Hnews.id | Dalam kehidupannya, seseorang tidak hanya membutuhkan kesehatan yang baik untuk memenuhi kebutuhan fisiknya, seperti makan, minum dan berolahraga. Namun yang tak kalah pentingnya adalah kesehatan mental, yang membantu memenuhi kebutuhan seseorang akan kebahagiaan dan ketenangan dalam hidup. Definisi seorang ahli menjelaskan bahwa kesehatan mental adalah pencapaian keselarasan yang sejati antara fungsi jiwa dan kemampuan untuk menghadapi masalah yang berulang dan merasakan secara positif kesejahteraan dan kemajuan seseorang (Daradjat, 1983). Dari pengertian tersebut, jika seseorang dapat mencapai keselarasan fungsi jiwa seperti berpikir dan merasakan, maka ia akan selalu berpikir positif dan mampu menghadapi berbagai masalah yang muncul dalam kehidupan.
Menurut WHO (dalam Rasmun, 2001), ada beberapa kriteria orang yang sehat jasmani dan rohani, antara lain: 1) kemampuan menyesuaikan diri dengan baik terhadap kenyataan, 2) kepuasan diri, kepuasan terhadap upaya atau usaha, 3) hubungan interpersonal, seperti gotong royong, 4) refleksi diri, 5) resolusi permusuhan yang kreatif dan konstruktif, dan 6) kasih sayang. Dari standar yang disebutkan oleh World Health Organization, setiap orang pasti memilikinya, karena berkaitan dengan kondisi mentalnya. Jika setiap orang dapat memiliki standar tersebut, maka terjadinya kondisi psikologis pribadi yang tidak sehat dapat diminimalisir.
Jadi bagaimana jika seseorang mengalami sesuatu yang membuatnya gila? Adakah yang bisa mempengaruhi kesehatan mental seseorang? Menurut Daradjat dalam bukunya Kesehatan Jiwa, ada empat hal yang berpengaruh signifikan terhadap kesehatan jiwa seseorang yaitu Perasaan, Pikiran/Akal, Perilaku dan Kesehatan Fisik. Keempat hal tersebut secara tidak langsung sangat mempengaruhi kondisi mental seseorang. Misalnya, seseorang sudah bertahun-tahun menderita penyakit jantung, sudah berobat ke berbagai dokter dan mencoba pengobatan tradisional China, tetapi belum juga sembuh, namun penyakitnya tetap tidak kunjung sembuh. tekanan untuk waktu yang lama, dia merasa bahwa kehidupan yang diberikan oleh kehidupan tidak adil baginya. Dari contoh tersebut dapat kita ilustrasikan bahwa keadaan kesehatan fisik secara tidak langsung dapat mempengaruhi kesehatan mental seseorang. Tentu saja, jika seseorang tidak mampu melindungi diri dari hal-hal buruk yang dapat mempengaruhi kondisi mentalnya, hal ini dapat berdampak negatif pada kehidupannya.
Jadi apa bedanya jika seseorang tidak berurusan dengan sesuatu yang dapat berdampak negatif pada kesehatan mentalnya? Mungkin yang akan terjadi adalah mereka akan mengalami gangguan atau penyakit mental dan mental. Sebagai contoh adalah tindakan bunuh diri, yaitu tindakan yang disengaja dengan maksud mengambil jiwanya sendiri secara sadar (Kartono & Andari, 1989). Perilaku bunuh diri merupakan salah satu ciri seseorang mengalami gangguan jiwa, karena bunuh diri berarti tidak dapat menyesuaikan diri dengan realita yang terjadi dan tidak dapat secara positif menghadapi masalah yang dihadapinya. Penyebabnya sendiri beragam dan bisa disebabkan oleh putus cinta, keadaan keuangan, penyakit kronis, dll.
Oleh karena itu, untuk mengurangi dampak negatif gangguan jiwa akibat ketidakmampuan menyesuaikan diri, diperlukan sikap penting yang dimiliki setiap orang dalam menentukan kesehatan jiwa. Sikap tersebut meliputi; 1) sikap harga diri 2) sikap memahami dan menerima keterbatasan diri sendiri dan orang lain 3) sikap memahami fakta bahwa semua perilaku memiliki alasan 4) sikap memahami impulsif diri-aktualisasi (Semiun, 2006). Di antara keempat sikap tersebut, menjaga kesehatan mental dan menghindari gangguan merupakan ikhtiar yang penting.
Selain itu, ada hal yang tak kalah penting untuk menjaga kesehatan mental yaitu meningkatkan keyakinan dan makna hidup dalam beragama. Hal ini terangkum dalam penelitian yang dilakukan Bukhori terhadap murid-muridnya yang berjudul “Kesehatan Mental Mahasiswa dalam Agama dan Makna Hidup”. Bukhori menjelaskan bahwa derajat keyakinan beragama dan makna hidup seseorang berperan penting dalam mencapai kesehatan jiwa. Ini dapat dicapai dengan mengikuti beberapa kegiatan keagamaan atau kegiatan bermanfaat lainnya untuk memperoleh kehidupan dan juga kesehatan mental.
Kesehatan mental masyarakat Indonesia mengkhawatirkan dan akan mempengaruhi produktivitas nasional. Laporan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) 2021-2022 menyebutkan bahwa pencapaian pembangunan manusia secara global mengalami kemunduran, dipengaruhi oleh akumulasi ketidakpastian, yang berujung pada kecelakaan dalam kehidupan manusia.
Menurut Survei Kesehatan Mental Remaja Nasional Indonesia 2023, satu dari tiga remaja (34,9%) atau setara dengan 15,5 juta remaja Indonesia, memiliki beberapa masalah kesehatan mental pada remaja Indonesia berusia 10-17 tahun dalam 12 bulan terakhir, termasuk depresi (5,3% ), kecemasan (2,6,7%), stres pasca-trauma (1,8%), masalah perilaku (2,4%), dan masalah kurang perhatian atau hiperaktif (10,6%). Hanya 2,6% remaja yang menerima layanan konseling emosional atau perilaku. Selama pandemi COVID-19, 4,6% remaja sering merasa lebih cemas, depresi, kesepian, atau kurang fokus dari biasanya. Kesehatan jiwa juga diatur dalam Pasal 20, 21, 28H(1) dan 34(3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2014 tentang kesehatan jiwa bagi penerima pelayanan kesehatan.