat provinsi, Pasal 5 Permendagri 20/2007 menerangkan bahwa:

Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) mempunyai tugas:

  1. Mengkoordinasikan perumusan penyusunan kebijakan, strategi, dan langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka penanggulangan HIV dan AIDS sesuai kebijakan, strategi, dan pedoman yang ditetapkan oleh Komisi Penanggulangan AIDS Nasional; 
  2. Memimpin, mengelola, mengendalikan, memantau, dan mengevaluasi pelaksanaan penanggulangan HIV dan AIDS di Provinsi; 
  3. Menghimpun, menggerakkan, menyediakan, dan memanfaatkan sumber daya yang berasal dari pusat, daerah, masyarakat, dan bantuan luar negeri secara efektif dan efisien untuk kegiatan penanggulangan HIV dan AIDS; 
  4. Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing instansi yang tergabunG dalam keanggotaan Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi; 
  5. Mengadakan kerjasama regional dalam rangka penanggulangan HIV dan AIDS; 
  6. Menyebarluaskan informasi mengenai upaya penanggulangan HIV dan AIDS kepada aparat dan masyarakat; 
  7. Memfasilitasi Komisi Penanggulangan AIDS Kabupaten/Kota; 
  8. Mendorong terbentuknya LSM/kelompok Peduli HIV dan AIDS; dan 
  9. melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan penanggulangan HIV dan AIDS serta menyampaikan laporan secara berkala dan berjenjang kepada Komisi Penanggulangan AIDS Nasional.

Referensi

  1. https://www.hukumonline.com/pusatdata/detail/27311/peraturan-menteri-dalam-negeri-nomor-20-tahun-2007?r=0&q=Peraturan%20Menteri%20Dalam%20Negeri%20Nomor%2020%20Tahun%202007%20Tentang%20Pedoman%20Umum%20Pembentukan%20Komisi%20Penanggulangan%20Aids%20Dan%20Pemberdayaan%20Masyarakat%20Dalam%20Rangka%20Penanggulangan%20HIV%20Dan%20AIDS%20Di%20Daerah&rs=1847&re=2020
  2. https://www.alodokter.com/komunitas/diskusi/penyakit
  3. https://www.halodoc.com/kesehatan/hiv-dan-aids

Related posts