Hnews.id | Persetujuan tindakan medis atau yang disebut juga sebagai informed consent dalam pelayanan kesehatan merupakah suatu hal yang mutlak atau wajib dilakukan antara dokter terhadap pasien yang didasari dari aspek hukumnya. Informed consent bukan hanya sekedar lembar persetujuan tindakan atau kelengkapan adminsitratif belaka, namun informed consent dapat memberikan perlindungan hukum bagi dokter maupun pasien secara legal.
Berdasarkan Permenkes No. 4 Pasal 17 ayat 2 Tahun 2018 tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban pasien, yang mana salah satunya disebutkan bahwa setiap pasien mempunyai hak untuk mengetahui prosedur perawatan yang akan dilakukan, resiko yang akan ditanggung, alternatif tindakan, prognosis tindakan serta perkiraan biaya. Hal-hal tersebut harus diinformasikan melalui dokter kepada pasien melalui penandatangan informed consent.
Dokter harus mendapatkan persetujuan medis dari pasien melalui informed consent sebelum tindakan medis kepada pasien tersebut dilakukan. Penandatangan formulir informed consent tidak boleh dalam paksaan oleh pihak manapun sehingga pasien yang menentukan sendiri keputusannya sesuai dengan pilihannya sendiri. Oleh karena itu, pasien juga memiliki hak untuk menolak tindakan medis yang dianjurkan.
Tujuan dari informed consent menurut J. Guwandi adalah:
- Melindungi pasien dari segala tindakan medis yang dilakukan tanpa sepengehatuan pasien.
- Memberikan perlindungan hukum terhadap akibat yang tidak terduga dan bersifat negatif kepada pasien.
Beberapa aturan hukum yang menjadi dasar pelaksanaan informed consent yaitu antara lain:
- Pasal 45 ayat (1) UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran yang menyatakan bahwa “Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.”
- Pasal 37 ayat (1) UU No. 44 Tahun 2004 tentang Rumah Sakit yang menyatakan baha “Setiap tindakan kedokteran yang dilakukan di Rumah Sakit harus mendapatkan persetujuan pasien atau keluarganya.”
- Pasal 56 ayat (1) No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak menerima atau menolak sebagian atau seluruh tindakan pertolongan yang akan diberikan kepadanya setelah menerima dan memahami informasi mengenai tindakan tersebut secara lengkap.”
- Pasal 58C UU No 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan menyatakan bahwa “Tenaga kesehatan dalam menjalankan praktik, memperoleh persetujuan dari penerima pelayanan kesehatan atau keluarganya atas tindakan yang akan diberikan.”
- Pasal 2 ayat (1) Permenkes RI No. 290/Menkes/Per/III/2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran menyatakan bahwa “Semua tindakan yang akan dialkukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan.”
Dari aturan hukum yang telah disebutkan diatas, dapat disimpulkan bahwa setiap tindakan medis yang akan dilakukan oleh dokter terhadap pasien harus atas persetujuan pasien tersebut. Pelaksanaan informed consent sebagai dasar hukum untuk pelaksaan medis yang akan dilakukan, dan para pihak yang telibat dapat berakibat hukum.
Sumber:
Mukhlis, M. (2022, Februari 02). BPSDM Sulawesi Selatan. Retrieved from Memahami Prosedur Pemberian Informed Consent dalam Praktek Kedokteran: https://bpsdm.sulselprov.go.id/informasi/detail/memahami-prosedur-pemberian–informed-consent–dalam-praktek-kedokteran-
Busro, A. (2018, November). Aspek Hukum Persetujuan Tindakan Medis (Informed Consent) dalam Pelayanan Kesehatan. Law & Justice Journal, Vol. 1.
Permenkes RI No. 4 Tahun 2018 Tentang Kewajiban Rumah Sakit dan Kewajiban Pasien