Hnews.id | Polusi udara di Jakarta kian memburuk menjadi sorotan warga. Ini karena, rata-rata kualitas udara di kota yang jadi pusat ekonomi dan pemerintahan ini sudah masuk ke dalam zona merah atau tidak sehat.
Walau sudah menjadi persoalan yang menahun dan merupakan persoalan serius, tetapi belum ada progres yang signifikan untuk mengendalikan sumber pencemaran udara di Jakarta.
Anggota DPD RI Dapil DKI Jakarta Fahira Idris mengungkapkan, penyebab buruknya kualitas udara di Jakarta kompleks. Ini karena disebabkan kombinasi berbagai aktivitas dan keadaan. Polusi udara yang di Jakarta yang sudah sampai pada tahap mengkhawatirkan ini tidak terbentuk dari beragam permasalahan yang semuanya semakin kompleks karena melintasi batas administrasi daerah.
Oleh karena penyebabnya tidak tunggal, maka solusinya juga harus kombinasi berbagai strategi yang dijalankan dengan komitmen tinggi atau political will.
“Mendapatkan udara bersih itu termasuk salah satu hak manusia yang paling dasar atau hak asasi. Artinya negara, lewat kuasa, instrumen dan sumberdaya yang dimilikinya memiliki tanggung jawab menyediakan udara bersih. Untuk konteks Jakarta, jika persoalan polusi udara yang sudah mengkhawatirkan ini, ingin ada kemajuan, upaya atau solusinya haruslah lebih agresif, progresif dan holistik. Karena jika tidak, kompleksitas polusi udara di Jakarta tidak akan pernah terurai dan berpotensi semakin memburuk,” ujar Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (9/8/2023).
Menurut Fahira Idris, kombinasi berbagai aktivitas dan keadaan yang membuat kualitas udara di Jakarta semakin buruk terutama disebabkan oleh masifnya penggunaan kendaraan bermotor pribadi, keberadaan sekitar 10 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) sekitar Jakarta (Banten dan Jawa Barat) yang mengeluarkan asap batu bara, dan posisi Jakarta yang dikelilingi ratusan fasilitas industri. Polusi udara juga semakin menjadi karena adanya peningkatan konsentrasi polutan udara saat musim kemarau di bulan Mei hingga Agustus seperti saat ini.
Oleh karena itu, upaya pengendalian polusi udara Jakarta harus didahului oleh political will dari lintas kementerian mulai dari Kemendagri, KLHK, bersama Pemprov DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten untuk duduk bersama mencari cara mengatasi emisi lintas batas ini.
Upaya agresif, progresif dan holistik selanjutnya yang bisa ditempuh adalah menerbitkan kebijakan untuk mengetatkan baku mutu udara ambien (nilai pencemar udara yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambien) nasional agar cukup melindungi kesehatan manusia, lingkungan dan ekosistem. Solusi yang juga tidak kalah penting adalah melibatkan partisipasi publik dalam menyusun dan mengimplementasikan strategi dan rencana aksi pengendalian pencemaran udara.
Semua upaya ini, lanjut Fahira Idris, diperkuat dengan berbagai kebijakan dan program strategis. Misalnya menguatkan dan menyediakan transportasi publik yang terintegrasi, nyaman dan terjangkau dan bebas asap sebagai konsekuensi dari pembatasan kendaraan bermotor. Kemudian, percepatan transisi energi dari batu bara menjadi energi bersih, kebijakan pemberian insentif bagi pengguna kendaraan ramah lingkungan seperti sepeda dan penyediaan alat pemantau udara yang memadai.
Selain itu, harus ada evaluasi ambang batas emisi gas buang kendaraan bermotor dan pengetatan pengawasan tempat usaha yang mengeluarkan emisi.
“Semua upaya dan solusi ini akan berdampak signifikan jika dipadukan dengan penegakan hukum yang tegas bagi siapa saja yang melanggarnya,” pungkas Fahira Idris. [ary]